tag:blogger.com,1999:blog-80853366783806062502024-02-21T17:24:39.720+07:00Paroki SanMariAnnMedia Komunikasi Paroki Santa Maria Annuntiata SidoarjoUnknownnoreply@blogger.comBlogger65125tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-828383615459722332015-05-22T12:39:00.000+07:002015-05-22T12:39:31.163+07:00Dialog Bersama Bapak H. Saiful Ilah, Bupati KDH. Sidoarjo<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7rJxRBsF56jEAbyhfaZim-V97n5Jj_ywcGNEGwgpVbBw6np2amyBn-9s0IaCGS5ynJYBYKMkeMZhfXWECSih0IlRfm_ahylKuWyNyx4bx1j6Fe_iB_IGdJ1tBFW5ZujIGcjl0VlXk9eJt/s1600/Kunjungan+ke+Bapak+Saiful+Ilah+-+Bupati+KDH+Sidoarjo+19-05-2015.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7rJxRBsF56jEAbyhfaZim-V97n5Jj_ywcGNEGwgpVbBw6np2amyBn-9s0IaCGS5ynJYBYKMkeMZhfXWECSih0IlRfm_ahylKuWyNyx4bx1j6Fe_iB_IGdJ1tBFW5ZujIGcjl0VlXk9eJt/s1600/Kunjungan+ke+Bapak+Saiful+Ilah+-+Bupati+KDH+Sidoarjo+19-05-2015.jpg" width="320" /></a></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-57697694942910817132015-05-22T12:04:00.003+07:002015-05-22T12:04:42.453+07:00BGKP, DPP & Ketua Lingkungan 2015-2018<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgifi4rxze0qpxerF4yGK6gkHzivaVAWhhTSSfcPravN3f1UfhOg32lThy-94JspxMcJOaTddZznHRanUcgScmP2kyheI06bmUYqbLAky61kOWJH2khGI7YIm7dJ_0W-LQsD5c75v1t_-bi/s1600/BGKP-DPP-Ketua+Lingkungan+2015-2018.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgifi4rxze0qpxerF4yGK6gkHzivaVAWhhTSSfcPravN3f1UfhOg32lThy-94JspxMcJOaTddZznHRanUcgScmP2kyheI06bmUYqbLAky61kOWJH2khGI7YIm7dJ_0W-LQsD5c75v1t_-bi/s320/BGKP-DPP-Ketua+Lingkungan+2015-2018.jpg" width="320" /></a></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-8964248203464040342015-05-22T12:03:00.001+07:002015-05-22T12:03:47.414+07:00Ketua Lingkungan Periode 2015-2018<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjU4piofJZyR35HWnpFmAP7hAGugyX_afdUydkQfo7wucGz6Ciqzfbhzr9VpxmoL0uW1l6qE_N1oq5kQnQ0SIk0oW7MbGvDkvlHbcvWpvGC0YrLmdBi06SXyJOV7JtYYzdgJnFv-WgA7Tcz/s1600/Ketua+Lingkungan+2015-2018.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjU4piofJZyR35HWnpFmAP7hAGugyX_afdUydkQfo7wucGz6Ciqzfbhzr9VpxmoL0uW1l6qE_N1oq5kQnQ0SIk0oW7MbGvDkvlHbcvWpvGC0YrLmdBi06SXyJOV7JtYYzdgJnFv-WgA7Tcz/s1600/Ketua+Lingkungan+2015-2018.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxZlpVg5j3I9fl2AkpJMq3T45ZPMauA8ZxnvdevJtAn1fLd-5cd6_yMw4Y2xOzCxEBs7tPwx6-mavbW7m88Nw_TDpngq6QMGPyGy9yC0Jld3a_Snv_AEAg1JN38-0pykddH1DaIuI0NQFy/s1600/Ketua+Lingkungan+2015-2018.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxZlpVg5j3I9fl2AkpJMq3T45ZPMauA8ZxnvdevJtAn1fLd-5cd6_yMw4Y2xOzCxEBs7tPwx6-mavbW7m88Nw_TDpngq6QMGPyGy9yC0Jld3a_Snv_AEAg1JN38-0pykddH1DaIuI0NQFy/s320/Ketua+Lingkungan+2015-2018.jpg" width="320" /></a></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-87746516356929768512015-05-22T11:30:00.001+07:002015-05-22T12:00:21.249+07:00Balai Paroki Sancta Maria Annuntiata<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpJBw6UlMq51BmhrwXLbfxiXM9qovRUjlCyLYOX0c7qUvo0tTPIrOSq1FsNdq595MN0zNXbC_-kjg2qrBMIK-rmSA3cCZtQ184Hycirc1inL0J9QhMuVS9eAseSQo5X_xUhqtgqYd8gYAU/s1600/Balai+Paroki.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpJBw6UlMq51BmhrwXLbfxiXM9qovRUjlCyLYOX0c7qUvo0tTPIrOSq1FsNdq595MN0zNXbC_-kjg2qrBMIK-rmSA3cCZtQ184Hycirc1inL0J9QhMuVS9eAseSQo5X_xUhqtgqYd8gYAU/s320/Balai+Paroki.jpg" width="320" /></a></div>
<br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-27629446149561554892013-03-02T09:33:00.000+07:002013-03-02T09:33:17.118+07:00NOVENA BAGI KONKLAF<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh28UowS71s7z8nS7VrWFLji5WlIwgF9dNQaJiP0WEEIVcwsQX7k71CnJyvHaXd6t6CKoJa2LkQp7vYhuuL5hz1CzkK2XoE24jXRlYpzEefwOZeEreYz-3H-q8-gdfKbKbJvLinUnv5wiKo/s1600/Konklaf+Pemilihan+Paus+Baru.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="290" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh28UowS71s7z8nS7VrWFLji5WlIwgF9dNQaJiP0WEEIVcwsQX7k71CnJyvHaXd6t6CKoJa2LkQp7vYhuuL5hz1CzkK2XoE24jXRlYpzEefwOZeEreYz-3H-q8-gdfKbKbJvLinUnv5wiKo/s400/Konklaf+Pemilihan+Paus+Baru.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
NOVENA bagi KONKLAF</div>
<div style="text-align: center;">
Di wilayah Keuskupan Surabaya</div>
<br />
Bapa Surgawi,
Kami Umat-Mu,<br />
berkumpul dalam solidaritas seperti yang dilakukan para murid di ruang Senakulum, berdoa untuk turunnya Roh Kudus atas para Kardinal yang hadir di konklaf untuk pemilihan wakil Yesus Kristus, Tuhan kami. Semoga hati dan budi para Kardinal terbuka terhadap kebijaksanaan Roh Kudus-Mu, melampaui segala pertimbangan manusiawi, untuk memilih Paus yang paling berkenan bagi-Mu dan yang akan membimbing Gereja Kudus-Mu saat ini dan sejarah ke depan. Utuslah Roh Kudus-Mu maka segalanya akan dicipta lagi dan Engkau membaharui muka bumi.<br />
<br />
Ya Yesus, Tuhan dan Gembala Agung kami,<br />
Kuasailah hati dan budi para Kardinal-Mu, yang sedang bersekutu di konklaf untuk memilih Paus baru, yakni hamba-Mu yang Kau-percayai untuk menjadi wakil-Mu di bumi ini dan menggembalakan kami menyusuri sejarah menuju kerajaan-Mu.
Kami memohon pula kepada Bunda Maria, sebagaimana pada Pentakosta, dia bersatu dalam doa dengan para murid di ruang Senakulum, supaya saat ini juga berdoa bagi para Kardinal untuk memilih Bapa Suci yang baru dalam kepatuhan terhadap bisikan Roh Kudus.<br />
<br />
Santa Maria, mempelai Roh Kudus, Bunda Allah dan Bunda Gereja,
kami mempercayakan konklaf ini pada hati tak bernoda dan keibuan-mu. Kami mempersembahkan doa ini kepada bimbingan dan perlindunganmu selama Pemilihan Wakil Putra-mu berlangsung.<br />
<br />
Bapa Kami…<br />
Salam Maria…<br />
Kemuliaan...Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-67260360889046171152012-10-12T10:39:00.003+07:002012-10-12T10:39:37.560+07:00Surat Gembala Tahun Iman
Bagi Umat Katolik Keuskupan Surabaya
(Dibacakan di semua gereja dan kapel di seluruh wilayah Keuskupan Surabaya, tanggal 6-7 atau 13-14 Oktober 2012)
Para Saudara terkasih,
Bapa Suci Paus Benediktus XVI, melalui Surat Apostolik dengan judul “Porta Fidei” (Pintu Kepada Iman), telah mencanangkan Tahun Iman, yang akan dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012 dan akan ditutup pada Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam pada tanggal 24 November 2013. Perayaan Tahun Iman ini berkaitan dengan peringatan 50 tahun Pembukaan Konsili Vatikan II dan 20 tahun sejak penerbitan buku Katekismus Gereja Katolik terbaru. Untuk Keuskupan Surabaya, saya akan membukanya dengan perayaan Ekaristi pada tanggal 18 Oktober 2012 di Gua Maria Lourdes Puhsarang - Kediri, pukul 23.00 WIB.
Dalam Surat Apostolik tersebut Bapa Suci mengharapkan agar karunia iman yang telah kita peroleh berkat sakramen baptis sungguh dapat memberikan kekuatan dan pembaharuan nyata dalam hidup. Oleh karena itu, melalui Surat Gembala ini saya ingin menyapa para imam, biarawan-biarawati, katekis, para pengurus Gereja dan seluruh umat Allah di Keuskupan Surabaya ini, agar memberi perhatian khusus akan pentingnya iman bagi kehidupan, dan agar mengisi Tahun Iman ini dengan pelbagai kegiatan yang diadakan di tempat masing-masing di tingkat kevikepan, paroki, wilayah, lingkungan, stasi, maupun juga di kelompok-kelompok kategorial.
Tahun Iman akan sungguh menjadi saat berahmat bila kita mengisi tahun ini dengan: memperdalam, mempelajari, merayakan, dan menghayati iman yang benar dalam kehidupan nyata. Sumber iman kita adalah Kitab Suci dan Tradisi penerusan iman oleh kuasa mengajar Gereja (Magisterium). Dalam hal ini, Bapa Suci mengingatkan bahwa Katekismus Gereja Katolik
T a h u n I m a n | 2
merupakan salah satu buah Konsili Vatikan II sebagai sumber pengajaran iman yang resmi dan benar.
Iman adalah tanggapan pribadi dan perjumpaan dengan Allah yang mewahyukan diri dalam pribadi Yesus Kristus yang sudah bangkit. Dari perjumpaan pribadi tersebut kita didorong untuk memahami isi pengakuan iman-kepercayaan yang benar dan meneruskannya kepada generasi yang akan datang.
Saat ini kita menghadapi dua krisis dalam hal iman: kehilangan identitas kekatolikan dan selanjutnya bahaya kehilangan iman. Hal ini ditandai dengan maraknya trend 'jajan rohani' di tengah aneka aliran kerohanian serta relativisme keyakinan yang bisa mengaburkan identitas dan otentisitas iman Katolik sebagaimana diwariskan para Rasul.
Gereja Katolik sesungguhnya penuh dengan kekayaan kebenaran ilahi, namun seringkali kita kurang menggali dan merasakan betapa sedapnya dihidupi oleh Sabda Allah dan Roti Kehidupan, serta khazanah Ajaran Gereja ini. Maka tepatlah seruan Paus, bahwa di jaman kita ini: “iman adalah anugerah yang perlu ditemukan kembali, dipelihara dan dinyatakan dalam kesaksian”. Jikalau tidak demikian, kita berada dalam bahaya kehilangan iman.
Manusia dibenarkan karena iman (Rm 3:28) namun iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong (bdk. Yak 2:20.24). Iman membuat kita menjadi tanda nyata atas kehadiran Tuhan yang menyelamatkan jikalau diwujudkan dalam kesaksian hidup. Orang zaman sekarang membutuhkan kesaksian yang dapat dipercaya dari mereka yang mendapatkan pencerahan di dalam budi dan hatinya oleh Sabda Tuhan, sekaligus kesaksian yang mampu membuka hati dan budi banyak orang umtuk merindukan Allah serta kehidupan sejati.
Untuk menghidupkan, memperdalam, dan menguatkan iman agar menjadi subur dan menghasilkan buah berlimpah, perlulah pendalaman Kitab Suci dan Ajaran Gereja, perayaan liturgi, serta kesaksian hidup yang nyata. Pengakuan iman selayaknya diikuti dengan penerimaan kehidupan
T a h u n I m a n | 3
sakramental, dalam mana Kristus hadir, bertindak, dan terus membangun Gereja-Nya. Tanpa liturgi dan sakramen-sakramen, pengakuan iman akan kehilangan daya gunanya, sebab ia akan kehilangan rahmat yang mendukung kesaksian Kristiani. Dalam hal ini, katekese memiliki peranan sentral.
Sarana pokok katekese yang tak tergantikan agar kita sampai pada pemahaman sistematis akan iman yang benar adalah Katekismus Gereja Katolik. Apakah kita sudah cukup mengenal dan mendalami Katekismus Gereja Katolik ini, sekurang-kurangnya ringkasannya dalam Kompendium Katekismus Gereja Katolik? Apakah kita sudah memelihara anugerah iman ini dan mewartakannya?
Konsili Vatikan II telah membangkitkan kesadaran baru tentang arti dan peran Kitab Suci dalam kehidupan iman Gereja. Gereja telah melihat kembali dirinya melalui Kitab Suci. Demikianlah, Sabda Allah itu menjadi “penopang dan keteguhan Gereja” serta “kekuatan iman, santapan jiwa, sumber murni dan abadi dari hidup rohani bagi putera-puteri Gereja” (DV 21). Sabda Allah merupakan sarana untuk memupuk iman, sehingga iman kita bertumbuh, berkembang, dan berbuah, serta kita dapat bertahan dalam iman sampai akhir (lih. KGK no. 162).
Hal ini sungguh relevan bagi kita, mengingat bahwa fokus pastoral Keuskupan Surabaya pada tahun 2013 adalah: Kitab Suci dan Orang Muda Katolik (OMK). Kita melihat bahwa Sabda Allah adalah sumber iman, sedangkan Orang Muda adalah generasi penerus iman.
Dalam konteks orang muda sebagai generasi penerus iman, perlulah kita memberi kesempatan kepada Orang Muda Katolik untuk mengalami kegembiraan yang berasal dari iman kepada Yesus Kristus dalam persekutuan dengan seluruh Gereja Katolik. Kita perlu mengusahakan pertemuan katekese untuk Orang Muda Katolik, sehingga mereka menemukan kebanggaan beriman Katolik dan menjadi saksi iman di tengah masyarakat.
Umat Allah yang terkasih, pada kesempatan ini, saya mengajak Anda untuk juga memberikan perhatian pada sekolah dan perguruan tinggi Katolik. Di tempat inilah kekayaan iman Gereja hadir secara nyata di tengah
T a h u n I m a n | 4
masyarakat. Maka hendaklah kita memelihara iman insan Katolik di dalamnya dengan menggunakan Katekismus Gereja Katolik sebagai referensi utama pengajaran iman.
Saya berharap agar seluruh umat Allah di Keuskupan Surabaya sungguh terlibat dalam mengisi Tahun Iman ini. Hendaknya para imam, biarawan-biarawati, katekis, guru agama, pengurus DPP-BGKP, serta kelompok-kelompok kategorial menjadikan Tahun Iman ini sebagai sebuah gerakan bersama. Kita semua mengambil bagian secara aktif, memperdalam pengetahuan tentang dokumen Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik, menyegarkan kembali tugas dan tanggung jawab serta ketrampilan dalam berkatekese, dan membangun kesadaran sebagai saksi iman yang sejati. Secara khusus saya mengingatkan para imam untuk mengajar para katekumen, memberikan pendalaman iman bagi umat, lebih intensif dalam pelayanan sakramen, serta mendalami kembali dokumen-dokumen Ajaran Gereja.
Akhirnya, marilah kita mempercayakan saat berahmat ini kepada Bunda Maria, yang diwartakan sebagai yang berbahagia karena telah percaya (Luk 1:45). Semoga melalui doa dan perlindungannya, kita pun sampai pada kepenuhan hidup iman.
Surabaya, 1 Oktober 2012
Pesta St. Theresia dari kanak-kanak Yesus
Berkat Tuhan,
Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono
Uskup Keuskupan Surabaya
T a h u n I m a n | 5
SURAT APOSTOLIK YANG DITERBITKAN SEBAGAI “MOTU PROPRIO” “PINTU KEPADA IMAN” DARI BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI UNTUK MENCANANGKAN TAHUN IMAN (11 Oktober 2012 – 24 November 2013) 1. “Pintu kepada Iman” (Kis. 14:27), yang mengantar kita ke dalam persekutuan hidup dengan Allah dan yang membawa kita masuk ke dalam Gereja-Nya, senantiasa terbuka bagi kita. Mungkinlah bagi kita untuk melintasi ambang pintu ini apabila Sabda Allah diwartakan dan hati manusia membiarkan dirinya dibentuk oleh rahmat yang senantiasa mampu mengubah. Memasuki pintu gerbang itu berarti memulai suatu perjalanan yang akan berlangsung seumur hidup. Hal ini dimulai dengan baptisan (bdk. Rom. 6:4), dengan mana kita dapat menyebut Allah sebagai Bapa kita, dan perjalanan itu akan berakhir dengan kematian yang memasukkan kita ke dalam kehidupan kekal, buah kebangkitan Tuhan Yesus, yang dengan anugerah Roh Kudus, memang berkehendak menarik semua orang yang percaya kepada-Nya untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya (bdk. Yoh. 17:22). Beriman kepada Tritunggal – Bapa, Putra, dan Roh Kudus – berarti percaya kepada Allah yang MahaEsa yang adalah kasih (bdk. 1 Yoh. 4:8): Bapa, yang dalam kepenuhan waktu telah mengutus Putra-Nya demi keselamatan kita; Yesus Kristus, yang melalui misteri wafat dan kebangkitan-Nya telah menebus dunia; Roh Kudus, yang membimbing Gereja mengarungi jaman sambil menantikan kedatangan Tuhan kembali dalam kemuliaan.
T a h u n I m a n | 6
2. Sejak mulai memangku jabatan sebagai Pengganti Petrus, saya telah mengingatkan tentang perlunya menemukan kembali perjalanan iman kita itu. Hal ini dimaksudkan untuk menampakkan dengan lebih jelas kegembiraan dan semangat yang diperbarui karena perjumpaan kita dengan Kristus. Dalam homili Misa Kudus untuk mengawali masa pontifikal, saya mengatakan: “Gereja, secara keseluruhan, bersama dengan semua pastornya, seperti Kristus, harus bergerak, untuk membimbing umat keluar dari padang gurun, menuju ke tempat kehidupan, ke dalam persahabatan dengan Putra Allah, kepada Dia, Sang Pemberi kehidupan, bahkan kehidupan yang berkelimpahan”.[1] Sering sekali terjadi, bahwa Umat Kristiani lebih menaruh perhatian kepada konsekuensi-konsekuensi sosial, budaya, dan politis dari kesibukan tugas mereka, dengan menganggap bahwa iman akan tampak jelas dengan sendirinya dalam hidup bermasyarakat. Kenyataannya, bukan saja anggapan semacam ini masih berlaku seperti dahulu, tetapi cukup sering secara terang-terangan iman itu kini diingkari.[2] Jika dahulu sangat mungkinlah orang dapat mengenali jalinan kebudayaan yang mempersatukan, di mana isi iman dan nilai-nilai yang diinspirasikan olehnya dapat diterima secara luas di dalamnya, sekarang situasi seperti itu tidak terjadi lagi dalam banyak kelompok kemasyarakatan, sebagai akibat dari krisis iman mendalam yang dialami oleh banyak orang. 3. Kita tidak dapat menerima bahwa garam menjadi tawar atau bahwa pelita ditaruh di bawah gantang (lih. Mat. 5:13-16). Orang jaman sekarang pun masih bisa merasakan kebutuhan pergi ke sumur, seperti wanita Samaria, untuk mendengarkan Yesus, yang mengundang kita agar percaya kepada-Nya serta menimba air hidup dari sumber yang memancar keluar dari dalam diri-Nya (lih. Yoh. 4:14). Kita harus menemukan kembali bagaimana sedapnya dihidupi oleh sabda Allah yang telah diteruskan oleh Gereja dengan setia, dan oleh roti kehidupan yang telah diserahkan bagi kehidupan para murid-Nya (bdk. Yoh. 6:51). Sungguh, pada jaman ini pun ajaran Yesus masih tetap bergema kuat: “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal.” (Yoh.
T a h u n I m a n | 7
6:27) Bahkan pertanyaan yang kita ajukan sekarang pun masih sama dengan pertanyaan yang diajukan oleh para pendengar pada waktu itu: “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” (Yoh. 6:28) Kita pun tahu jawaban Yesus: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yoh. 6:29) Maka percaya kepada Yesus Kristus adalah jalan untuk sampai dengan pasti kepada keselamatan. 4. Atas dasar itu semua maka saya telah mengambil keputusan untuk mencanangkan suatu Tahun Iman. Tahun itu akan dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012, yakni hari ulang tahun kelimapuluh pembukaan Konsili Vatikan II, dan akan ditutup pada Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam, pada tanggal 24 November 2013. Tanggal yang mengawali Tahun Iman itu, 11 Oktober 2012, merupakan juga hari ulang tahun keduapuluh publikasi buku Katekismus Gereja Katolik, sebuah naskah yang sudah dipromulgasikan oleh pendahulu saya, Beato Yohanes Paulus II[3], dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang kekuatan dan keindahan iman-kepercayaan kita kepada segenap umat beriman. Dokumen tersebut, buah otentik Konsili Vatikan II, telah diminta oleh Sinode Luar-biasa Para Uskup pada tahun 1985 untuk dijadikan sarana-bantu bagi pelayanan katekese[4] dan telah diterbitkan dalam kerja-sama dengan semua Uskup dalam Gereja Katolik. Tambahan pula, tema Sidang Umum Sinode Para Uskup yang telah saya undang untuk bulan Oktober 2012 yang akan datang ini adalah: “Evangelisasi Baru Bagi Penerusan Iman Kristiani.” Hal itu akan menjadi kesempatan baik untuk menghantar masuk segenap Gereja ke dalam suatu masa refleksi khusus dan menemukan kembali iman-kepercayaannya. Ini bukan yang pertama kalinya Gereja dipanggil untuk merayakan suatu Tahun Iman. Pendahulu saya yang Mulia Hamba Tuhan Paus Paulus VI pernah memaklumkan hal yang sama pada tahun 1976, untuk memperingati kemartiran santo Petrus dan Santo Paulus pada peringatan sembilan belas abad tindakan kesaksian mereka yang paling
T a h u n I m a n | 8
luhur. Menurut hemat Beliau, itulah saat yang paling mulia agar dalam seluruh Gereja terwujud “suatu pengakuan yang otentik dan tulus akan iman-kepercayaan yang sama.” Apalagi beliau menghendaki bahwa pengakuan itu dikuatkan lagi dengan cara “pribadi maupun bersama-sama, bebas namun bertanggngjawab, baik lahir maupun batin, rendah hati dan berterus-terang”[5]. Beliau berpendapat, bahwa dengan cara demikian seluruh Gereja dapat memulihkan kembali “pemahaman yang tepat atas iman-kepercayaan itu, untuk menguatkannya, memurnikannya, meneguhkannya, dan mengakuinya”[6]. Perayaan besar-besaran Tahun itu semakin menunjukkan betapa umat memang membutuhkan perayaan semacam itu. Perayaan tersebut diakhiri dengan Pengakuan Iman Umat Allah[7] untuk menunjukkan: betapa muatan hakiki iman itu yang selama berabad-abad telah membentuk warisan segenap orang beriman, perlu ditegaskan, dipahami, dan digali lagi dengan cara yang selalu baru, supaya kesaksian iman itu tetap konsisten dalam berbagai kondisi historis yang berbeda sekali dari masa lampau. 5. Dalam arti tertentu, Yang Mulia Pendahulu saya itu melihat Tahun Iman sebagai suatu “konsekuensi dan kebutuhan masa pascakonsili”[8], sambil menyadari sepenuhnya pelbagai kesulitan berat masa itu, terutama kesulitan yang berkaitan dengan pengakuan iman sejati dan penafsirannya yang benar. Menurut saya, saat pencanangan Tahun Iman yang bertepatan dengan ulang tahun kelimapuluh pembukaan Konsili Vatikan II ini dapat menjadi kesempatan yang tepat untuk memahami, bahwa naskah-naskah yang telah diwariskan oleh para Bapa Konsili itu, mengutip kata-kata Beato Yohanes Paulus II, “sama sekali belum kehilangan nilai dan kecemerlangannya.” Naskah-naskah itu perlu dibaca dengan benar, ditangkap dengan akal budi secara luas dan dicamkan di dalam hati secara mendalam sebagai dokumen yang penting dan mengikat dari Magisterium Gereja sendiri, semuanya di dalam jalur Tradisi Gereja … Saya sendiri merasa berkewajiban untuk menegaskan bahwa Konsili itu merupakan rahmat agung yang dicurahkan Allah kepada
T a h u n I m a n | 9
Gereja di Abad XX, di mana kita dapat menemukan penunjuk arah untuk dapat mengarungi abad selanjutnya[9]. Saya juga ingin menekankan dengan sangat sekali lagi, apa yang sudah saya katakan tentang konsili ini beberapa bulan setelah saya terpilih sebagai Paus Pengganti Petrus: ”Apabila, kita menafsirkan dan mengimplementasikan Konsili itu dengan bimbingan suatu hermeneutika yang benar, maka Konsili itu bisa dan akan menjadi semakin berdaya-guna bagi pembaharuan Gereja yang senantiasa diperlukan.”[10]
6. Pembaruan Gereja juga bisa dilaksanakan melalui kesaksian yang diberikan oleh hidup umat beriman: yakni justru melalui cara-mengada mereka di dunia ini, Umat Kristiani dipanggil untuk memancarkan sabda kebenaran yang diwariskan Tuhan Yesus kepada kita. Konsili sendiri, dalam Konstitusi Dogmatik Lumen Gentium, mengatakan: “Sedangkan Kristus, yang ‘suci, tanpa kesalahan, tanpa noda,’ (Ibr 7:26) tidak mengenal dosa (lih. 2Kor. 5:21), melainkan datang hanya untuk menebus dosa-dosa umat (lih Ibr 2:17), Gereja merangkum pendosa-pendosa dalam pangkuannya sendiri. Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan. Gereja, ‘dengan mengembara di antara penganiayaan dunia dan hiburan yang diterimanya dari Allah, maju, sambil mewartakan salib dan wafat Tuhan hingga Ia datang (lih 1Kor. 11:26). Tetapi Gereja diteguhkan oleh daya Tuhan yang telah bangkit, untuk dapat mengatasi sengsara dan kesulitannya, baik dari dalam maupun dari luar, dengan kesabaran dan cinta kasih, dan untuk dengan setia mewahyukan misteri Tuhan di dunia, kendati dalam kegelapan, sampai ditampakkan pada akhir Zaman dalam cahaya yang penuh”[11]. Dalam perspektif ini maka Tahun Iman adalah suatu panggilan kepada pertobatan yang otentik dan senantiasa diperbaharui untuk kembali kepada Tuhan, satu-satunya Juruselamat dunia. Melalui misteri wafat dan kebangkitan-Nya, Allah telah menyatakan secara penuh kasih yang menyelamatkan dan memanggil manusia kepada pertobatan hidup melalui pengampunan dosa (lih. Kis. 5:31). Bagi Santo Paulus, kasih ini memasukkan manusia ke dalam suatu kehidupan baru: “Kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah
T a h u n I m a n | 10
dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” (Rom. 6:4) Melalui iman-kepercayaan, hidup baru ini membentuk seluruh keberadaan manusiawi kita secara radikal sesuai dengan keadaan baru sebagai buah kebangkitan. Sejauh manusia dengan bebas bekerja-sama, maka pikiran dan perasaan-perasaannya, mentalitas dan perilakunya sedikit demi sedikit akan dimurnikan dan ditransformasikan, dalam sebuah perjalanan yang tidak akan pernah sepenuhnya selesai di dalam hidup ini. “Hanya iman yang bekerja oleh kasih” (Gal. 5:6) akan menjadi kriteria baru bagi pemahaman dan tindakan yang mengubah seluruh hidup manusia (bdk. Rom. 12:2; Kol. 3:9-10; Ef. 4:20-29; 2Kor. 5:17). 7. “Kasih Kristus menguasai kita” (2Kor. 5:14): Kasih Kristuslah yang memenuhi hati kita dan mendorong kita untuk mewartakan kabar gembira. Sekarang ini, seperti juga dulu, Kristus mengutus kita ke lorong-lorong dunia ini untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa di bumi (bdk. Mat. 28:16). Melalui kasih-Nya, Yesus Kristus menarik kepada diri-Nya orang-orang dari segala keturunan: dalam setiap jaman Dia menghimpun Gereja sambil mempercayakan kepada Gereja itu pewartaan Injil dengan perintah-Nya yang senantiasa baru. Pada jaman sekarang pun dirasa adanya kebutuhan akan komitmen Gereja yang lebih kuat bagi suatu evangelisasi baru, agar supaya orang menemukan kembali kegembiraan dalam percaya dan kegairahan dalam mengkomunikasikan iman itu. Dalam menemukan kembali kasih-Nya itu dari hari ke hari, kesiap-sediaan untuk diutus dari orang beriman ini mendapatkan kekuatan dan kegairahan yang tak akan pernah bisa pudar. Iman itu bertumbuh apabila ia dihidupi sebagai pengalaman kasih yang sudah diterima, juga bila ia dikomunikasikan sebagai suatu pengalaman rahmat dan kebahagiaan. Iman itu membuat kita berbuah subur, sebab dia memperluas hati kita dalam harapan dan memampukan kita untuk memberi kesaksian yang juga menghidupkan: memang, iman itu membuka hati dan budi siapa saja yang mendengar dan menjawab undangan Tuhan untuk tetap setia kepada sabda-Nya dan menjadi murid-Nya. Orang
T a h u n I m a n | 11
yang percaya, demikian Santo Agustinus mengatakannya, “menguatkan dirinya sendiri dengan kepercayaannya itu.”[12] Santo Uskup dari Hippo itu memiliki alasan yang sungguh tepat untuk mengungkapkan dirinya seperti itu, karena sebagaimana kita tahu, hidupnya merupakan suatu pencarian terus-menerus akan keindahan iman-kepercayaan itu sampai saat ketika hatinya menemukan istirahat dalam Allah.[13] Karya tulisnya yang sangat ekstensif, di mana Agustinus memberi penjelasan tentang pentingnya percaya dan tentang kebenaran iman, sampai sekarang tetap merupakan warisan dengan kekayaan yang tiada taranya, dan tetap menjadi sarana bantu bagi banyak orang yang mencari Allah untuk menemukan jalan yang benar menuju “pintu kepada iman.” Karena itu, hanya melalui percaya, iman dapat bertumbuh dan menjadi kuat; tidak ada kemungkinan lain untuk mendapatkan kepastian yang berkaitan dengan kehidupan seseorang, selain dari pada meninggalkan diri sendiri dalam suatu crescendo yang terus-menerus, masuk ke dalam tangan-tangan kasih yang sepertinya terus bertumbuh tanpa henti karena memang berasal dari Allah. 8. Pada kesempatan yang membahagiakan ini, saya ingin mengundang saudara-saudara saya para Uskup dari seantero dunia untuk bergabung bersama dengan Pengganti Petrus selama masa yang penuh dengan rahmat spiritual yang dianugurahkan Tuhan kepada kita ini, untuk mengingat anugerah iman yang sangat berharga itu. Kita hendak merayakan Tahun itu secara pantas dan menghasilkan buah. Renungan-renungan tentang iman hendaknya digalakkan, untuk membantu segenap umat yang beriman kepada Kristus agar mendapatkan kesadaran yang lebih baik dan secara lebih bersemangat melekatkan diri kepada Kabar Gembira, khususnya ketika sedang terjadi perubahan mendalam seperti yang sedang dialami oleh umat manusia pada saat ini. Kita akan mendapat kesempatan untuk mengakui iman-kepercayaan kita akan Tuhan yang bangkit di gereja-gereja katedral kita
T a h u n I m a n | 12
dan di dalam gereja-gereja di seluruh dunia; juga di rumah-rumah kita dan di antara kaum keluarga kita, sehingga setiap orang akan merasakan betapa perlunya pemahaman yang lebih baik dan kemudian untuk meneruskannya kepada generasi yang akan datang iman-kepercayaan segala jaman tersebut. Komunitas-komunitas biara seperti juga komunitas-komunitas paroki, dan semua lembaga-lembaga gerejani, baik yang lama maupun yang baru, semuanya harus menemukan cara untuk mengakui secara publik Credo kita sepanjang Tahun itu. 9. Pada tahun ini kita hendak membangkitkan dalam diri setiap orang beriman aspirasi untuk mengakui iman-kepercayaannya dalam kepenuhannya dan dengan keyakinan yang baru, juga dengan penuh kepercayaan dan harapan. Tahun ini akan menjadi juga sebuah kesempatan bagus untuk mengintensifkan perayaan iman itu di dalam liturgi, teristimewa di dalam perayaan Ekaristi, yang adalah “puncak ke mana seluruh kegiatan Gereja diarahkan … tetapi juga adalah sumber dari mana seluruh kekuatan Gereja itu … mengalir.”[14] Pada saat yang sama, kita berdoa juga agar kesaksian hidup umat beriman semakin dapat dipercaya. Untuk menemukan kembali isi iman yang diakui, dirayakan, dihayati dan didoakan[15], dan untuk merenungkan kembali kegiatan iman itu adalah tugas yang setiap umat beriman harus menjadikannya tugasnya sendiri, khususnya selama Tahun Iman ini. Bukan tanpa alasan jika umat Kristiani pada abad-abad pertama dituntut untuk menghafalkan pengakuan iman-kepercayaannya itu. Bagi mereka hal itu lalu berfungsi sebagai doa mereka setiap hari, agar mereka tidak melupakan komitmen yang telah mereka ikrarkan ketika mereka dibaptis. Dengan kata-kata yang sarat dengan makna, Santo Agustinus berbicara tentang hal ini dalam homili beliau tentang redditio symboli, tentang “penyerah-alihan pengakuan iman,” katanya: “Pengakuan iman dari misteri-misteri kudus yang telah kalian terima secara serentak dan yang pada hari ini telah kalian ucapkan kembali satu demi satu itu, adalah kata-kata di atas mana iman-
T a h u n I m a n | 13
kepercayaan Bunda Gereja didirikan dengan kokoh, pada landasan yang menetap, yang adalah Kristus, Tuhan sendiri. Kalian telah menerimanya, namun kalian harus tetap memeliharanya di dalam akal-budi dan hati-sanubari kalian, kalian harus tetap mengulang-ulangnya di ranjang tempat tidur kalian, tetap mengingat-ingatnya di pasar-pasar, tidak melupakannya sementara kalian makan-makan, bahkan ketika kalian sedang tidur pun, kalian harus tetap memperhatikannya dengan hati kalian.”[16] 10. Di sini saya ingin memberikan suatu garis besar dari sebuah sarana yang dimaksudkan untuk membantu kita memahami secara lebih mendalam, bukan saja isi muatan iman-kepercayaan itu, melainkan juga tindakan yang akan kita pilih untuk mempercayakan diri kita sepenuhnya kepada Allah dengan cara yang sebebas-bebasnya. Pada kenyataannya memang ada kesatuan yang mendalam antara tindakan dengan mana kita beriman dan muatan isi, kepadanya kita memberikan kesepakatan kita. Santo Paulus membantu kita memasuki kenyataan ini ketika dia menulis: “Dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” (Rom. 10:10) Hati itulah yang menunjukkan bahwa tindakan pertama yang membawa seorang percaya adalah anugerah dari Allah dan tindakan rahmat yang bergiat dan mengubah seseorang dari dalam. Dalam kaitan ini secara khusus contoh dari Lydia menjadi sangat berarti. Santo Lukas menceriterakan, bahwa ketika berada di Filipi, pada suatu hari Sabbat, Paulus memberitakan Injil kepada beberapa wanita, di antaranya adalah Lydia dan “Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus” (Kis. 16:14). Di dalam ungkapan itu terkandunglah suatu makna yang penting. Santo Lukas mengajarkan, bahwa memahami muatan isi dari yang harus diimani tidaklah mencukupi, apabila hati, yakni tempat kudus yang khas dalam diri seseorang, tidak turut dibuka oleh rahmat yang membuat mata bisa melihat apa yang ada di bawah permukaan dan memahami, bahwa yang sedang diberitakan itu adalah Sabda Allah sendiri.
T a h u n I m a n | 14
“Pengakuan dengan bibir” itu pada gilirannya menunjukkan, bahwa “beriman” itu mengandung juga pengertian “kesaksian secara publik” serta sebuah komitmen. Seorang Kristiani tidak pernah boleh berpikir bahwa beriman itu adalah urusan pribadi saja. Beriman berarti memilih untuk memihak kepada Allah dan dengan demikian berada dengan Dia juga. “Memihak kepada Dia” ini ke depan menunjuk kepada pemahaman akan alasan-alasan mengapa dia menjadi percaya. Iman-kepercayaan, justru karena dia adalah suatu tindakan yang bebas, juga menuntut pertanggungjawaban sosial atas apa yang diimaninya. Pada hari Pentakosta Gereja menunjukkan dengan sejelas-jelasnya dimensi publik dari keberimanan ini dan memberitakan dengan tanpa takut iman-keprcayaan seseorang kepada setiap orang. Anugerah Roh Kuduslah yang telah membuat kita siap untuk diutus dan menguatkan kesaksian kita serta menjadikannya terus-terang dan berani. Pengakuan iman adalah suatu tindakan yang sekaligus bersifat perseorangan sendiri-sendiri, tetapi juga secara berkomunitas bersama-sama. Gerejalah yang sebenarnya pertama-tama menjadi subjek iman-kepercayaan. Di dalam iman-kepercayaan dari komunitas kristiani, setiap pribadi individual menerima baptisan, suatu tanda yang efektif masuknya ke dalam kalangan umat beriman untuk memperoleh keselamatan. Dalam buku Katekismus Gereja Katolik, kita membaca: “Aku percaya”, itulah iman Gereja, sebagaimana setiap orang beriman mengakui secara pribadi, terutama pada waktu Pembaptisan. “Kami percaya” itulah iman Gereja, sebagaimana para Uskup yang berkumpul dalam konsili itu mengakui, atau lebih umum, sebagaimana umat beriman mengakui dalam liturgi. “Aku percaya”: demikianlah juga Gereja, ibu kita berbicara, yang menjawab Allah melalui imannya dan yang mengajar kita berkata: “aku percaya”, “kami percaya.”[17] Jelas sekali, bahwa pengetahuan akan isi iman-kepercayaan adalah sesuatu yang hakiki agar seseorang dapat memberikan persetujuannya, artinya untuk
T a h u n I m a n | 15
mengikatkan diri sepenuhnya, dengan segenap akal-budi dan kehendaknya, kepada apa yang ditawarkan oleh Gereja. Pengetahuan akan iman-keprcayaan ini membuka pintu masuk ke dalam kepenuhan misteri karya penyelamatan yang diwahyukan oleh Allah. Persetujuan yang kita berikan itu berarti pula, bahwa ketika kita percaya, kita menerima dengan bebas seluruh misteri iman-kepercayaan, sebab penjamin dari kebenarannya adalah Allah sendiri, yang mewahyukan dirinya sendiri dan mengijinkan kita mengetahui misteri cinta-kasih-Nya.[18] Di pihak lain, kita tidak boleh melupakan, bahwa di dalam konteks budaya kita, ada banyak bangsa, yang meskipun tidak menyatakan memiliki anugerah iman itu, namun secara tulus mereka mencari arti makna yang tertinggi dan kebenaran yang pasti dari hidup dan dunia mereka. Pencarian ini merupakan “pendahuluan” yang otentik kepada iman-kepercayaan, justru karena ia menuntun orang pada jalan yang membawanya ke misteri Allah. Sebenarnya akal-budi manusia mengandung di dalam dirinya tuntutan pada “apa yang selamanya sahih dan langgeng.”[19] Tuntutan ini mengandung suatu panggilan yang menetap, karena terpatri secara tak-terhapuskan di dalam hati manusia, yang membuatnya bergerak mencari Dia yang kita tidak akan mencarinya seandainya Dia sudah tidak lebih dahulu bergerak untuk mendapatkan kita.[20] Pada perjumpaan inilah iman-kepercayaan mengundang kita dan membuka diri kita sepenuh-penuhnya. 11. Untuk sampai pada pemahaman sistematik pada isi iman-kepercayaan itu, semua orang dapat menemukannya di dalam buku Katekismus Gereja Katolik, suatu sarana-bantu yang sangat berharga dan tak tergantikan. Dokumen itu adalah salah satu buah terpenting Konsili Vatikan Kedua. Dalam Konstitusi Apostolik Fidei Depositum, yang ditandatangani, bukan hanya karena kebetulan, pada Hari Ulang Tahun ketigapuluh Pembukaan Konsili Vatikan II. Beato Yohanes Paulus II menulis: ”Katekismus ini akan menjadi suatu kontribusi yang sangat penting bagi karya pembaruan seluruh
T a h u n I m a n | 16
kehidupan Gereja … Maka saya menyatakan katekismus itu menjadi suatu sarana-bantu yang sah dan legitim bagi persekutuan gerejawi dan menjadi norma yang pasti bagi pengajaran iman.”[21] Dalam arti inilah bahwa Tahun Iman itu harus mengupayakan suatu usaha terpadu untuk menemukan kembali dan untuk mempelajari isi muatan fundamental iman-kepercayaan yang sekarang disarikan secara sistematis dan secara organis di dalam Katekismus Gereja Katolik. Di sinilah, sebenarnya, kita melihat kekayaan ajaran yang telah diterima oleh Gereja, dijaga, dan diwartakan sepanjang dua ribu tahun sejarah keberadaannya. Dari Kitab Suci sampai ke Para Bapa-bapa Gereja, dari para pakar teologi sampai ke para kudus sepanjang segala abad, Katekismus ini memberikan rekaman yang menetap dari banyak cara yang dipergunakan Gereja untuk merenungkan iman itu dan berkembang maju dalam ajaran, dan dengan demikian kepastian bagi para beriman dalam kehidupan beriman mereka. Dalam strukturnya yang seperti itu Katekismus Gereja Katolik ini mengikuti perkembangan iman-kepercayaan langsung kepada tema-tema besar dalam kehidupan sehari-hari. Di setiap halaman demi halaman, kita temukan, bahwa apa yang disajikan di sini bukanlah teori belaka, akan tetapi sungguh suatu perjumpaan dengan Seorang Pribadi yang hidup di dalam Gereja. Pengakuan iman diikuti oleh penerimaan kehidupan sakramental di mana Kristus hadir, bergiat dan melanjutkan karya-Nya membangun Gereja. Tanpa liturgi dan sakramen-sakramen, pengakuan itu akan kehilangan daya-gunanya, sebab dia akan kehilangan rahmat yang mendukung kesaksiannya secara Kristiani. Melalui kriteria yang sama, ajaran Katekismus ini tentang kehidupan moral mendapatkan artinya yang penuh, apabila memang ditempatkan dalam keterikatannya dengan iman-kepercayaan, liturgi dan doa.
T a h u n I m a n | 17
12. Maka dari itu dalam Tahun Iman itu nanti, Katekismus Gereja Katolik itu akan dipergunakan sebagai sarana bantu untuk memberikan dukungan yang nyata bagi iman-kepercayaan, terutama bagi mereka yang terkait dengan pembinaan umat kristiani, yang berada dalam saat sangat krusial dalam konteks budaya kita. Untuk maksud itu saya telah mengundang Kongregasi Untuk Ajaran Iman, dalam kesepakatan dengan Dikasteri-dikasteri Takhta Suci yang kompeten, untuk mempersiapkan sebuah Nota, yang akan memberikan arahan-arahan kepada umat beriman Gereja dan perseorangan tentang bagaimana harus menghayati Tahun Iman itu seefektif dan setepat mungkin bagi kepentingan iman-kepercayaan dan pewartaan. Dalam skala yang lebih besar dari pada di masa lampau, sekarang ini iman dihantam dengan serangkaian pertanyaan yang muncul dari suatu sikap dasar yang sudah berubah, yang, khususnya dewasa ini, bidang kepastian-kepastian rasional diberi pembatasan-pembatasan terhadap penemuan-penemuan ilmiah dan teknologi. Namun demikian, Gereja tidak pernah merasa takut untuk tetap menunjukkan, bahwa tidak mugkin ada pertentangan antara iman dan ilmu yang sejati, sebab keduanya, kendatipun jalur yang ditempuh berbeda, mengarah menuju kepada kebenaran.[22] 13. Satu hal yang akan sangat menentukan dalam tahun Iman itu adalah, bila kita menelusuri sejarah iman kita yang sebenarnya ditandai dengan misteri yang tak terkatakan dari keterjalinan antara kesucian dan dosa. Sementara yang pertama menyoroti kontribusi besar yang diprestasikan oleh laki-laki atau perempuan bagi pertumbuhan dan perkembangan persekutuan melalui kesaksian hidup mereka, yang kedua harus menantang dari setiap orang suatu kerja yang tulus dan berlanjut dari pertobatan untuk mengalami belas-kasih Bapa, yang dtawarkan kepada semua orang. Selama waktu itu kita akan harus tetap memandang Yesus Kristus, “yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada
T a h u n I m a n | 18
kesempurnaan” (Ibr. 12:2): di dalam Dia, semua kekhawatiran dan semua kerinduan hati manusia mendapatkan pemenuhannya. Sukacita dari kasih, jawaban atas drama penderitaan dan kesakitan, kekuatan dari pengampunan di hadapan sebuah penghinaan yang diterima dan kemenangan hidup atas kehampaan kematian: semuanya itu mendapatkan kepenuhannya di dalam misteri inkarnasi-Nya, ketika Dia menjadi manusia, ketika Dia mengambil-bagian di dalam kelemahan manusiawi kita, sehingga semuanya itu ditransformasikan-Nya melalui kekuatan dari kebangkitan-Nya. Di dalam Dia yang telah mati lalu bangkit kembali demi keselamatan kita itu, contoh teladan iman-kepercayaan yang telah menandai dua ribu tahun sejarah keselamatan kita ini mendapatkan pencerahan yang sepenuh-penuhnya. Dengan iman, Maria menerima kata-kata Malaekat dan percaya kepada pesan bahwa dia akan menjadi Bunda Allah dalam ketaatan dari kesalehannya (bdk. Luk. 1:38). Ketika mengunjungi Elizabet, dia melambungkan madah pujiannya kepada Yang Mahatinggi karena karya ajaib yang telah dikerjakan-Nya di dalam diri mereka yang menaruh kepercayaan kepada-Nya (bdk. Luk. 1:46-55), Dengan sukacita dan kegentaran dia melahirkan anaknya yang tunggal, dengan keperawanannya yang tetap tak ternoda (bdk. Luk.2:6-7). Sambil tetap mempercayai Yusuf, suaminya, ia membawa Yesus ke Mesir untuk menyelamatkan-Nya dari pengejaran Herodes (bdk. Mat, 2:15-17). Dengan kepercayaan yang sama, ia mengikuti Tuhan dalam pewartaan-Nya dan tetap menyertai-Nya sampai ke Golgota (bdk. Yoh. 19:25-27). Dengan iman-kepercayaannya, Maria mengecap buah-buah kebangkitan Yesus dan sambil tetap menyimpan setiap kenangan di dalam hatinya (bdk. Luk. 2:19,51). Ia menyerah-alihkan itu kepada Keduabelas Rasul yang berkumpul di ruang atas untuk menerima Roh Kudus (bdk. Kis, 114-2:1-4). Dengan iman, para rasul telah meninggalkan semuanya dan mengikuti Tuhan mereka (bdk. Mat. 10:28). Mereka percaya kepada kata-kata yang diwartakan-Nya tentang Kerajaan Allah yang telah datang dan dipenuhi di
T a h u n I m a n | 19
dalam diri-Nya (bdk. Luk. 11:20). Mereka hidup dalam persekutuan dengan Yesus yang membina mereka dengan ajaran-Nya, dengan mewariskan kepada mereka suatu peraturan hidup, dengan mana mereka akan dikenal sebagai murid-murid-Nya setelah kematian-Nya (bdk. Yoh. 13:34-35). Dengan iman, mereka pergi ke seluruh dunia, mengikuti perintah-Nya untuk mewartakan Kabar Gembira kepada semua ciptaan (bdk. Mrk. 16:15) dan dengan tanpa takut mereka mewartakan kepada semua orang sukacita kebangkitan, tentangnya mereka adalah saksi-saksinya yang setia. Dengan iman, para murid membentuk komunitas pertama, yang dihimpun di sekeliling ajaran para rasul, di dalam doa, di dalam perayaan Ekaristi, sambil mempertahankan kepunyaan mereka sebagai milik bersama dan dengan demikian mereka memenuhi kebutuhan saudara-saudara (bdk. Kis. 2:42-47). Dengan iman, para martir menyerahkan hidup mereka, sambil memberi kesaksian pada kebenaran Injil yang telah mengubah hidup mereka dan membuat mereka mampu mendapatkan anugerah terbesar dari cinta-kasih: yakni pengampunan kepada para penganiaya mereka. Dengan iman, pria dan wanita telah membaktikan hidup mereka di dalam Kristus, sambil meninggalkan segala sesuatu, untuk dapat hidup dalam ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian dalam kesederhanaan injili, sebagai tanda nyata dari penantian mereka akan kedatangan Tuhan yang tidak akan tertunda. Dengan iman, tak terbilang banyaknya orang kristiani telah memajukan tindakan bagi keadilan sehingga dengan demikian mereka melaksanakan sabda Tuhan, yang datang untuk mewartakan pembebasan dari semua penindasan dan mewartakan kedatangan suatu tahun penuh kebaikan bagi semua orang (bdk. Luk. 4:18-19).
T a h u n I m a n | 20
Dengan iman, sepanjang abad-abad, pria dan wanita dari segala usia, yang namanya tercatat di dalam Kitab Kehidupan (bdk.Why. 7:9; 13:8), telah mengakui keindahan hal mengikuti Tuhan Yesus kemana pun mereka dipanggil untuk memberi kesaksian pada kenyataan, bahwa mereka adalah orang-orang kristiani: di dalam keluarga, di tempat kerja, dalam kehidupan publik, dalam menjalankan kharisma dan pelayanan yang menjadi panggilan hidup mereka. Dengan iman, kita juga hidup: sambil menghayati pengakuan kita kepada Tuhan Yesus, yang hadir di dalam hidup kita dan sejarah kita. 14. Tahun Iman itu juga akan menjadi sebuah kesempatan yang bagus untuk mengintensifkan kesaksian amal-kasih, sebagaimana diingatkan oleh Santo Paulus kepada kita: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” (Kor. 13:13) Dengan kata-kata yang lebih kuat, ‒ yang senantiasa telah menempatkan orang Kristiani di bawah kewajiban, ‒ Santo Yakobus mengatakan: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: “Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” (Yak. 2:14-18). Iman tanpa kasih tidak akan menghasilkan buah, sedang kasih tanpa iman hanya akan merupakan suatu perasaan yang senantiasa berada di bawah kuasa kebimbangan. Iman dan kasih saling membutuhkan satu sama lain, sedemikian sehingga yang satu akan membiarkan yang lain untuk tampil
T a h u n I m a n | 21
menurut jalurnya sendiri-sendiri. Memang, banyak orang kristiani membaktikan hidupnya dengan kasih bagi mereka yang tersendiri, yang terpinggirkan atau yang terkucilkan, sebagaimana juga bagi mereka yang pertama-tama menuntut perhatian kita dan yang paling penting bagi kita untuk dibantu, sebab justru di dalam diri merekalah tampak cerminan wajah Kristus sendiri. Melalui iman kita dapat mengenal wajah Tuhan yang bangkit di dalam diri mereka yang meminta kasih kita. “Sesungguhnya, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat. 25:40) Kata-kata ini haruslah menjadi peringatan yang tidak boleh dilupakan dan harus menjadi undangan yang menetap bagi kita untuk membalas kasih dengan mana Tuhan telah senantiasa memperhatikan kita. Imanlah yang memampukan kita mengenal Kristus dan kasih-Nyalah yang mendorong kita untuk membantu-Nya kapan saja Dia menjadi sesama yang kita jumpai dalam perjalanan hidup kita. Dikuatkan oleh iman, marilah kita memandang kepada komitmen kita di dunia ini sambiil menantikan “surga baru dan dunia baru, di mana terdapat kebenaran.” (2Ptr. 3:13; bdk. Why. 21:1) 15. Ketika sampai pada akhir hidupnya, Santo Paulus meminta Timotius muridnya untuk “mengejar iman” (lih. 2Tim. 2:22) dengan kesetiaan yang sama seperti ketika ia masih muda (bdk. 2Tim. 3:15). Kita mendengar undangan ini ditujukan juga kepada masing-masing kita, supaya jangan ada di antara kita yang menjadi malas di dalam iman. Iman yang menjadi pendamping seumur hidup inilah yang membuat kita mampu untuk memahami, setiap kali secara baru, karya-karya ajaib Tuhan bagi kita. Sambil senantiasa peka terhadap tanda-tanda jaman yang terhimpun di dalam sejarah kita di masa sekarang ini, iman itu membuat masing-masing kita sendiri menjadi tanda dari kehadiran Tuhan yang bangkit di dunia kita ini. Apa yang secara khusus dibutuhkan oleh dunia kita sekarang ini adalah kesaksian yang dapat dipercaya dari orang-orang yang mendapatkan pencerahan di dalam budi dan hatinya oleh sabda Tuhan dan kemudian
T a h u n I m a n | 22
mampu membuka hati dan budi bagi banyak orang lain untuk merindukan Allah dan hidup yang sejati, hidup yang kekal abadi. “Supaya firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan” (2Tes. 3:1): semoga Tahun Iman ini membuat hubungan kita dengan Krsitus, Tuhan, semakin bertambah kuat, karena hanya di dalam Dialah ada kepastian untuk memandang masa depan dan ada jaminan dari kasih yang sejati dan lestari. Semoga kata-kata Santo Petrus ini akan dapat memberikan seberkas pencahayaan yang terakhir atas iman ini: “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu — yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api — sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.” (1Ptr. 1:6-9) Hidup umat kristiani mengenal baik pengalaman sukacita maupun pengalaman penderitaan. Betapa banyak orang-orang kudus yang hidup di dalam kesunyian. Betapa banyak umat beriman, juga sampai pada hari ini, yang merasa dicobai oleh sikap diam Allah, sementara mereka ingin mendengarkan suara-Nya yang menghibur. Percobaan-percobaan hidup, sementara hal itu memang membantu kita untuk memahami misteri salib dan turut mengambil-bagian dalam penderitaan Kristus (bdk. Kol. 1:24), menjadi juga suatu pendahuluan kepada sukacita dan harapan ke mana iman juga mengarahkan: “jika aku lemah, maka aku kuat.” (2Kor. 12:10) Kita percaya dengan kepastian yang kokoh bahwa Tuhan Yesus telah mengalahkan kejahatan dan kematian. Dengan kepercayaan yang pasti ini kita mempercayakan diri kita kepada-Nya: Dia, yang hadir di tengah-tengah kita, mengalahkan kekuatan si jahat itu (bdk. Luk. 11:20) dan Gereja,
T a h u n I m a n | 23
persekutuan belas-kasih-Nya yang tampak, tinggal di dalam Dia sebagai suatu tanda rekonsiliasi yang definitif dengan Bapa. Marilah kita mempercayakan waktu penuh rahmat ini kepada Bunda Allah, yang diwartakan sebagai yang “berbahagialah ia, yang telah percaya.“ (Luk. 1:45) Dikeluarkan di Roma, dari Basilika Santo Petrus, pada tanggal 11 Oktober 2011, tahun kepausan saya yang ke tujuh. PAUS BENEDIKTUS XVI
Catatan Kaki: [1] Homili pada awal menjabat sebagai Uskup Roma dalam pelayanan sebagai pengganti Petrus (24 April 2005):AAS 97 (2005), 710. [2]Lih. Benedictus XVI, Homili dalam Misa “Terreiro do Paço” di Lisabon, (11 Mai 2010); Insegnamenti VI: 1 (2010), 673. [3] Lih. Joannes Paulus II, Konstitusi Apostolik Fidei Depositum (11 Oktober 1992): AAS 86 (1994), 113-118. [4] Lih. Laporan terakhir Sinode Luar Biasa II Para Uskup (7 Desember 1985), II, B, a, 4 in Enchiridion Vaticanum, ix, n. 1797. [5] Paulus VI, Ekshortasi Apostolik Petrum et Paulum Apostolos pada perayaan XIX abad kemartiran St Petrus dan Paulus (22 Februari 1967): AAS 59 (1967), 196. [6] Ibid., 198. [7] Paulus VI, Credo Umat Allah, Homilidalam Misa pada perayaan XIX abad kemartiran St Petrus dan Paulus pada penutupan “Tahun Iman” (30 Juni 1968): AAS60 (1968), 433-445. [8] PaulusVI, Audiensi Umum (14 Juni 1967): Insegnamenti V (1967), 801.
T a h u n I m a n | 24
[9] Joannes Paulus II, Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte (6 Januari 2001), 57: AAS 93 (2001), 308 [10] Sambutan kepada Curia Romana, (22 Desember 2005): AAS 98 (2006), 52. [11] Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstiotusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium, 8. [12] De Utilitate Credendi, I:2. [13] Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi tentang Lityurgi Suci Sacrosanctum Concilium, 10. [14] KOnsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci Sacrosanctum Concilium, 10. [15] Lih.. Joannes Paulus II, Konstitusi Apostolik Fidei Depositum (11 Oktober 1992): AAS 86 (1994), 116. [16] Sermo 215:1. [17]Katekismus Gereja Katolik, 167. [18] Lih.Konsili ekumenis Vatikan I, Konstitusi Dogmatis tentang Iman Katolik, Dei Filius, Bab. III: DS 3008-3009: Konsili ekumenis Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi Dei Verbum, 5. [19] Benediktus XVI, Sambutan di Collège des Bernardins, Paris (12 September 2008): AAS100 (2008), 722. [20] Lih.. Santo Augustinus, Confessions, XIII:1. [21] Joannes Paulus II, Konstitusi Apostolik Fidei Depositum (11 Oktober 1992): AAS 86 (1994), 115 dan 117. [22] Lih. Joannes Paulus II, Ensiklik Fides et Ratio (14 September 1998), 34, 106: AAS 91 (1999), 31-32, 86-87.
T a h u n I m a n | 25
RINGKASAN
PETUNJUK-PETUNJUK PASTORAL
UNTUK TAHUN IMAN
oleh Kongregasi Ajaran Iman
Pada tanggal 6 Januari 2012 Kongregasi Ajaran Iman, dengan Nota Pastoral, telah menyampaikan beberapa usulan, anjuran, dan petunjuk untuk mengisi Tahun Iman di tingkat Konferensi para Uskup, keuskupan, paroki, hidup bakti, serta gerakan-gerakan gerejani.
Tahun Iman ini adalah kesempatan penuh rahmat agar umat kristiani-katolik sungguh menyadari dan menyelami, bahwa iman itu adalah perjumpaan dengan Pribadi Yesus Kristus yang sudah bangkit; Dialah yang memberi cakrawala baru serta arah hidup yang menentukan. Di jaman kita ini juga, "iman adalah anugerah yang perlu ditemukan kembali, dipelihara dan dinyatakan dalam kesaksian” (n.2).
Kiranya Tuhan memberi kepada kita masing-masing penghayatan yang indah dan menggembirakan sebagai orang beriman kristiani. Petunjuk-petunjuk untuk merayakan Tahun Iman ini bertujuan untuk mendukung perjumpaan dengan Yesus Kristus melalui saksi, pewarta, evangelis iman yang otentik, serta pengetahuan yang benar mengenai inti ajaran iman katolik.
Diharapkan juga agar penghayatan iman yang penuh kegembiraan mendukung peneguhan persatuan dan kesatuan antara kelompok-kelompok yang masuk dalam Gereja Kristus.
A. TINGKAT GEREJA UNIVERSAL
1. Sidang Agung ke-13, yaitu Sinode para Uskup dengan fokus utama: EVANGELISASI BARU UNTUK MENERUSKAN PEWARTAAN IMAN KRISTIANI. Sinode Agung ini dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012 dan sekaligus secara resmi merupakan pembukaan Tahun Iman. Hendaknya umat mendukung dengan doa.
T a h u n I m a n | 26
2. Baik juga bila memungkinkan dilaksanakan peziarahan ke Tahta Suci Santo Petrus serta memperbaharui iman kepada Allah Tritunggal: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Demikian juga didorong peziarahan ke Tanah Suci.
3. Berziarah ke tempat penampakan Bunda Maria atau tempat berkaitan Bunda tersuci di daerah masing-masing. Dalam Tahun Iman ini, umat kristiani hendaknya memandang Bunda Maria - citra Gereja - yang menyatukan dalam DIRINYA perwujudan iman, dengan memahami peranan Bunda Maria dalam karya keselamatan, mencintaiNya khususnya melalui peziarahan dan perayaan di tempat yang telah disucikanNya.
4. Diharapkan Hari Kaum Muda Katolik sedunia di Rio de Janeiro pada Juli 2013 akan memberi kesempatan kepada kaum muda katolik untuk mengalami kegembiraan yang berasal dari iman kepada Yesus Kristus dalam persekutuan dengan seluruh Gereja Katolik.
5. Hendaknya diadakan sejenis simposium, seminar, dan pertemuan-pertemuan tingkat internasional yang mendukung kesaksian iman sejati dan pengetahuan ajaran iman katolik. Dengan demikian nyatalah bahwa Sabda ilahi pada jaman kita ini berkembang dan mampu memberi kesaksian; hendaknya iman menjadi standar dan nilai terhadap ilmu dan karya bagi seluruh hidup manusia.
6. Diharapkan juga digiatkan studi untuk memahami dan menyelami ajaran iman katolik yang telah disampaikan melalui Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik.
7. Hal yang sama diharapkan dapat direncanakan bagi para seminaris pada awal tahun propedeutik (persiapan) dan dalam studi teologi, untuk para imam, para novis pria dan wanita dan bagi mereka yang menghayati hidup bakti serta gerakan-gerakan gerejani. Kepada mereka yang menghayati hidup bertapa, rahib, dan rubiah dianjurkan doa khusus.
8. Dalam Tahun Iman, hendaknya kita bekerjasama dengan Komisi Kepausan Bagi Kesatuan antar Umat Kristiani. Oleh sébab itu diharapkan juga kegiatan dalam bentuk ekumenis karena salah satu
T a h u n I m a n | 27
intensi dari Konsili Ekumene Vatikan II adalah pemulihan kesatuan tersebut untuk bersama-sama mengungkapkan iman yang sama antara semua umat yang telah dibabtis.
9. Untuk seluruh kegiatani ini hendaknya dibentuk sebuah Sekretariat yang mengkoordinasi seluruh inisiatif dari pelbagai Dikasteri. Akan disediakan pula sebuah situs internet khusus yang menyediakan pelbagai informasi terkait Tahun Iman ini.
10. Penutupan Tahun Iman akan dirayakan pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam, tgl 24 November 2013, dengan perayaan Ekaristi dan pembaharuan iman katolik/Credo.
B. TINGKAT KONFERENSI PARA USKUP
1. Hendaknya para konferensi merencanakan suatu hari khusus tentang iman, kesaksian pribadi, dan gaya pewartaan bagi bagi kaum muda, karena para uskup adalah guru dan bentara iman.
2. Sangat berguna bila diterbitkan kembali dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, Katekismus Gereja Katolik, dan Kompendium dalam bentuk saku, serta membahas tema yang penting dan mendesak menyangkut problem-problem kaum muda. Dalam hal ini diminta memanfaatkan alat teknologi komunikasi dan elektronik.
3. Dapat diusahakan penerjemahan dokumen dalam bahasa-bahasa mana pun dan diusahakan juga dana untuk mewujudkan hal tersebut. Semua ini di bawah pengawasan Konsilium/tim evangelisasi bangsa-bangsa.
4. Para gembala umat dapat mengusahakan penggunaan fasilitas teknologi komunikasi, TV, radio, film, untuk mengenalkan hal-hal mengenai iman, ajaran, dan makna gerejani Konsili Vatikan II bagi publik secara lebih luas.
5. Para kudus dan beatus merupakan saksi sejati iman. Oleh sebab itu, hendaknya diberi kesempatan agar mereka diperkenalkan di daerah asal masing-masing dengan memanfaatkan pula alat komunikasi modern.
T a h u n I m a n | 28
6. Hendaknya karya seni berupa bangunan, lukisan, dan lain-lain yang terdapat di daerah konferensi para uskup dilindungi dan dipelihara karena karya seni dapat menjadi sarana katekese yang potensial.
7. Di sekolah tinggi teologi, seminari, dan universitas katolik, para dosen melalui ajaran masing-masing hendaknya diajak untuk membuktikan relevansi/pengaruh isi Katekismus Gereja Katolik beserta implikasinya dalam pelbagai mata kuliah yang mereka ajarkan.
8. Dengan kerjasama antara para teolog dan para pengarang hendaknya dibuat bahan atau selebaran apologetis dengan isi yang dapat dipercaya untuk disebarkan secara luas. Harapannya agar setiap orang beriman dapat menemukan jawaban yang lebih baik atas pelbagai persoalan iman yang dihadapinya dalam banyak kesempatan, misalnya dalam sekte-sekte yang muncul, terhadap masalah sekularisme, relatisme, dan pertanyaan yang berasal dari budaya dan kemajuan ilmu serta kesulitan beraneka ragam lainnya.
9. Sangat diharapkan agar segala pengajaran, bahan-bahan katekese di tingkat lokal selalu disesuaikan dengan ajaran Katekismus Gereja Katolik atau menggunakan katekismus-katekismus yang sudah diterbitkan di salah satu konferensi para uskup, untuk saling melengkapi, bila perlu.
10. Dengan kerjasama dengan Kongregasi Pendidikan Katolik hendaknya diteliti sampai sejauh mana isi Katekismus Gereja Katolik telah diperhatikan dalam Ratio Studiorum bagi para calon imam dan dalam kurilulum teologi.
C. TINGKAT KEUSKUPAN
1. Hendaknya pembukaan dan penutupan Tahun Iman dirayakan secara meriah di setiap Gereja setempat (katedral) untuk mengakui iman akan Yesus Kristus yang sudah bangkit.
2. Dirasa penting agar setiap keuskupan mengadakan satu hari studi khusus untuk membahas Katekismus Gereja Katolik, terutama bagi para imam, biarawan-biarawati, dan para katekis. Dalam kesempatan ini, baik bila
T a h u n I m a n | 29
mereka diajak untuk menemukan kembali kegembiraan yang diperoleh berkat iman, lebih-lebih di mana terdapat Gereja muda — daerah misi.
3. Hendaknya setiap Uskup mengeluarkan surat gembala bertemakan iman dengan mengingatkan kembali peranan besar Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik, sambil tetap memperhatikan keistimewaan dan kebutuhan setempat yang ditemukan di tengah umatnya.
4. Diharapkan agar di setiap keuskupan direncanakan pertemuan-pertemuan tentang katekese yang ditujukan kepada kaum muda atau kepada mereka yang mau mencari arah hidup untuk menemukan keindahan panggilan iman gerejani serta menggalakkan pertemuan yang berisi kesaksian iman yang penuh makna. Semua ini hendaknya selalu berada di bawah pengawasan Uskup.
5. Diharapkan dapat dilihat kembali sampai sejauh mana ajaran Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik telah diterima dan dihayati dalam hidup dan misi Gereja setempat dan demi peningkatan peranan seksi katekese dalam keuskupan yang bertanggung jawab atas pendidikan para katekis mengenai inti ajaran iman.
6. Materi kegiatan bina lanjut bagi para klerus selama Tahun Iman ini dapat difokuskan pada dokumen Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik, dengan membahas tema-tema misalnya: "pewartaan akan Kristus yang sudah bangkit"; "Gereja sebagai sakramen keselamatan"; "misi pewartaan/evangelisasi di dunia sekarang ini"; "iman dan mereka yang tidak percaya"; "iman, ekumenisme, dan dialog antar agama"; "iman dan hidup kekal"; "hermeneutika tentang pembaharuan yang berkesinambungan"; "Katekismus dalam kepedulian pastoral".
7. Para Uskup diajak, khususnya pada masa prapaska, merencanakan perayaan tobat untuk memohon pengampunan kepada Allah, khususnya atas dosa-dosa melawan iman. Dalam Tahun Iman ini hendaknya imat diberi kesempatan untuk menerima Sakramen Pengampunan dengan penuh kesadaran dan secara lebih rutin.
8. Hendaknya dunia akademik dan budaya dilibatkan demi peningkatan dialog yang kreatif antara fides et ratio (iman dan akal) melalui seminar,
T a h u n I m a n | 30
pertemuan, atau hari studi khususnya di pelbagai universitas katolik, untuk menunjukkan bahwa antara iman dan ilmu yang sejati tidak ada pertentangan karena keduanya, meskipun melalui jalan yang berbeda, terarah kepada Kebenaran — Veritas.
9. Dianggap penting untuk merencanakan pertemuan-pertemuan dengan mereka yang, walaupun tidak menyatakan secara eksplisit memiliki karunia iman, namun memiliki usaha/tingkah yang jujur untuk mencari kebenaran dan nilai akhir tentang hidup mereka dan tentang dunia.
10. Tahun Iman ini juga menjadi kesempatajn untuk lebih mempedulikan sekolah-sekolah katolik, yang merupakan tempat yang tepat untuk memberi kesaksian hidup tentang Tuhan kepada para murid dan untuk memelihara iman mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana katekese yang baik, misalnya: Kompendium Katekismus Gereja Katolik dan Youcat (Katekismus untuk Orang Muda).
D. TINGKAT PAROKI / KOMUNITAS / KELOMPOK / GERAKAN GEREJANI-
1. Diperkenalkan kepada umat surat kepausan mengenai Tahun Iman, Porta Fidei.
2. Meningkatkan perayaan iman dalam liturgi, secara khusus melalui sakramen Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristilah misteri iman, sumber evangelisasi baru, yaitu iman Gereja diwartakan, dirayakan, dan dikuatkan. Semua umat beriman hendaknya diajak untuk berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi dengan lebih aktif, berbuah, dan penuh kesadaran, sehingga mereka menjadi saksi-saksi sejati akan Allah.
3. Para imam hendaknya menaruh perhatian lebih pada studi tentang Dokumen Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik dan mengambil bahan-bahan pastoral, katekese, homili, dan persiapan pelayanan sakramental darinya. Bahan-bahan homili kiranya juga menekankan aspek pokok iman, seperti: “perjumpoaan dengan Kristus”, “isi fundamental iman”, serta ”iman dan gereja”.
T a h u n I m a n | 31
4. Para katekis hendaknya berpegang teguh pada materi ajaran Katekismus Gereja Katolik di bawah bimbingan para pastor. Mereka dapat mengadakan pertemuan kelompok umat beriman, saling bekerjasama untuk memperdalam pemahaman iman sehingga terbentuklah komunitas-komunitas iman yang bersaksi tentangnya.
5. Kiranya setiap paroki ada isaha untuk membagikan Katekismus Gereja Katolik atau Kompendium dan biku lain yang sesuai untuk keluarga, karena keluarga adalah gereja kecil dan tempat utama pewarisan iman. Hal ini bisa dilakukan dalam pelbagai kesempatan, seperti: pemberkatan rumah, baptisan dewasa, penerimaan krisma dan perkawinan.
6. Pengenalan akan pentingngya misi dan program-program populer lain di paroki dan di tempat bekerja kiranya dapat membantu umat beriman untuk menemukan kembali anugerah iman yang diterima ketika baptisan dan tugas untuk menjadi saksi iman dengan menyadari hakekat panggilan orang kristen sebagai rasul.
7. Selama masa ini, para anggota Tarekat Hidup Bakti dan Komunitas Karya Kerasulan hendaknya diajak untuk berkarya bagi karya evangelisasi baru dengan semangat persatuan pada Tuhan Yesus yang senantiasa diperbaharui pula, masing-masing menuurut karismanya, dengan kesetiaan pada Bapa Suci dan ajaran iman.
8. Komunitas kontemplatif selama masa ini hendaknya berdoa dengan lebih intensif terutama bagi pembaharuan iman di antara Umat Allah dan bagi dorongan baru yang mendukung penerusan iman di kalangan orang muda.
9. Kelompok dan gerakan-gerakan gerejani lain juga diajak untuk mengambil inisiatif keterlibatan selama Tahun Iman ini, masing-masing dengan karismanya sendiri dan dalam kerjasama dengan para pastornya. Kelompok dan Gerakan gerejani yang baru kiranya dapat pula menemukan cara-cara baru untuk memberikan kesaksian iman mereka secara kreatif dan murah hati.
10. Seluruh umat beriman, yang dipanggil untuk memperbaharui karunia iman, hendaknya berusaha mengkomunikasikan pengalaman iman dan
T a h u n I m a n | 32
kasih mereka dengan saudara-saudara yang beragama lain, dengan mereka yang tidak beriman, dan dengan mereka yang bahkan tidak peduli dengan iman. Dengan cara itu kita berharap bahwa seluruh umat kristiani akan memulai suatu bentuk perutusan kepada siapa pun mereka hidup dan berkarya, dengan kesadaran bahwa mereka telah menyambut kabar keselamatan yang ditawarkan bagi setiap orang
E. PENUTUP
Iman adalah teman hidup yang memampukan kita menangkap, juga hal-hal baru, keindahan yang dilakukan Allah bagi kita. Dengan mencermati tanda-tanda jaman dalam kekinian sejarah, iman itu menuntut kita semua untuk menjadi tanda hidup bagi kehadiran Tuhan yang telah bangkit di dunia ini. Iman itu menyangkut baik tindakan pribadi maupun komunal: iman adalah karunia ilahi yang harus dihayati dalam persatuan dengan Gereja dan harus dikomunikasikan kepada dunia. Setiap kegiatan dalam Tahun Iman hendaknya diarahkan untuk membantu penemuan kembali yang menggembirakan atas iman dan penerusannya yang senantiasa diperbaharui.
Petunjuk yang telah kami sajikan ini bertujuan untuk mengajak semua anggota Gereja melibatkan diri agar Tahun Iman ini menjadi kesempatan yang istimewa untuk membagikan apa yang kita anggap bernilai tinggi: Kristus Yesus, Penebus umat manusia, Raja semesta alam, "pemimpin dan penyempurna iman" (Ibr : 12 : 2).
Dikeluarkan di Roma, Kongregasi untuk Ajaran Iman, 6 Januari 2012, pada Hari Raya Penampakan Tuhan.
William Cardinal Levada Luis F. Ladaria
Ketua SekretarisUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-6410468172754853362012-10-12T10:39:00.001+07:002012-10-12T10:39:21.074+07:00Surat Gembala Tahun Iman
Bagi Umat Katolik Keuskupan Surabaya
(Dibacakan di semua gereja dan kapel di seluruh wilayah Keuskupan Surabaya, tanggal 6-7 atau 13-14 Oktober 2012)
Para Saudara terkasih,
Bapa Suci Paus Benediktus XVI, melalui Surat Apostolik dengan judul “Porta Fidei” (Pintu Kepada Iman), telah mencanangkan Tahun Iman, yang akan dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012 dan akan ditutup pada Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam pada tanggal 24 November 2013. Perayaan Tahun Iman ini berkaitan dengan peringatan 50 tahun Pembukaan Konsili Vatikan II dan 20 tahun sejak penerbitan buku Katekismus Gereja Katolik terbaru. Untuk Keuskupan Surabaya, saya akan membukanya dengan perayaan Ekaristi pada tanggal 18 Oktober 2012 di Gua Maria Lourdes Puhsarang - Kediri, pukul 23.00 WIB.
Dalam Surat Apostolik tersebut Bapa Suci mengharapkan agar karunia iman yang telah kita peroleh berkat sakramen baptis sungguh dapat memberikan kekuatan dan pembaharuan nyata dalam hidup. Oleh karena itu, melalui Surat Gembala ini saya ingin menyapa para imam, biarawan-biarawati, katekis, para pengurus Gereja dan seluruh umat Allah di Keuskupan Surabaya ini, agar memberi perhatian khusus akan pentingnya iman bagi kehidupan, dan agar mengisi Tahun Iman ini dengan pelbagai kegiatan yang diadakan di tempat masing-masing di tingkat kevikepan, paroki, wilayah, lingkungan, stasi, maupun juga di kelompok-kelompok kategorial.
Tahun Iman akan sungguh menjadi saat berahmat bila kita mengisi tahun ini dengan: memperdalam, mempelajari, merayakan, dan menghayati iman yang benar dalam kehidupan nyata. Sumber iman kita adalah Kitab Suci dan Tradisi penerusan iman oleh kuasa mengajar Gereja (Magisterium). Dalam hal ini, Bapa Suci mengingatkan bahwa Katekismus Gereja Katolik
T a h u n I m a n | 2
merupakan salah satu buah Konsili Vatikan II sebagai sumber pengajaran iman yang resmi dan benar.
Iman adalah tanggapan pribadi dan perjumpaan dengan Allah yang mewahyukan diri dalam pribadi Yesus Kristus yang sudah bangkit. Dari perjumpaan pribadi tersebut kita didorong untuk memahami isi pengakuan iman-kepercayaan yang benar dan meneruskannya kepada generasi yang akan datang.
Saat ini kita menghadapi dua krisis dalam hal iman: kehilangan identitas kekatolikan dan selanjutnya bahaya kehilangan iman. Hal ini ditandai dengan maraknya trend 'jajan rohani' di tengah aneka aliran kerohanian serta relativisme keyakinan yang bisa mengaburkan identitas dan otentisitas iman Katolik sebagaimana diwariskan para Rasul.
Gereja Katolik sesungguhnya penuh dengan kekayaan kebenaran ilahi, namun seringkali kita kurang menggali dan merasakan betapa sedapnya dihidupi oleh Sabda Allah dan Roti Kehidupan, serta khazanah Ajaran Gereja ini. Maka tepatlah seruan Paus, bahwa di jaman kita ini: “iman adalah anugerah yang perlu ditemukan kembali, dipelihara dan dinyatakan dalam kesaksian”. Jikalau tidak demikian, kita berada dalam bahaya kehilangan iman.
Manusia dibenarkan karena iman (Rm 3:28) namun iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong (bdk. Yak 2:20.24). Iman membuat kita menjadi tanda nyata atas kehadiran Tuhan yang menyelamatkan jikalau diwujudkan dalam kesaksian hidup. Orang zaman sekarang membutuhkan kesaksian yang dapat dipercaya dari mereka yang mendapatkan pencerahan di dalam budi dan hatinya oleh Sabda Tuhan, sekaligus kesaksian yang mampu membuka hati dan budi banyak orang umtuk merindukan Allah serta kehidupan sejati.
Untuk menghidupkan, memperdalam, dan menguatkan iman agar menjadi subur dan menghasilkan buah berlimpah, perlulah pendalaman Kitab Suci dan Ajaran Gereja, perayaan liturgi, serta kesaksian hidup yang nyata. Pengakuan iman selayaknya diikuti dengan penerimaan kehidupan
T a h u n I m a n | 3
sakramental, dalam mana Kristus hadir, bertindak, dan terus membangun Gereja-Nya. Tanpa liturgi dan sakramen-sakramen, pengakuan iman akan kehilangan daya gunanya, sebab ia akan kehilangan rahmat yang mendukung kesaksian Kristiani. Dalam hal ini, katekese memiliki peranan sentral.
Sarana pokok katekese yang tak tergantikan agar kita sampai pada pemahaman sistematis akan iman yang benar adalah Katekismus Gereja Katolik. Apakah kita sudah cukup mengenal dan mendalami Katekismus Gereja Katolik ini, sekurang-kurangnya ringkasannya dalam Kompendium Katekismus Gereja Katolik? Apakah kita sudah memelihara anugerah iman ini dan mewartakannya?
Konsili Vatikan II telah membangkitkan kesadaran baru tentang arti dan peran Kitab Suci dalam kehidupan iman Gereja. Gereja telah melihat kembali dirinya melalui Kitab Suci. Demikianlah, Sabda Allah itu menjadi “penopang dan keteguhan Gereja” serta “kekuatan iman, santapan jiwa, sumber murni dan abadi dari hidup rohani bagi putera-puteri Gereja” (DV 21). Sabda Allah merupakan sarana untuk memupuk iman, sehingga iman kita bertumbuh, berkembang, dan berbuah, serta kita dapat bertahan dalam iman sampai akhir (lih. KGK no. 162).
Hal ini sungguh relevan bagi kita, mengingat bahwa fokus pastoral Keuskupan Surabaya pada tahun 2013 adalah: Kitab Suci dan Orang Muda Katolik (OMK). Kita melihat bahwa Sabda Allah adalah sumber iman, sedangkan Orang Muda adalah generasi penerus iman.
Dalam konteks orang muda sebagai generasi penerus iman, perlulah kita memberi kesempatan kepada Orang Muda Katolik untuk mengalami kegembiraan yang berasal dari iman kepada Yesus Kristus dalam persekutuan dengan seluruh Gereja Katolik. Kita perlu mengusahakan pertemuan katekese untuk Orang Muda Katolik, sehingga mereka menemukan kebanggaan beriman Katolik dan menjadi saksi iman di tengah masyarakat.
Umat Allah yang terkasih, pada kesempatan ini, saya mengajak Anda untuk juga memberikan perhatian pada sekolah dan perguruan tinggi Katolik. Di tempat inilah kekayaan iman Gereja hadir secara nyata di tengah
T a h u n I m a n | 4
masyarakat. Maka hendaklah kita memelihara iman insan Katolik di dalamnya dengan menggunakan Katekismus Gereja Katolik sebagai referensi utama pengajaran iman.
Saya berharap agar seluruh umat Allah di Keuskupan Surabaya sungguh terlibat dalam mengisi Tahun Iman ini. Hendaknya para imam, biarawan-biarawati, katekis, guru agama, pengurus DPP-BGKP, serta kelompok-kelompok kategorial menjadikan Tahun Iman ini sebagai sebuah gerakan bersama. Kita semua mengambil bagian secara aktif, memperdalam pengetahuan tentang dokumen Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik, menyegarkan kembali tugas dan tanggung jawab serta ketrampilan dalam berkatekese, dan membangun kesadaran sebagai saksi iman yang sejati. Secara khusus saya mengingatkan para imam untuk mengajar para katekumen, memberikan pendalaman iman bagi umat, lebih intensif dalam pelayanan sakramen, serta mendalami kembali dokumen-dokumen Ajaran Gereja.
Akhirnya, marilah kita mempercayakan saat berahmat ini kepada Bunda Maria, yang diwartakan sebagai yang berbahagia karena telah percaya (Luk 1:45). Semoga melalui doa dan perlindungannya, kita pun sampai pada kepenuhan hidup iman.
Surabaya, 1 Oktober 2012
Pesta St. Theresia dari kanak-kanak Yesus
Berkat Tuhan,
Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono
Uskup Keuskupan Surabaya
T a h u n I m a n | 5
SURAT APOSTOLIK YANG DITERBITKAN SEBAGAI “MOTU PROPRIO” “PINTU KEPADA IMAN” DARI BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI UNTUK MENCANANGKAN TAHUN IMAN (11 Oktober 2012 – 24 November 2013) 1. “Pintu kepada Iman” (Kis. 14:27), yang mengantar kita ke dalam persekutuan hidup dengan Allah dan yang membawa kita masuk ke dalam Gereja-Nya, senantiasa terbuka bagi kita. Mungkinlah bagi kita untuk melintasi ambang pintu ini apabila Sabda Allah diwartakan dan hati manusia membiarkan dirinya dibentuk oleh rahmat yang senantiasa mampu mengubah. Memasuki pintu gerbang itu berarti memulai suatu perjalanan yang akan berlangsung seumur hidup. Hal ini dimulai dengan baptisan (bdk. Rom. 6:4), dengan mana kita dapat menyebut Allah sebagai Bapa kita, dan perjalanan itu akan berakhir dengan kematian yang memasukkan kita ke dalam kehidupan kekal, buah kebangkitan Tuhan Yesus, yang dengan anugerah Roh Kudus, memang berkehendak menarik semua orang yang percaya kepada-Nya untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya (bdk. Yoh. 17:22). Beriman kepada Tritunggal – Bapa, Putra, dan Roh Kudus – berarti percaya kepada Allah yang MahaEsa yang adalah kasih (bdk. 1 Yoh. 4:8): Bapa, yang dalam kepenuhan waktu telah mengutus Putra-Nya demi keselamatan kita; Yesus Kristus, yang melalui misteri wafat dan kebangkitan-Nya telah menebus dunia; Roh Kudus, yang membimbing Gereja mengarungi jaman sambil menantikan kedatangan Tuhan kembali dalam kemuliaan.
T a h u n I m a n | 6
2. Sejak mulai memangku jabatan sebagai Pengganti Petrus, saya telah mengingatkan tentang perlunya menemukan kembali perjalanan iman kita itu. Hal ini dimaksudkan untuk menampakkan dengan lebih jelas kegembiraan dan semangat yang diperbarui karena perjumpaan kita dengan Kristus. Dalam homili Misa Kudus untuk mengawali masa pontifikal, saya mengatakan: “Gereja, secara keseluruhan, bersama dengan semua pastornya, seperti Kristus, harus bergerak, untuk membimbing umat keluar dari padang gurun, menuju ke tempat kehidupan, ke dalam persahabatan dengan Putra Allah, kepada Dia, Sang Pemberi kehidupan, bahkan kehidupan yang berkelimpahan”.[1] Sering sekali terjadi, bahwa Umat Kristiani lebih menaruh perhatian kepada konsekuensi-konsekuensi sosial, budaya, dan politis dari kesibukan tugas mereka, dengan menganggap bahwa iman akan tampak jelas dengan sendirinya dalam hidup bermasyarakat. Kenyataannya, bukan saja anggapan semacam ini masih berlaku seperti dahulu, tetapi cukup sering secara terang-terangan iman itu kini diingkari.[2] Jika dahulu sangat mungkinlah orang dapat mengenali jalinan kebudayaan yang mempersatukan, di mana isi iman dan nilai-nilai yang diinspirasikan olehnya dapat diterima secara luas di dalamnya, sekarang situasi seperti itu tidak terjadi lagi dalam banyak kelompok kemasyarakatan, sebagai akibat dari krisis iman mendalam yang dialami oleh banyak orang. 3. Kita tidak dapat menerima bahwa garam menjadi tawar atau bahwa pelita ditaruh di bawah gantang (lih. Mat. 5:13-16). Orang jaman sekarang pun masih bisa merasakan kebutuhan pergi ke sumur, seperti wanita Samaria, untuk mendengarkan Yesus, yang mengundang kita agar percaya kepada-Nya serta menimba air hidup dari sumber yang memancar keluar dari dalam diri-Nya (lih. Yoh. 4:14). Kita harus menemukan kembali bagaimana sedapnya dihidupi oleh sabda Allah yang telah diteruskan oleh Gereja dengan setia, dan oleh roti kehidupan yang telah diserahkan bagi kehidupan para murid-Nya (bdk. Yoh. 6:51). Sungguh, pada jaman ini pun ajaran Yesus masih tetap bergema kuat: “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal.” (Yoh.
T a h u n I m a n | 7
6:27) Bahkan pertanyaan yang kita ajukan sekarang pun masih sama dengan pertanyaan yang diajukan oleh para pendengar pada waktu itu: “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” (Yoh. 6:28) Kita pun tahu jawaban Yesus: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yoh. 6:29) Maka percaya kepada Yesus Kristus adalah jalan untuk sampai dengan pasti kepada keselamatan. 4. Atas dasar itu semua maka saya telah mengambil keputusan untuk mencanangkan suatu Tahun Iman. Tahun itu akan dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012, yakni hari ulang tahun kelimapuluh pembukaan Konsili Vatikan II, dan akan ditutup pada Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam, pada tanggal 24 November 2013. Tanggal yang mengawali Tahun Iman itu, 11 Oktober 2012, merupakan juga hari ulang tahun keduapuluh publikasi buku Katekismus Gereja Katolik, sebuah naskah yang sudah dipromulgasikan oleh pendahulu saya, Beato Yohanes Paulus II[3], dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang kekuatan dan keindahan iman-kepercayaan kita kepada segenap umat beriman. Dokumen tersebut, buah otentik Konsili Vatikan II, telah diminta oleh Sinode Luar-biasa Para Uskup pada tahun 1985 untuk dijadikan sarana-bantu bagi pelayanan katekese[4] dan telah diterbitkan dalam kerja-sama dengan semua Uskup dalam Gereja Katolik. Tambahan pula, tema Sidang Umum Sinode Para Uskup yang telah saya undang untuk bulan Oktober 2012 yang akan datang ini adalah: “Evangelisasi Baru Bagi Penerusan Iman Kristiani.” Hal itu akan menjadi kesempatan baik untuk menghantar masuk segenap Gereja ke dalam suatu masa refleksi khusus dan menemukan kembali iman-kepercayaannya. Ini bukan yang pertama kalinya Gereja dipanggil untuk merayakan suatu Tahun Iman. Pendahulu saya yang Mulia Hamba Tuhan Paus Paulus VI pernah memaklumkan hal yang sama pada tahun 1976, untuk memperingati kemartiran santo Petrus dan Santo Paulus pada peringatan sembilan belas abad tindakan kesaksian mereka yang paling
T a h u n I m a n | 8
luhur. Menurut hemat Beliau, itulah saat yang paling mulia agar dalam seluruh Gereja terwujud “suatu pengakuan yang otentik dan tulus akan iman-kepercayaan yang sama.” Apalagi beliau menghendaki bahwa pengakuan itu dikuatkan lagi dengan cara “pribadi maupun bersama-sama, bebas namun bertanggngjawab, baik lahir maupun batin, rendah hati dan berterus-terang”[5]. Beliau berpendapat, bahwa dengan cara demikian seluruh Gereja dapat memulihkan kembali “pemahaman yang tepat atas iman-kepercayaan itu, untuk menguatkannya, memurnikannya, meneguhkannya, dan mengakuinya”[6]. Perayaan besar-besaran Tahun itu semakin menunjukkan betapa umat memang membutuhkan perayaan semacam itu. Perayaan tersebut diakhiri dengan Pengakuan Iman Umat Allah[7] untuk menunjukkan: betapa muatan hakiki iman itu yang selama berabad-abad telah membentuk warisan segenap orang beriman, perlu ditegaskan, dipahami, dan digali lagi dengan cara yang selalu baru, supaya kesaksian iman itu tetap konsisten dalam berbagai kondisi historis yang berbeda sekali dari masa lampau. 5. Dalam arti tertentu, Yang Mulia Pendahulu saya itu melihat Tahun Iman sebagai suatu “konsekuensi dan kebutuhan masa pascakonsili”[8], sambil menyadari sepenuhnya pelbagai kesulitan berat masa itu, terutama kesulitan yang berkaitan dengan pengakuan iman sejati dan penafsirannya yang benar. Menurut saya, saat pencanangan Tahun Iman yang bertepatan dengan ulang tahun kelimapuluh pembukaan Konsili Vatikan II ini dapat menjadi kesempatan yang tepat untuk memahami, bahwa naskah-naskah yang telah diwariskan oleh para Bapa Konsili itu, mengutip kata-kata Beato Yohanes Paulus II, “sama sekali belum kehilangan nilai dan kecemerlangannya.” Naskah-naskah itu perlu dibaca dengan benar, ditangkap dengan akal budi secara luas dan dicamkan di dalam hati secara mendalam sebagai dokumen yang penting dan mengikat dari Magisterium Gereja sendiri, semuanya di dalam jalur Tradisi Gereja … Saya sendiri merasa berkewajiban untuk menegaskan bahwa Konsili itu merupakan rahmat agung yang dicurahkan Allah kepada
T a h u n I m a n | 9
Gereja di Abad XX, di mana kita dapat menemukan penunjuk arah untuk dapat mengarungi abad selanjutnya[9]. Saya juga ingin menekankan dengan sangat sekali lagi, apa yang sudah saya katakan tentang konsili ini beberapa bulan setelah saya terpilih sebagai Paus Pengganti Petrus: ”Apabila, kita menafsirkan dan mengimplementasikan Konsili itu dengan bimbingan suatu hermeneutika yang benar, maka Konsili itu bisa dan akan menjadi semakin berdaya-guna bagi pembaharuan Gereja yang senantiasa diperlukan.”[10]
6. Pembaruan Gereja juga bisa dilaksanakan melalui kesaksian yang diberikan oleh hidup umat beriman: yakni justru melalui cara-mengada mereka di dunia ini, Umat Kristiani dipanggil untuk memancarkan sabda kebenaran yang diwariskan Tuhan Yesus kepada kita. Konsili sendiri, dalam Konstitusi Dogmatik Lumen Gentium, mengatakan: “Sedangkan Kristus, yang ‘suci, tanpa kesalahan, tanpa noda,’ (Ibr 7:26) tidak mengenal dosa (lih. 2Kor. 5:21), melainkan datang hanya untuk menebus dosa-dosa umat (lih Ibr 2:17), Gereja merangkum pendosa-pendosa dalam pangkuannya sendiri. Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan. Gereja, ‘dengan mengembara di antara penganiayaan dunia dan hiburan yang diterimanya dari Allah, maju, sambil mewartakan salib dan wafat Tuhan hingga Ia datang (lih 1Kor. 11:26). Tetapi Gereja diteguhkan oleh daya Tuhan yang telah bangkit, untuk dapat mengatasi sengsara dan kesulitannya, baik dari dalam maupun dari luar, dengan kesabaran dan cinta kasih, dan untuk dengan setia mewahyukan misteri Tuhan di dunia, kendati dalam kegelapan, sampai ditampakkan pada akhir Zaman dalam cahaya yang penuh”[11]. Dalam perspektif ini maka Tahun Iman adalah suatu panggilan kepada pertobatan yang otentik dan senantiasa diperbaharui untuk kembali kepada Tuhan, satu-satunya Juruselamat dunia. Melalui misteri wafat dan kebangkitan-Nya, Allah telah menyatakan secara penuh kasih yang menyelamatkan dan memanggil manusia kepada pertobatan hidup melalui pengampunan dosa (lih. Kis. 5:31). Bagi Santo Paulus, kasih ini memasukkan manusia ke dalam suatu kehidupan baru: “Kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah
T a h u n I m a n | 10
dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” (Rom. 6:4) Melalui iman-kepercayaan, hidup baru ini membentuk seluruh keberadaan manusiawi kita secara radikal sesuai dengan keadaan baru sebagai buah kebangkitan. Sejauh manusia dengan bebas bekerja-sama, maka pikiran dan perasaan-perasaannya, mentalitas dan perilakunya sedikit demi sedikit akan dimurnikan dan ditransformasikan, dalam sebuah perjalanan yang tidak akan pernah sepenuhnya selesai di dalam hidup ini. “Hanya iman yang bekerja oleh kasih” (Gal. 5:6) akan menjadi kriteria baru bagi pemahaman dan tindakan yang mengubah seluruh hidup manusia (bdk. Rom. 12:2; Kol. 3:9-10; Ef. 4:20-29; 2Kor. 5:17). 7. “Kasih Kristus menguasai kita” (2Kor. 5:14): Kasih Kristuslah yang memenuhi hati kita dan mendorong kita untuk mewartakan kabar gembira. Sekarang ini, seperti juga dulu, Kristus mengutus kita ke lorong-lorong dunia ini untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa di bumi (bdk. Mat. 28:16). Melalui kasih-Nya, Yesus Kristus menarik kepada diri-Nya orang-orang dari segala keturunan: dalam setiap jaman Dia menghimpun Gereja sambil mempercayakan kepada Gereja itu pewartaan Injil dengan perintah-Nya yang senantiasa baru. Pada jaman sekarang pun dirasa adanya kebutuhan akan komitmen Gereja yang lebih kuat bagi suatu evangelisasi baru, agar supaya orang menemukan kembali kegembiraan dalam percaya dan kegairahan dalam mengkomunikasikan iman itu. Dalam menemukan kembali kasih-Nya itu dari hari ke hari, kesiap-sediaan untuk diutus dari orang beriman ini mendapatkan kekuatan dan kegairahan yang tak akan pernah bisa pudar. Iman itu bertumbuh apabila ia dihidupi sebagai pengalaman kasih yang sudah diterima, juga bila ia dikomunikasikan sebagai suatu pengalaman rahmat dan kebahagiaan. Iman itu membuat kita berbuah subur, sebab dia memperluas hati kita dalam harapan dan memampukan kita untuk memberi kesaksian yang juga menghidupkan: memang, iman itu membuka hati dan budi siapa saja yang mendengar dan menjawab undangan Tuhan untuk tetap setia kepada sabda-Nya dan menjadi murid-Nya. Orang
T a h u n I m a n | 11
yang percaya, demikian Santo Agustinus mengatakannya, “menguatkan dirinya sendiri dengan kepercayaannya itu.”[12] Santo Uskup dari Hippo itu memiliki alasan yang sungguh tepat untuk mengungkapkan dirinya seperti itu, karena sebagaimana kita tahu, hidupnya merupakan suatu pencarian terus-menerus akan keindahan iman-kepercayaan itu sampai saat ketika hatinya menemukan istirahat dalam Allah.[13] Karya tulisnya yang sangat ekstensif, di mana Agustinus memberi penjelasan tentang pentingnya percaya dan tentang kebenaran iman, sampai sekarang tetap merupakan warisan dengan kekayaan yang tiada taranya, dan tetap menjadi sarana bantu bagi banyak orang yang mencari Allah untuk menemukan jalan yang benar menuju “pintu kepada iman.” Karena itu, hanya melalui percaya, iman dapat bertumbuh dan menjadi kuat; tidak ada kemungkinan lain untuk mendapatkan kepastian yang berkaitan dengan kehidupan seseorang, selain dari pada meninggalkan diri sendiri dalam suatu crescendo yang terus-menerus, masuk ke dalam tangan-tangan kasih yang sepertinya terus bertumbuh tanpa henti karena memang berasal dari Allah. 8. Pada kesempatan yang membahagiakan ini, saya ingin mengundang saudara-saudara saya para Uskup dari seantero dunia untuk bergabung bersama dengan Pengganti Petrus selama masa yang penuh dengan rahmat spiritual yang dianugurahkan Tuhan kepada kita ini, untuk mengingat anugerah iman yang sangat berharga itu. Kita hendak merayakan Tahun itu secara pantas dan menghasilkan buah. Renungan-renungan tentang iman hendaknya digalakkan, untuk membantu segenap umat yang beriman kepada Kristus agar mendapatkan kesadaran yang lebih baik dan secara lebih bersemangat melekatkan diri kepada Kabar Gembira, khususnya ketika sedang terjadi perubahan mendalam seperti yang sedang dialami oleh umat manusia pada saat ini. Kita akan mendapat kesempatan untuk mengakui iman-kepercayaan kita akan Tuhan yang bangkit di gereja-gereja katedral kita
T a h u n I m a n | 12
dan di dalam gereja-gereja di seluruh dunia; juga di rumah-rumah kita dan di antara kaum keluarga kita, sehingga setiap orang akan merasakan betapa perlunya pemahaman yang lebih baik dan kemudian untuk meneruskannya kepada generasi yang akan datang iman-kepercayaan segala jaman tersebut. Komunitas-komunitas biara seperti juga komunitas-komunitas paroki, dan semua lembaga-lembaga gerejani, baik yang lama maupun yang baru, semuanya harus menemukan cara untuk mengakui secara publik Credo kita sepanjang Tahun itu. 9. Pada tahun ini kita hendak membangkitkan dalam diri setiap orang beriman aspirasi untuk mengakui iman-kepercayaannya dalam kepenuhannya dan dengan keyakinan yang baru, juga dengan penuh kepercayaan dan harapan. Tahun ini akan menjadi juga sebuah kesempatan bagus untuk mengintensifkan perayaan iman itu di dalam liturgi, teristimewa di dalam perayaan Ekaristi, yang adalah “puncak ke mana seluruh kegiatan Gereja diarahkan … tetapi juga adalah sumber dari mana seluruh kekuatan Gereja itu … mengalir.”[14] Pada saat yang sama, kita berdoa juga agar kesaksian hidup umat beriman semakin dapat dipercaya. Untuk menemukan kembali isi iman yang diakui, dirayakan, dihayati dan didoakan[15], dan untuk merenungkan kembali kegiatan iman itu adalah tugas yang setiap umat beriman harus menjadikannya tugasnya sendiri, khususnya selama Tahun Iman ini. Bukan tanpa alasan jika umat Kristiani pada abad-abad pertama dituntut untuk menghafalkan pengakuan iman-kepercayaannya itu. Bagi mereka hal itu lalu berfungsi sebagai doa mereka setiap hari, agar mereka tidak melupakan komitmen yang telah mereka ikrarkan ketika mereka dibaptis. Dengan kata-kata yang sarat dengan makna, Santo Agustinus berbicara tentang hal ini dalam homili beliau tentang redditio symboli, tentang “penyerah-alihan pengakuan iman,” katanya: “Pengakuan iman dari misteri-misteri kudus yang telah kalian terima secara serentak dan yang pada hari ini telah kalian ucapkan kembali satu demi satu itu, adalah kata-kata di atas mana iman-
T a h u n I m a n | 13
kepercayaan Bunda Gereja didirikan dengan kokoh, pada landasan yang menetap, yang adalah Kristus, Tuhan sendiri. Kalian telah menerimanya, namun kalian harus tetap memeliharanya di dalam akal-budi dan hati-sanubari kalian, kalian harus tetap mengulang-ulangnya di ranjang tempat tidur kalian, tetap mengingat-ingatnya di pasar-pasar, tidak melupakannya sementara kalian makan-makan, bahkan ketika kalian sedang tidur pun, kalian harus tetap memperhatikannya dengan hati kalian.”[16] 10. Di sini saya ingin memberikan suatu garis besar dari sebuah sarana yang dimaksudkan untuk membantu kita memahami secara lebih mendalam, bukan saja isi muatan iman-kepercayaan itu, melainkan juga tindakan yang akan kita pilih untuk mempercayakan diri kita sepenuhnya kepada Allah dengan cara yang sebebas-bebasnya. Pada kenyataannya memang ada kesatuan yang mendalam antara tindakan dengan mana kita beriman dan muatan isi, kepadanya kita memberikan kesepakatan kita. Santo Paulus membantu kita memasuki kenyataan ini ketika dia menulis: “Dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” (Rom. 10:10) Hati itulah yang menunjukkan bahwa tindakan pertama yang membawa seorang percaya adalah anugerah dari Allah dan tindakan rahmat yang bergiat dan mengubah seseorang dari dalam. Dalam kaitan ini secara khusus contoh dari Lydia menjadi sangat berarti. Santo Lukas menceriterakan, bahwa ketika berada di Filipi, pada suatu hari Sabbat, Paulus memberitakan Injil kepada beberapa wanita, di antaranya adalah Lydia dan “Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus” (Kis. 16:14). Di dalam ungkapan itu terkandunglah suatu makna yang penting. Santo Lukas mengajarkan, bahwa memahami muatan isi dari yang harus diimani tidaklah mencukupi, apabila hati, yakni tempat kudus yang khas dalam diri seseorang, tidak turut dibuka oleh rahmat yang membuat mata bisa melihat apa yang ada di bawah permukaan dan memahami, bahwa yang sedang diberitakan itu adalah Sabda Allah sendiri.
T a h u n I m a n | 14
“Pengakuan dengan bibir” itu pada gilirannya menunjukkan, bahwa “beriman” itu mengandung juga pengertian “kesaksian secara publik” serta sebuah komitmen. Seorang Kristiani tidak pernah boleh berpikir bahwa beriman itu adalah urusan pribadi saja. Beriman berarti memilih untuk memihak kepada Allah dan dengan demikian berada dengan Dia juga. “Memihak kepada Dia” ini ke depan menunjuk kepada pemahaman akan alasan-alasan mengapa dia menjadi percaya. Iman-kepercayaan, justru karena dia adalah suatu tindakan yang bebas, juga menuntut pertanggungjawaban sosial atas apa yang diimaninya. Pada hari Pentakosta Gereja menunjukkan dengan sejelas-jelasnya dimensi publik dari keberimanan ini dan memberitakan dengan tanpa takut iman-keprcayaan seseorang kepada setiap orang. Anugerah Roh Kuduslah yang telah membuat kita siap untuk diutus dan menguatkan kesaksian kita serta menjadikannya terus-terang dan berani. Pengakuan iman adalah suatu tindakan yang sekaligus bersifat perseorangan sendiri-sendiri, tetapi juga secara berkomunitas bersama-sama. Gerejalah yang sebenarnya pertama-tama menjadi subjek iman-kepercayaan. Di dalam iman-kepercayaan dari komunitas kristiani, setiap pribadi individual menerima baptisan, suatu tanda yang efektif masuknya ke dalam kalangan umat beriman untuk memperoleh keselamatan. Dalam buku Katekismus Gereja Katolik, kita membaca: “Aku percaya”, itulah iman Gereja, sebagaimana setiap orang beriman mengakui secara pribadi, terutama pada waktu Pembaptisan. “Kami percaya” itulah iman Gereja, sebagaimana para Uskup yang berkumpul dalam konsili itu mengakui, atau lebih umum, sebagaimana umat beriman mengakui dalam liturgi. “Aku percaya”: demikianlah juga Gereja, ibu kita berbicara, yang menjawab Allah melalui imannya dan yang mengajar kita berkata: “aku percaya”, “kami percaya.”[17] Jelas sekali, bahwa pengetahuan akan isi iman-kepercayaan adalah sesuatu yang hakiki agar seseorang dapat memberikan persetujuannya, artinya untuk
T a h u n I m a n | 15
mengikatkan diri sepenuhnya, dengan segenap akal-budi dan kehendaknya, kepada apa yang ditawarkan oleh Gereja. Pengetahuan akan iman-keprcayaan ini membuka pintu masuk ke dalam kepenuhan misteri karya penyelamatan yang diwahyukan oleh Allah. Persetujuan yang kita berikan itu berarti pula, bahwa ketika kita percaya, kita menerima dengan bebas seluruh misteri iman-kepercayaan, sebab penjamin dari kebenarannya adalah Allah sendiri, yang mewahyukan dirinya sendiri dan mengijinkan kita mengetahui misteri cinta-kasih-Nya.[18] Di pihak lain, kita tidak boleh melupakan, bahwa di dalam konteks budaya kita, ada banyak bangsa, yang meskipun tidak menyatakan memiliki anugerah iman itu, namun secara tulus mereka mencari arti makna yang tertinggi dan kebenaran yang pasti dari hidup dan dunia mereka. Pencarian ini merupakan “pendahuluan” yang otentik kepada iman-kepercayaan, justru karena ia menuntun orang pada jalan yang membawanya ke misteri Allah. Sebenarnya akal-budi manusia mengandung di dalam dirinya tuntutan pada “apa yang selamanya sahih dan langgeng.”[19] Tuntutan ini mengandung suatu panggilan yang menetap, karena terpatri secara tak-terhapuskan di dalam hati manusia, yang membuatnya bergerak mencari Dia yang kita tidak akan mencarinya seandainya Dia sudah tidak lebih dahulu bergerak untuk mendapatkan kita.[20] Pada perjumpaan inilah iman-kepercayaan mengundang kita dan membuka diri kita sepenuh-penuhnya. 11. Untuk sampai pada pemahaman sistematik pada isi iman-kepercayaan itu, semua orang dapat menemukannya di dalam buku Katekismus Gereja Katolik, suatu sarana-bantu yang sangat berharga dan tak tergantikan. Dokumen itu adalah salah satu buah terpenting Konsili Vatikan Kedua. Dalam Konstitusi Apostolik Fidei Depositum, yang ditandatangani, bukan hanya karena kebetulan, pada Hari Ulang Tahun ketigapuluh Pembukaan Konsili Vatikan II. Beato Yohanes Paulus II menulis: ”Katekismus ini akan menjadi suatu kontribusi yang sangat penting bagi karya pembaruan seluruh
T a h u n I m a n | 16
kehidupan Gereja … Maka saya menyatakan katekismus itu menjadi suatu sarana-bantu yang sah dan legitim bagi persekutuan gerejawi dan menjadi norma yang pasti bagi pengajaran iman.”[21] Dalam arti inilah bahwa Tahun Iman itu harus mengupayakan suatu usaha terpadu untuk menemukan kembali dan untuk mempelajari isi muatan fundamental iman-kepercayaan yang sekarang disarikan secara sistematis dan secara organis di dalam Katekismus Gereja Katolik. Di sinilah, sebenarnya, kita melihat kekayaan ajaran yang telah diterima oleh Gereja, dijaga, dan diwartakan sepanjang dua ribu tahun sejarah keberadaannya. Dari Kitab Suci sampai ke Para Bapa-bapa Gereja, dari para pakar teologi sampai ke para kudus sepanjang segala abad, Katekismus ini memberikan rekaman yang menetap dari banyak cara yang dipergunakan Gereja untuk merenungkan iman itu dan berkembang maju dalam ajaran, dan dengan demikian kepastian bagi para beriman dalam kehidupan beriman mereka. Dalam strukturnya yang seperti itu Katekismus Gereja Katolik ini mengikuti perkembangan iman-kepercayaan langsung kepada tema-tema besar dalam kehidupan sehari-hari. Di setiap halaman demi halaman, kita temukan, bahwa apa yang disajikan di sini bukanlah teori belaka, akan tetapi sungguh suatu perjumpaan dengan Seorang Pribadi yang hidup di dalam Gereja. Pengakuan iman diikuti oleh penerimaan kehidupan sakramental di mana Kristus hadir, bergiat dan melanjutkan karya-Nya membangun Gereja. Tanpa liturgi dan sakramen-sakramen, pengakuan itu akan kehilangan daya-gunanya, sebab dia akan kehilangan rahmat yang mendukung kesaksiannya secara Kristiani. Melalui kriteria yang sama, ajaran Katekismus ini tentang kehidupan moral mendapatkan artinya yang penuh, apabila memang ditempatkan dalam keterikatannya dengan iman-kepercayaan, liturgi dan doa.
T a h u n I m a n | 17
12. Maka dari itu dalam Tahun Iman itu nanti, Katekismus Gereja Katolik itu akan dipergunakan sebagai sarana bantu untuk memberikan dukungan yang nyata bagi iman-kepercayaan, terutama bagi mereka yang terkait dengan pembinaan umat kristiani, yang berada dalam saat sangat krusial dalam konteks budaya kita. Untuk maksud itu saya telah mengundang Kongregasi Untuk Ajaran Iman, dalam kesepakatan dengan Dikasteri-dikasteri Takhta Suci yang kompeten, untuk mempersiapkan sebuah Nota, yang akan memberikan arahan-arahan kepada umat beriman Gereja dan perseorangan tentang bagaimana harus menghayati Tahun Iman itu seefektif dan setepat mungkin bagi kepentingan iman-kepercayaan dan pewartaan. Dalam skala yang lebih besar dari pada di masa lampau, sekarang ini iman dihantam dengan serangkaian pertanyaan yang muncul dari suatu sikap dasar yang sudah berubah, yang, khususnya dewasa ini, bidang kepastian-kepastian rasional diberi pembatasan-pembatasan terhadap penemuan-penemuan ilmiah dan teknologi. Namun demikian, Gereja tidak pernah merasa takut untuk tetap menunjukkan, bahwa tidak mugkin ada pertentangan antara iman dan ilmu yang sejati, sebab keduanya, kendatipun jalur yang ditempuh berbeda, mengarah menuju kepada kebenaran.[22] 13. Satu hal yang akan sangat menentukan dalam tahun Iman itu adalah, bila kita menelusuri sejarah iman kita yang sebenarnya ditandai dengan misteri yang tak terkatakan dari keterjalinan antara kesucian dan dosa. Sementara yang pertama menyoroti kontribusi besar yang diprestasikan oleh laki-laki atau perempuan bagi pertumbuhan dan perkembangan persekutuan melalui kesaksian hidup mereka, yang kedua harus menantang dari setiap orang suatu kerja yang tulus dan berlanjut dari pertobatan untuk mengalami belas-kasih Bapa, yang dtawarkan kepada semua orang. Selama waktu itu kita akan harus tetap memandang Yesus Kristus, “yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada
T a h u n I m a n | 18
kesempurnaan” (Ibr. 12:2): di dalam Dia, semua kekhawatiran dan semua kerinduan hati manusia mendapatkan pemenuhannya. Sukacita dari kasih, jawaban atas drama penderitaan dan kesakitan, kekuatan dari pengampunan di hadapan sebuah penghinaan yang diterima dan kemenangan hidup atas kehampaan kematian: semuanya itu mendapatkan kepenuhannya di dalam misteri inkarnasi-Nya, ketika Dia menjadi manusia, ketika Dia mengambil-bagian di dalam kelemahan manusiawi kita, sehingga semuanya itu ditransformasikan-Nya melalui kekuatan dari kebangkitan-Nya. Di dalam Dia yang telah mati lalu bangkit kembali demi keselamatan kita itu, contoh teladan iman-kepercayaan yang telah menandai dua ribu tahun sejarah keselamatan kita ini mendapatkan pencerahan yang sepenuh-penuhnya. Dengan iman, Maria menerima kata-kata Malaekat dan percaya kepada pesan bahwa dia akan menjadi Bunda Allah dalam ketaatan dari kesalehannya (bdk. Luk. 1:38). Ketika mengunjungi Elizabet, dia melambungkan madah pujiannya kepada Yang Mahatinggi karena karya ajaib yang telah dikerjakan-Nya di dalam diri mereka yang menaruh kepercayaan kepada-Nya (bdk. Luk. 1:46-55), Dengan sukacita dan kegentaran dia melahirkan anaknya yang tunggal, dengan keperawanannya yang tetap tak ternoda (bdk. Luk.2:6-7). Sambil tetap mempercayai Yusuf, suaminya, ia membawa Yesus ke Mesir untuk menyelamatkan-Nya dari pengejaran Herodes (bdk. Mat, 2:15-17). Dengan kepercayaan yang sama, ia mengikuti Tuhan dalam pewartaan-Nya dan tetap menyertai-Nya sampai ke Golgota (bdk. Yoh. 19:25-27). Dengan iman-kepercayaannya, Maria mengecap buah-buah kebangkitan Yesus dan sambil tetap menyimpan setiap kenangan di dalam hatinya (bdk. Luk. 2:19,51). Ia menyerah-alihkan itu kepada Keduabelas Rasul yang berkumpul di ruang atas untuk menerima Roh Kudus (bdk. Kis, 114-2:1-4). Dengan iman, para rasul telah meninggalkan semuanya dan mengikuti Tuhan mereka (bdk. Mat. 10:28). Mereka percaya kepada kata-kata yang diwartakan-Nya tentang Kerajaan Allah yang telah datang dan dipenuhi di
T a h u n I m a n | 19
dalam diri-Nya (bdk. Luk. 11:20). Mereka hidup dalam persekutuan dengan Yesus yang membina mereka dengan ajaran-Nya, dengan mewariskan kepada mereka suatu peraturan hidup, dengan mana mereka akan dikenal sebagai murid-murid-Nya setelah kematian-Nya (bdk. Yoh. 13:34-35). Dengan iman, mereka pergi ke seluruh dunia, mengikuti perintah-Nya untuk mewartakan Kabar Gembira kepada semua ciptaan (bdk. Mrk. 16:15) dan dengan tanpa takut mereka mewartakan kepada semua orang sukacita kebangkitan, tentangnya mereka adalah saksi-saksinya yang setia. Dengan iman, para murid membentuk komunitas pertama, yang dihimpun di sekeliling ajaran para rasul, di dalam doa, di dalam perayaan Ekaristi, sambil mempertahankan kepunyaan mereka sebagai milik bersama dan dengan demikian mereka memenuhi kebutuhan saudara-saudara (bdk. Kis. 2:42-47). Dengan iman, para martir menyerahkan hidup mereka, sambil memberi kesaksian pada kebenaran Injil yang telah mengubah hidup mereka dan membuat mereka mampu mendapatkan anugerah terbesar dari cinta-kasih: yakni pengampunan kepada para penganiaya mereka. Dengan iman, pria dan wanita telah membaktikan hidup mereka di dalam Kristus, sambil meninggalkan segala sesuatu, untuk dapat hidup dalam ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian dalam kesederhanaan injili, sebagai tanda nyata dari penantian mereka akan kedatangan Tuhan yang tidak akan tertunda. Dengan iman, tak terbilang banyaknya orang kristiani telah memajukan tindakan bagi keadilan sehingga dengan demikian mereka melaksanakan sabda Tuhan, yang datang untuk mewartakan pembebasan dari semua penindasan dan mewartakan kedatangan suatu tahun penuh kebaikan bagi semua orang (bdk. Luk. 4:18-19).
T a h u n I m a n | 20
Dengan iman, sepanjang abad-abad, pria dan wanita dari segala usia, yang namanya tercatat di dalam Kitab Kehidupan (bdk.Why. 7:9; 13:8), telah mengakui keindahan hal mengikuti Tuhan Yesus kemana pun mereka dipanggil untuk memberi kesaksian pada kenyataan, bahwa mereka adalah orang-orang kristiani: di dalam keluarga, di tempat kerja, dalam kehidupan publik, dalam menjalankan kharisma dan pelayanan yang menjadi panggilan hidup mereka. Dengan iman, kita juga hidup: sambil menghayati pengakuan kita kepada Tuhan Yesus, yang hadir di dalam hidup kita dan sejarah kita. 14. Tahun Iman itu juga akan menjadi sebuah kesempatan yang bagus untuk mengintensifkan kesaksian amal-kasih, sebagaimana diingatkan oleh Santo Paulus kepada kita: “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” (Kor. 13:13) Dengan kata-kata yang lebih kuat, ‒ yang senantiasa telah menempatkan orang Kristiani di bawah kewajiban, ‒ Santo Yakobus mengatakan: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: “Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” (Yak. 2:14-18). Iman tanpa kasih tidak akan menghasilkan buah, sedang kasih tanpa iman hanya akan merupakan suatu perasaan yang senantiasa berada di bawah kuasa kebimbangan. Iman dan kasih saling membutuhkan satu sama lain, sedemikian sehingga yang satu akan membiarkan yang lain untuk tampil
T a h u n I m a n | 21
menurut jalurnya sendiri-sendiri. Memang, banyak orang kristiani membaktikan hidupnya dengan kasih bagi mereka yang tersendiri, yang terpinggirkan atau yang terkucilkan, sebagaimana juga bagi mereka yang pertama-tama menuntut perhatian kita dan yang paling penting bagi kita untuk dibantu, sebab justru di dalam diri merekalah tampak cerminan wajah Kristus sendiri. Melalui iman kita dapat mengenal wajah Tuhan yang bangkit di dalam diri mereka yang meminta kasih kita. “Sesungguhnya, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat. 25:40) Kata-kata ini haruslah menjadi peringatan yang tidak boleh dilupakan dan harus menjadi undangan yang menetap bagi kita untuk membalas kasih dengan mana Tuhan telah senantiasa memperhatikan kita. Imanlah yang memampukan kita mengenal Kristus dan kasih-Nyalah yang mendorong kita untuk membantu-Nya kapan saja Dia menjadi sesama yang kita jumpai dalam perjalanan hidup kita. Dikuatkan oleh iman, marilah kita memandang kepada komitmen kita di dunia ini sambiil menantikan “surga baru dan dunia baru, di mana terdapat kebenaran.” (2Ptr. 3:13; bdk. Why. 21:1) 15. Ketika sampai pada akhir hidupnya, Santo Paulus meminta Timotius muridnya untuk “mengejar iman” (lih. 2Tim. 2:22) dengan kesetiaan yang sama seperti ketika ia masih muda (bdk. 2Tim. 3:15). Kita mendengar undangan ini ditujukan juga kepada masing-masing kita, supaya jangan ada di antara kita yang menjadi malas di dalam iman. Iman yang menjadi pendamping seumur hidup inilah yang membuat kita mampu untuk memahami, setiap kali secara baru, karya-karya ajaib Tuhan bagi kita. Sambil senantiasa peka terhadap tanda-tanda jaman yang terhimpun di dalam sejarah kita di masa sekarang ini, iman itu membuat masing-masing kita sendiri menjadi tanda dari kehadiran Tuhan yang bangkit di dunia kita ini. Apa yang secara khusus dibutuhkan oleh dunia kita sekarang ini adalah kesaksian yang dapat dipercaya dari orang-orang yang mendapatkan pencerahan di dalam budi dan hatinya oleh sabda Tuhan dan kemudian
T a h u n I m a n | 22
mampu membuka hati dan budi bagi banyak orang lain untuk merindukan Allah dan hidup yang sejati, hidup yang kekal abadi. “Supaya firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan” (2Tes. 3:1): semoga Tahun Iman ini membuat hubungan kita dengan Krsitus, Tuhan, semakin bertambah kuat, karena hanya di dalam Dialah ada kepastian untuk memandang masa depan dan ada jaminan dari kasih yang sejati dan lestari. Semoga kata-kata Santo Petrus ini akan dapat memberikan seberkas pencahayaan yang terakhir atas iman ini: “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu — yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api — sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.” (1Ptr. 1:6-9) Hidup umat kristiani mengenal baik pengalaman sukacita maupun pengalaman penderitaan. Betapa banyak orang-orang kudus yang hidup di dalam kesunyian. Betapa banyak umat beriman, juga sampai pada hari ini, yang merasa dicobai oleh sikap diam Allah, sementara mereka ingin mendengarkan suara-Nya yang menghibur. Percobaan-percobaan hidup, sementara hal itu memang membantu kita untuk memahami misteri salib dan turut mengambil-bagian dalam penderitaan Kristus (bdk. Kol. 1:24), menjadi juga suatu pendahuluan kepada sukacita dan harapan ke mana iman juga mengarahkan: “jika aku lemah, maka aku kuat.” (2Kor. 12:10) Kita percaya dengan kepastian yang kokoh bahwa Tuhan Yesus telah mengalahkan kejahatan dan kematian. Dengan kepercayaan yang pasti ini kita mempercayakan diri kita kepada-Nya: Dia, yang hadir di tengah-tengah kita, mengalahkan kekuatan si jahat itu (bdk. Luk. 11:20) dan Gereja,
T a h u n I m a n | 23
persekutuan belas-kasih-Nya yang tampak, tinggal di dalam Dia sebagai suatu tanda rekonsiliasi yang definitif dengan Bapa. Marilah kita mempercayakan waktu penuh rahmat ini kepada Bunda Allah, yang diwartakan sebagai yang “berbahagialah ia, yang telah percaya.“ (Luk. 1:45) Dikeluarkan di Roma, dari Basilika Santo Petrus, pada tanggal 11 Oktober 2011, tahun kepausan saya yang ke tujuh. PAUS BENEDIKTUS XVI
Catatan Kaki: [1] Homili pada awal menjabat sebagai Uskup Roma dalam pelayanan sebagai pengganti Petrus (24 April 2005):AAS 97 (2005), 710. [2]Lih. Benedictus XVI, Homili dalam Misa “Terreiro do Paço” di Lisabon, (11 Mai 2010); Insegnamenti VI: 1 (2010), 673. [3] Lih. Joannes Paulus II, Konstitusi Apostolik Fidei Depositum (11 Oktober 1992): AAS 86 (1994), 113-118. [4] Lih. Laporan terakhir Sinode Luar Biasa II Para Uskup (7 Desember 1985), II, B, a, 4 in Enchiridion Vaticanum, ix, n. 1797. [5] Paulus VI, Ekshortasi Apostolik Petrum et Paulum Apostolos pada perayaan XIX abad kemartiran St Petrus dan Paulus (22 Februari 1967): AAS 59 (1967), 196. [6] Ibid., 198. [7] Paulus VI, Credo Umat Allah, Homilidalam Misa pada perayaan XIX abad kemartiran St Petrus dan Paulus pada penutupan “Tahun Iman” (30 Juni 1968): AAS60 (1968), 433-445. [8] PaulusVI, Audiensi Umum (14 Juni 1967): Insegnamenti V (1967), 801.
T a h u n I m a n | 24
[9] Joannes Paulus II, Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte (6 Januari 2001), 57: AAS 93 (2001), 308 [10] Sambutan kepada Curia Romana, (22 Desember 2005): AAS 98 (2006), 52. [11] Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstiotusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium, 8. [12] De Utilitate Credendi, I:2. [13] Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi tentang Lityurgi Suci Sacrosanctum Concilium, 10. [14] KOnsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci Sacrosanctum Concilium, 10. [15] Lih.. Joannes Paulus II, Konstitusi Apostolik Fidei Depositum (11 Oktober 1992): AAS 86 (1994), 116. [16] Sermo 215:1. [17]Katekismus Gereja Katolik, 167. [18] Lih.Konsili ekumenis Vatikan I, Konstitusi Dogmatis tentang Iman Katolik, Dei Filius, Bab. III: DS 3008-3009: Konsili ekumenis Vatikan II, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi Dei Verbum, 5. [19] Benediktus XVI, Sambutan di Collège des Bernardins, Paris (12 September 2008): AAS100 (2008), 722. [20] Lih.. Santo Augustinus, Confessions, XIII:1. [21] Joannes Paulus II, Konstitusi Apostolik Fidei Depositum (11 Oktober 1992): AAS 86 (1994), 115 dan 117. [22] Lih. Joannes Paulus II, Ensiklik Fides et Ratio (14 September 1998), 34, 106: AAS 91 (1999), 31-32, 86-87.
T a h u n I m a n | 25
RINGKASAN
PETUNJUK-PETUNJUK PASTORAL
UNTUK TAHUN IMAN
oleh Kongregasi Ajaran Iman
Pada tanggal 6 Januari 2012 Kongregasi Ajaran Iman, dengan Nota Pastoral, telah menyampaikan beberapa usulan, anjuran, dan petunjuk untuk mengisi Tahun Iman di tingkat Konferensi para Uskup, keuskupan, paroki, hidup bakti, serta gerakan-gerakan gerejani.
Tahun Iman ini adalah kesempatan penuh rahmat agar umat kristiani-katolik sungguh menyadari dan menyelami, bahwa iman itu adalah perjumpaan dengan Pribadi Yesus Kristus yang sudah bangkit; Dialah yang memberi cakrawala baru serta arah hidup yang menentukan. Di jaman kita ini juga, "iman adalah anugerah yang perlu ditemukan kembali, dipelihara dan dinyatakan dalam kesaksian” (n.2).
Kiranya Tuhan memberi kepada kita masing-masing penghayatan yang indah dan menggembirakan sebagai orang beriman kristiani. Petunjuk-petunjuk untuk merayakan Tahun Iman ini bertujuan untuk mendukung perjumpaan dengan Yesus Kristus melalui saksi, pewarta, evangelis iman yang otentik, serta pengetahuan yang benar mengenai inti ajaran iman katolik.
Diharapkan juga agar penghayatan iman yang penuh kegembiraan mendukung peneguhan persatuan dan kesatuan antara kelompok-kelompok yang masuk dalam Gereja Kristus.
A. TINGKAT GEREJA UNIVERSAL
1. Sidang Agung ke-13, yaitu Sinode para Uskup dengan fokus utama: EVANGELISASI BARU UNTUK MENERUSKAN PEWARTAAN IMAN KRISTIANI. Sinode Agung ini dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012 dan sekaligus secara resmi merupakan pembukaan Tahun Iman. Hendaknya umat mendukung dengan doa.
T a h u n I m a n | 26
2. Baik juga bila memungkinkan dilaksanakan peziarahan ke Tahta Suci Santo Petrus serta memperbaharui iman kepada Allah Tritunggal: Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Demikian juga didorong peziarahan ke Tanah Suci.
3. Berziarah ke tempat penampakan Bunda Maria atau tempat berkaitan Bunda tersuci di daerah masing-masing. Dalam Tahun Iman ini, umat kristiani hendaknya memandang Bunda Maria - citra Gereja - yang menyatukan dalam DIRINYA perwujudan iman, dengan memahami peranan Bunda Maria dalam karya keselamatan, mencintaiNya khususnya melalui peziarahan dan perayaan di tempat yang telah disucikanNya.
4. Diharapkan Hari Kaum Muda Katolik sedunia di Rio de Janeiro pada Juli 2013 akan memberi kesempatan kepada kaum muda katolik untuk mengalami kegembiraan yang berasal dari iman kepada Yesus Kristus dalam persekutuan dengan seluruh Gereja Katolik.
5. Hendaknya diadakan sejenis simposium, seminar, dan pertemuan-pertemuan tingkat internasional yang mendukung kesaksian iman sejati dan pengetahuan ajaran iman katolik. Dengan demikian nyatalah bahwa Sabda ilahi pada jaman kita ini berkembang dan mampu memberi kesaksian; hendaknya iman menjadi standar dan nilai terhadap ilmu dan karya bagi seluruh hidup manusia.
6. Diharapkan juga digiatkan studi untuk memahami dan menyelami ajaran iman katolik yang telah disampaikan melalui Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik.
7. Hal yang sama diharapkan dapat direncanakan bagi para seminaris pada awal tahun propedeutik (persiapan) dan dalam studi teologi, untuk para imam, para novis pria dan wanita dan bagi mereka yang menghayati hidup bakti serta gerakan-gerakan gerejani. Kepada mereka yang menghayati hidup bertapa, rahib, dan rubiah dianjurkan doa khusus.
8. Dalam Tahun Iman, hendaknya kita bekerjasama dengan Komisi Kepausan Bagi Kesatuan antar Umat Kristiani. Oleh sébab itu diharapkan juga kegiatan dalam bentuk ekumenis karena salah satu
T a h u n I m a n | 27
intensi dari Konsili Ekumene Vatikan II adalah pemulihan kesatuan tersebut untuk bersama-sama mengungkapkan iman yang sama antara semua umat yang telah dibabtis.
9. Untuk seluruh kegiatani ini hendaknya dibentuk sebuah Sekretariat yang mengkoordinasi seluruh inisiatif dari pelbagai Dikasteri. Akan disediakan pula sebuah situs internet khusus yang menyediakan pelbagai informasi terkait Tahun Iman ini.
10. Penutupan Tahun Iman akan dirayakan pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam, tgl 24 November 2013, dengan perayaan Ekaristi dan pembaharuan iman katolik/Credo.
B. TINGKAT KONFERENSI PARA USKUP
1. Hendaknya para konferensi merencanakan suatu hari khusus tentang iman, kesaksian pribadi, dan gaya pewartaan bagi bagi kaum muda, karena para uskup adalah guru dan bentara iman.
2. Sangat berguna bila diterbitkan kembali dokumen-dokumen Konsili Vatikan II, Katekismus Gereja Katolik, dan Kompendium dalam bentuk saku, serta membahas tema yang penting dan mendesak menyangkut problem-problem kaum muda. Dalam hal ini diminta memanfaatkan alat teknologi komunikasi dan elektronik.
3. Dapat diusahakan penerjemahan dokumen dalam bahasa-bahasa mana pun dan diusahakan juga dana untuk mewujudkan hal tersebut. Semua ini di bawah pengawasan Konsilium/tim evangelisasi bangsa-bangsa.
4. Para gembala umat dapat mengusahakan penggunaan fasilitas teknologi komunikasi, TV, radio, film, untuk mengenalkan hal-hal mengenai iman, ajaran, dan makna gerejani Konsili Vatikan II bagi publik secara lebih luas.
5. Para kudus dan beatus merupakan saksi sejati iman. Oleh sebab itu, hendaknya diberi kesempatan agar mereka diperkenalkan di daerah asal masing-masing dengan memanfaatkan pula alat komunikasi modern.
T a h u n I m a n | 28
6. Hendaknya karya seni berupa bangunan, lukisan, dan lain-lain yang terdapat di daerah konferensi para uskup dilindungi dan dipelihara karena karya seni dapat menjadi sarana katekese yang potensial.
7. Di sekolah tinggi teologi, seminari, dan universitas katolik, para dosen melalui ajaran masing-masing hendaknya diajak untuk membuktikan relevansi/pengaruh isi Katekismus Gereja Katolik beserta implikasinya dalam pelbagai mata kuliah yang mereka ajarkan.
8. Dengan kerjasama antara para teolog dan para pengarang hendaknya dibuat bahan atau selebaran apologetis dengan isi yang dapat dipercaya untuk disebarkan secara luas. Harapannya agar setiap orang beriman dapat menemukan jawaban yang lebih baik atas pelbagai persoalan iman yang dihadapinya dalam banyak kesempatan, misalnya dalam sekte-sekte yang muncul, terhadap masalah sekularisme, relatisme, dan pertanyaan yang berasal dari budaya dan kemajuan ilmu serta kesulitan beraneka ragam lainnya.
9. Sangat diharapkan agar segala pengajaran, bahan-bahan katekese di tingkat lokal selalu disesuaikan dengan ajaran Katekismus Gereja Katolik atau menggunakan katekismus-katekismus yang sudah diterbitkan di salah satu konferensi para uskup, untuk saling melengkapi, bila perlu.
10. Dengan kerjasama dengan Kongregasi Pendidikan Katolik hendaknya diteliti sampai sejauh mana isi Katekismus Gereja Katolik telah diperhatikan dalam Ratio Studiorum bagi para calon imam dan dalam kurilulum teologi.
C. TINGKAT KEUSKUPAN
1. Hendaknya pembukaan dan penutupan Tahun Iman dirayakan secara meriah di setiap Gereja setempat (katedral) untuk mengakui iman akan Yesus Kristus yang sudah bangkit.
2. Dirasa penting agar setiap keuskupan mengadakan satu hari studi khusus untuk membahas Katekismus Gereja Katolik, terutama bagi para imam, biarawan-biarawati, dan para katekis. Dalam kesempatan ini, baik bila
T a h u n I m a n | 29
mereka diajak untuk menemukan kembali kegembiraan yang diperoleh berkat iman, lebih-lebih di mana terdapat Gereja muda — daerah misi.
3. Hendaknya setiap Uskup mengeluarkan surat gembala bertemakan iman dengan mengingatkan kembali peranan besar Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik, sambil tetap memperhatikan keistimewaan dan kebutuhan setempat yang ditemukan di tengah umatnya.
4. Diharapkan agar di setiap keuskupan direncanakan pertemuan-pertemuan tentang katekese yang ditujukan kepada kaum muda atau kepada mereka yang mau mencari arah hidup untuk menemukan keindahan panggilan iman gerejani serta menggalakkan pertemuan yang berisi kesaksian iman yang penuh makna. Semua ini hendaknya selalu berada di bawah pengawasan Uskup.
5. Diharapkan dapat dilihat kembali sampai sejauh mana ajaran Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik telah diterima dan dihayati dalam hidup dan misi Gereja setempat dan demi peningkatan peranan seksi katekese dalam keuskupan yang bertanggung jawab atas pendidikan para katekis mengenai inti ajaran iman.
6. Materi kegiatan bina lanjut bagi para klerus selama Tahun Iman ini dapat difokuskan pada dokumen Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik, dengan membahas tema-tema misalnya: "pewartaan akan Kristus yang sudah bangkit"; "Gereja sebagai sakramen keselamatan"; "misi pewartaan/evangelisasi di dunia sekarang ini"; "iman dan mereka yang tidak percaya"; "iman, ekumenisme, dan dialog antar agama"; "iman dan hidup kekal"; "hermeneutika tentang pembaharuan yang berkesinambungan"; "Katekismus dalam kepedulian pastoral".
7. Para Uskup diajak, khususnya pada masa prapaska, merencanakan perayaan tobat untuk memohon pengampunan kepada Allah, khususnya atas dosa-dosa melawan iman. Dalam Tahun Iman ini hendaknya imat diberi kesempatan untuk menerima Sakramen Pengampunan dengan penuh kesadaran dan secara lebih rutin.
8. Hendaknya dunia akademik dan budaya dilibatkan demi peningkatan dialog yang kreatif antara fides et ratio (iman dan akal) melalui seminar,
T a h u n I m a n | 30
pertemuan, atau hari studi khususnya di pelbagai universitas katolik, untuk menunjukkan bahwa antara iman dan ilmu yang sejati tidak ada pertentangan karena keduanya, meskipun melalui jalan yang berbeda, terarah kepada Kebenaran — Veritas.
9. Dianggap penting untuk merencanakan pertemuan-pertemuan dengan mereka yang, walaupun tidak menyatakan secara eksplisit memiliki karunia iman, namun memiliki usaha/tingkah yang jujur untuk mencari kebenaran dan nilai akhir tentang hidup mereka dan tentang dunia.
10. Tahun Iman ini juga menjadi kesempatajn untuk lebih mempedulikan sekolah-sekolah katolik, yang merupakan tempat yang tepat untuk memberi kesaksian hidup tentang Tuhan kepada para murid dan untuk memelihara iman mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarana katekese yang baik, misalnya: Kompendium Katekismus Gereja Katolik dan Youcat (Katekismus untuk Orang Muda).
D. TINGKAT PAROKI / KOMUNITAS / KELOMPOK / GERAKAN GEREJANI-
1. Diperkenalkan kepada umat surat kepausan mengenai Tahun Iman, Porta Fidei.
2. Meningkatkan perayaan iman dalam liturgi, secara khusus melalui sakramen Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristilah misteri iman, sumber evangelisasi baru, yaitu iman Gereja diwartakan, dirayakan, dan dikuatkan. Semua umat beriman hendaknya diajak untuk berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi dengan lebih aktif, berbuah, dan penuh kesadaran, sehingga mereka menjadi saksi-saksi sejati akan Allah.
3. Para imam hendaknya menaruh perhatian lebih pada studi tentang Dokumen Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik dan mengambil bahan-bahan pastoral, katekese, homili, dan persiapan pelayanan sakramental darinya. Bahan-bahan homili kiranya juga menekankan aspek pokok iman, seperti: “perjumpoaan dengan Kristus”, “isi fundamental iman”, serta ”iman dan gereja”.
T a h u n I m a n | 31
4. Para katekis hendaknya berpegang teguh pada materi ajaran Katekismus Gereja Katolik di bawah bimbingan para pastor. Mereka dapat mengadakan pertemuan kelompok umat beriman, saling bekerjasama untuk memperdalam pemahaman iman sehingga terbentuklah komunitas-komunitas iman yang bersaksi tentangnya.
5. Kiranya setiap paroki ada isaha untuk membagikan Katekismus Gereja Katolik atau Kompendium dan biku lain yang sesuai untuk keluarga, karena keluarga adalah gereja kecil dan tempat utama pewarisan iman. Hal ini bisa dilakukan dalam pelbagai kesempatan, seperti: pemberkatan rumah, baptisan dewasa, penerimaan krisma dan perkawinan.
6. Pengenalan akan pentingngya misi dan program-program populer lain di paroki dan di tempat bekerja kiranya dapat membantu umat beriman untuk menemukan kembali anugerah iman yang diterima ketika baptisan dan tugas untuk menjadi saksi iman dengan menyadari hakekat panggilan orang kristen sebagai rasul.
7. Selama masa ini, para anggota Tarekat Hidup Bakti dan Komunitas Karya Kerasulan hendaknya diajak untuk berkarya bagi karya evangelisasi baru dengan semangat persatuan pada Tuhan Yesus yang senantiasa diperbaharui pula, masing-masing menuurut karismanya, dengan kesetiaan pada Bapa Suci dan ajaran iman.
8. Komunitas kontemplatif selama masa ini hendaknya berdoa dengan lebih intensif terutama bagi pembaharuan iman di antara Umat Allah dan bagi dorongan baru yang mendukung penerusan iman di kalangan orang muda.
9. Kelompok dan gerakan-gerakan gerejani lain juga diajak untuk mengambil inisiatif keterlibatan selama Tahun Iman ini, masing-masing dengan karismanya sendiri dan dalam kerjasama dengan para pastornya. Kelompok dan Gerakan gerejani yang baru kiranya dapat pula menemukan cara-cara baru untuk memberikan kesaksian iman mereka secara kreatif dan murah hati.
10. Seluruh umat beriman, yang dipanggil untuk memperbaharui karunia iman, hendaknya berusaha mengkomunikasikan pengalaman iman dan
T a h u n I m a n | 32
kasih mereka dengan saudara-saudara yang beragama lain, dengan mereka yang tidak beriman, dan dengan mereka yang bahkan tidak peduli dengan iman. Dengan cara itu kita berharap bahwa seluruh umat kristiani akan memulai suatu bentuk perutusan kepada siapa pun mereka hidup dan berkarya, dengan kesadaran bahwa mereka telah menyambut kabar keselamatan yang ditawarkan bagi setiap orang
E. PENUTUP
Iman adalah teman hidup yang memampukan kita menangkap, juga hal-hal baru, keindahan yang dilakukan Allah bagi kita. Dengan mencermati tanda-tanda jaman dalam kekinian sejarah, iman itu menuntut kita semua untuk menjadi tanda hidup bagi kehadiran Tuhan yang telah bangkit di dunia ini. Iman itu menyangkut baik tindakan pribadi maupun komunal: iman adalah karunia ilahi yang harus dihayati dalam persatuan dengan Gereja dan harus dikomunikasikan kepada dunia. Setiap kegiatan dalam Tahun Iman hendaknya diarahkan untuk membantu penemuan kembali yang menggembirakan atas iman dan penerusannya yang senantiasa diperbaharui.
Petunjuk yang telah kami sajikan ini bertujuan untuk mengajak semua anggota Gereja melibatkan diri agar Tahun Iman ini menjadi kesempatan yang istimewa untuk membagikan apa yang kita anggap bernilai tinggi: Kristus Yesus, Penebus umat manusia, Raja semesta alam, "pemimpin dan penyempurna iman" (Ibr : 12 : 2).
Dikeluarkan di Roma, Kongregasi untuk Ajaran Iman, 6 Januari 2012, pada Hari Raya Penampakan Tuhan.
William Cardinal Levada Luis F. Ladaria
Ketua SekretarisUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-10607599559833714502011-11-29T11:20:00.003+07:002011-11-29T11:24:13.624+07:00PESAN NATAL BERSAMA<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYHWuuj2_qcoOj46SCmYOMGyHfhIYi9-ZYRFaWSrar12arpn730G5n60GNGYzyHxJnfVwgKVslm7gFbLC39DJrjpgKBuIQo7sYV6p1gGoSuu61kbwXU1rb1Z8HzTYavdNChGbQI7VXO8iz/s1600/PesanNatalBersama2011.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 174px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYHWuuj2_qcoOj46SCmYOMGyHfhIYi9-ZYRFaWSrar12arpn730G5n60GNGYzyHxJnfVwgKVslm7gFbLC39DJrjpgKBuIQo7sYV6p1gGoSuu61kbwXU1rb1Z8HzTYavdNChGbQI7VXO8iz/s320/PesanNatalBersama2011.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5680268305444768482" border="0" /></a><br /><!--[if gte mso 9]><xml> <o:officedocumentsettings> <o:allowpng/> </o:OfficeDocumentSettings> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>IN</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:enableopentypekerning/> <w:dontflipmirrorindents/> <w:overridetablestylehps/> </w:Compatibility> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:14.0pt;color:black;" >PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI) KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI)</span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:14.0pt;color:black;" >TAHUN 2011</span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >“Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan </span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >telah melihat terang yang besar”</span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >(Yes. 9:1a)</span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Saudara-saudari yang terkasih, </span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada, </span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:red;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Telah tiba pula tahun ini hari Natal, perayaan kedatangan Dia, yang dahulu sudah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya sebagai “seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita, lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”</span><a name="_ftnref1"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[1]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref1"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" >. Tokoh inilah yang disebutnya juga di dalam nubuatan itu sebagai “Terang yang besar” dan “yang dilihat oleh bangsa-bangsa yang berjalan dalam kegelapan”</span><a name="_ftnref2"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[2]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref2"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" >. Inilah Kabar Gembira tentang kedatangan Sang Juruselamat, Yesus Kristus, Tuhan kita. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Pada hari Natal yang pertama itu, para gembala di padang Efrata, orang-orang kecil, sederhana dan terpinggirkan di masa itu, melihat terang besar kemuliaan Tuhan bersinar di kegelapan malam itu<a name="_ftnref3"><span class="yiv1995331457msofootnotereference">[3]</span></a>. Mereka menanggapi sapaan ilahi “Jangan takut” dengan saling mengajak sesama yang dekat dan senasib dengan mereka dengan mengatakan satu sama lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita”</span><a name="_ftnref4"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[4]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref4"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" >. Para Majus yang masing-masing telah melihat terang besar di langit negara asal mereka, telah menempuh perjalanan jauh untuk mencari dan mendapatkan Dia yang mereka imani sebagai Raja yang baru lahir. Mereka bertemu di Yerusalem dan mengatakan: “Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia”</span><a name="_ftnref5"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[5]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref5"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" >. Sayang sekali, bahwa di samping para gembala dan para Majus dari Timur yang tulus itu, ada pula Raja Herodes. Ia juga mendapat tahu tentang kedatangan Yesus, bukan hanya dari para Majus, tetapi juga dari keyakinan agamanya, tetapi ia malah merasa tersaingi dan terancam kedudukannya. Maka dengan berpura-pura mau menyembah-Nya, ia mau mencari-Nya juga dengan maksud untuk membunuh-Nya. Ketika niat jahatnya ini gagal, ia malah melakukan keja hatan lain dengan membunuh anak-anak tak bersalah dari Bethehem</span><a name="_ftnref6"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[6]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref6"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" >.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Kepada kitapun, yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merayakan Natal pada tahun 2011 ini, telah disampaikan Kabar Gembira tentang kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus, yang adalah “Firman, yang di dalamnya ada hidup dan hidup itu adalah terang bagi manusia”</span><a name="_ftnref7"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[7]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref7"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" >. Memang, yang kita rayakan pada hari Natal itu adalah: “Terang yang sesungguhnya yang sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya”<a name="_ftnref8"><span class="yiv1995331457msofootnotereference">[8]</span></a>. Tetapi sayangnya ialah bahwa, “dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya”<a name="_ftnref9"><span class="yiv1995331457msofootnotereference">[9]</span></a>. Dan kita tidak bisa, bahkan tidak boleh, menutup mata untuk itu. Kita juga menyaksikan, bahwa bangsa kita masih mengalami berbagai persoalan. Kemiskinan sebagai akibat ketidakadilan masih menjadi persoalan sebahagian besar bangsa kita, yang mengakibatkan masih sulitnya menanggulangi biaya-biaya bahkan kebutuhan pokok hidup, apalagi untuk pendidikan dan kesehatan. Kekerasan masih merupakan bahasa yang digemari guna menyelesaikan masalah relasi antar-manusia. Kecenderungan penyeragaman, ketimbang keanekaragaman masih merupakan pengalaman kita. Akibatnya, kerukunan hidup, termasuk kerukunan antar-umat beragama, tetap masih menjadi barang mahal. Korupsi, bukannya dihapuskan, tetapi malah makin beranak-pinak dan merasuki segala aras kehidupan bangsa kita bahkan secara membudaya. Penegakan hukum yang berkeadilan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia masih merupakan pergumulan dan harus tetap kita perjuangkan. Pencemaran dan perusakan lingkungan yang menyebabkan bencana alam, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetap mencemaskan kita. Mereka yang diberi amanat dan kekuasaan untuk memimpin bangsa kita ini dengan benar dan membawanya kepada kesejahteraan yang adil dan merata, malah cenderung melupakan tugas-tugasnya itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Oleh karena itu, saudara-saudari yang terkasih, dalam pesan Natal bersama kami tahun ini, kami hendak menggarisbawahi semangat kedatangan Kristus tersebut dengan bersaksi dan beraksi, bukan hanya untuk perayaan Natal kali ini saja, tetapi hendaknya juga menjadi semangat hidup kita semua:</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="font-family:Symbol;mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >·</span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:7.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Sederhana dan bersahaja: Yesus telah lahir di kandang hewan, bukan hanya karena “tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan”</span><a name="_ftnref10"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[10]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref10"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >, tetapi justru karena Dia yang “walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”</span><a name="_ftnref11"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[11]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref11"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="font-family:Symbol;mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >·</span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:7.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Rajin dan giat: seperti para gembala yang setelah diberitahu tentang kelahiran Yesus dan tanda-tandanya, lalu “cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria, Yusuf dan bayi itu”</span><a name="_ftnref12"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[12]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref12"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="font-family:Symbol;mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >·</span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:7.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Tanpa membeda-bedakan secara eksklusif: sebagaimana semangat kanak-kanak Yesus yang menerima para Majus dari Timur seperti adanya, apapun warna kulit mereka dan apapun yang menjadi persembahan mereka masing-masing</span><a name="_ftnref13"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[13]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref13"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="font-family:Symbol;mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >·</span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:7.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Tidak juga bersifat dan bersikap mengkotak-kotakkan, karena Yesus sendiri mengajarkan bahwa “barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu"</span><a name="_ftnref14"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[14]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref14"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Saudara-saudari yang terkasih,</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Tuhan Yesus, yang kedatangan-Nya sudah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya hampir delapan ratus tahun sebelum kelahiran-Nya, disebut sebagai “terang besar” yang “dilihat oleh bangsa-bangsa yang berjalan di dalam kegelapan”</span><a name="_ftnref15"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[15]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref15"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >. Nubuat itu direalisasikan-Nya sendiri dengan bersabda: “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, me-lainkan ia akan mempunyai terang hidup”</span><a name="_ftnref16"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[16]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref16"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >. Di samping penegasan tentang diri-Nya sendiri itu, barangkali baik juga kita senantiasa mengingat apa yang ditegaskannya tentang kita para pengikut-Nya: "Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepa-danya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi”</span><a name="_ftnref17"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[17]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref17"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Akhirnya marilah kita menyambut kedatangan-Nya dengan sederhana dan tidak mencolok karena kita tidak boleh melupakan, bahwa sebagian besar bangsa kita masih dalam kemiskinan yang ekstrim. Dengan demikian semoga terjadilah kini seperti yang terjadi pada Natal yang pertama:</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >”Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya”</span><a name="_ftnref18"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:10.0pt;color:black;" >[18]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftnref18"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >SELAMAT NATAL 2011 DAN TAHUN BARU 2012</span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></b><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Jakarta, 17 November 2011 </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" >Atas nama</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center;background:white" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <table class="MsoNormalTable" style="border-collapse:collapse;mso-yfti-tbllook:1184;mso-padding-alt:0cm 0cm 0cm 0cm" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0"> <tbody><tr style="mso-yfti-irow:0;mso-yfti-firstrow:yes"> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >DI INDONESIA (PGI),</span></p> </td> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >KONFERENSI WALIGEREJA</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >INDONESIA (KWI),</span></p> </td> </tr> <tr style="mso-yfti-irow:1"> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" > </span></p> </td> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" > </span></p> </td> </tr> <tr style="mso-yfti-irow:2"> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >Pdt. Dr. A.A. Yewangoe</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >Ketua Umum</span></p> </td> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >Mgr. Martinus D. Situmorang, OFMCap.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >Ketua</span></p> </td> </tr> <tr style="mso-yfti-irow:3"> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" > </span></p> </td> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" > </span></p> </td> </tr> <tr style="mso-yfti-irow:4;mso-yfti-lastrow:yes"> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >Pdt. Gomar Gultom, M.Th.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >Sekretaris Umum</span></p> </td> <td style="width:231.75pt;padding:0cm 0cm 0cm 0cm" valign="top" width="309"> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >Mgr. Johannes Pujasumarta</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:center" align="center"><span style="mso-fareast-Times New Roman"font-family:";" >Sekretaris Jendral</span></p> </td> </tr> </tbody></table> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";color:black;" > </span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn1"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><wbr><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[1]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn1"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Yes. 9:5.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn2"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[2]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn2"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Bdk. Yes. 9:1a.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn3"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[3]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn3"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Bdk. Luk. 2:8-9.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn4"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[4]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn4"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><i><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Ibid</span></i><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >. ay 15.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn5"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[5]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn5"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Mat. 2:2.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn6"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[6]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn6"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Lih. Mat. 2: 8, 10-12.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn7"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[7]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn7"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Bdk. Yoh. 1:1-4.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn8"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[8]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn8"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Bdk.Yoh.1:9</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn9"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[9]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn9"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > <i>Ibid ay</i>.1:10-11</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><span style=" font-family:"Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn10"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[10]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn10"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > Bdk.</span><i><span style="mso-fareast-Times New Roman"; font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Ibid.ay.1:10-11</span></i><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" ></span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn11"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[11]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn11"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Flp. 2:5-7.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn12"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[12]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn12"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Luk. 2:16.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn13"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[13]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn13"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Lih. Mat. 2:11</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn14"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[14]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn14"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Luk. 9:50.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn15"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[15]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn15"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Bdk Yes. 9:1a.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn16"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[16]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn16"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Yoh. 8:12.</span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn17"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[17]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn17"></span><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" > </span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Yoh. 12:35. </span></p> <p class="MsoNormal" style="background:white"><a name="_ftn18"><span class="yiv1995331457msofootnotereference"><span style=" mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >[18]</span></span></a><span style="mso-bookmark:_ftn18"></span><span style="mso-fareast-Times New Roman";font-family:";font-size:8.0pt;color:black;" >Luk. 2:14.</span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-16945936958129860202010-09-05T17:58:00.002+07:002010-09-05T18:01:42.969+07:00Profile Romo Damar dalam 9 ekspresi<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqhWM2hc6UCJKrRR6XS7fqlSr_8HcSkv_ijCIObgF00xU5pd9Ygc07o7bW3clv45t73UsyqCCQWmGY8UGOkvPvb-ldxrDCKdbxgR_65GYIUszbEyHQyZCWzy2lCva5ZHAMXd_3sJcJq0Gl/s1600/Expresi+Rm+Damar.jpg"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 247px; FLOAT: left; HEIGHT: 320px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513382616776304786" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqhWM2hc6UCJKrRR6XS7fqlSr_8HcSkv_ijCIObgF00xU5pd9Ygc07o7bW3clv45t73UsyqCCQWmGY8UGOkvPvb-ldxrDCKdbxgR_65GYIUszbEyHQyZCWzy2lCva5ZHAMXd_3sJcJq0Gl/s320/Expresi+Rm+Damar.jpg" /></a><br /><div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-77975270122049693502010-07-19T12:32:00.001+07:002010-07-19T12:33:58.809+07:00halangan-halangan Tahbisan ImamHalangan-halangan bagi Tahbisan Imam bisa dilihat di kanon 1041 kitab hukum kanonik.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-34548175887315951482010-07-18T17:43:00.003+07:002010-07-26T19:10:22.527+07:00Tahbisan ImamTahbisan Imam baru oleh Bpk Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono Pr di Katedral HKY pada tgl 4 Agustus 2010 pukul 17.00 WIB.<br /><br />1. Fr Diakon Antonius Widhi Hariantoro,Pr - asal Paroki St Pius X Blora<br />2. Fr Diakon Leo Giovanni Marcel,Pr - asal Paroki St Petrus & Paulus, Rembang<br />3. Fr Diakon Robertus Joko Sulistyo,Pr - asal Paroki St Thomas Rasul, Ambarawa<br />4. Fr Diakon Yosef Silvinus Supomo,CM - asal Paroki St Theresia Kecil, Sintang<br />5. Fr Diakon Stephanus Darno,Pr - asal Paroki St Yosef, Ngawi<br />6. Fr Diakon Stefanus Iswadi Prayidno,Pr - asal Paroki St Petrus & Paulus, Wlingi<br />7. Fr Diakon Petrus Kanisius Timoteus siga,Pr - asal Paroki St Maria Tak Bercela, Surabaya<br />8. Fr Diakon Yohanes Benny Suwito,Pr - asal Paroki St Maria , Jombang<br /><br />Apabila Umat mengetahui adanya halangan - halangan bagi para calon imam tersebut dimohon segera memberitahukannya ke Keuskupan Surabaya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-83863366181729661662010-07-18T17:28:00.003+07:002010-07-18T17:42:58.486+07:00Kursus Perkawinan Katolik Angkatan II<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj41pziEf36VM9AsQ_y73CRXeKym2umuYXg2lol2RLbKqG-UHiDegQq6NxTEfnH9iSc-bt_I38iNGM6j-e5zLcUlkCrQP1oIwNTGKBzAZcso9qrmUtrdrXQWCck-G1dBqWjo5lQyvcyzJ3r/s1600/DSC_0005.JPG"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 320px; FLOAT: left; HEIGHT: 213px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5495194697092831170" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj41pziEf36VM9AsQ_y73CRXeKym2umuYXg2lol2RLbKqG-UHiDegQq6NxTEfnH9iSc-bt_I38iNGM6j-e5zLcUlkCrQP1oIwNTGKBzAZcso9qrmUtrdrXQWCck-G1dBqWjo5lQyvcyzJ3r/s320/DSC_0005.JPG" /></a><br /><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPXtI5S0vvseVxEIeO9RPdp-F9C8H4P13sUEERwUHkZIUxbIVmSvuLLrPtoF6GDuDMkRHPYPGauRLB467uME1Ud7i-2Tygw2XmEbCr-POBiJ8G67Ty7Y-3Kev-J8dlrtrt49MtayM0crEi/s1600/DSC_0013.JPG"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 320px; FLOAT: left; HEIGHT: 213px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5495194675123005026" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPXtI5S0vvseVxEIeO9RPdp-F9C8H4P13sUEERwUHkZIUxbIVmSvuLLrPtoF6GDuDMkRHPYPGauRLB467uME1Ud7i-2Tygw2XmEbCr-POBiJ8G67Ty7Y-3Kev-J8dlrtrt49MtayM0crEi/s320/DSC_0013.JPG" /></a><br /><br /><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRzdrp4tDUp5b5pez0ZSWfL6VecERxSTEZo8g1VjMsPevJNkj4kSrTRfIw4lgdwSBffzLKqYHADj28h1Ob-5qThNuvmnZH05hcPz-fS622DkiKMAbxbZqKFQC5ZwqOMqroUjh-NJc0eluG/s1600/DSC_0016.JPG"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 320px; FLOAT: left; HEIGHT: 213px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5495194666125446338" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRzdrp4tDUp5b5pez0ZSWfL6VecERxSTEZo8g1VjMsPevJNkj4kSrTRfIw4lgdwSBffzLKqYHADj28h1Ob-5qThNuvmnZH05hcPz-fS622DkiKMAbxbZqKFQC5ZwqOMqroUjh-NJc0eluG/s320/DSC_0016.JPG" /></a><br /><br /><br /><div>Kursus Perkawinan angkatan II sdh di mulai tgl 18 Jul 2010 & 25 Jul 2010</div></div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-3268376538945586352010-02-17T06:04:00.000+07:002010-02-17T06:06:53.092+07:00PERAYAAN RABU ABU AWAL MASA PRA PASKAHAsal Mula Perayaan Rabu Abu & Penggunaan Abu<br />Oleh: P. William P. Saunders *<br /><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=3415438&op=1&view=all&subj=335232351078&aid=-1&auser=0&oid=335232351078&id=814878248"></a><br />Penggunaan abu dalam liturgi berasal dari jaman Perjanjian Lama. Abu melambangkan perkabungan, ketidakabadian, dan sesal / tobat. Sebagai contoh, dalam Buku Ester, Mordekhai mengenakan kain kabung dan abu ketika ia mendengar perintah Raja Ahasyweros (485-464 SM) dari Persia untuk membunuh semua orang Yahudi dalam kerajaan Persia (Est 4:1). Ayub (yang kisahnya ditulis antara abad ketujuh dan abad kelima SM) menyatakan sesalnya dengan duduk dalam debu dan abu (Ayb 42:6). Dalam nubuatnya tentang penawanan Yerusalem ke Babel, Daniel (sekitar 550 SM) menulis, "Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu." (Dan 9:3). Dalam abad kelima SM, sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, kota Niniwe memaklumkan puasa dan mengenakan kain kabung, dan raja menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu (Yun 3:5-6). Contoh-contoh dari Perjanjian Lama di atas merupakan bukti atas praktek penggunaan abu dan pengertian umum akan makna yang dilambangkannya. Yesus Sendiri juga menyinggung soal penggunaan abu: kepada kota-kota yang menolak untuk bertobat dari dosa-dosa mereka meskipun mereka telah menyaksikan mukjizat-mukjizat dan mendengar kabar gembira, Kristus berkata, "Seandainya mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengahmu terjadi di Tirus dan Sidon, maka sudah lama orang-orang di situ bertobat dengan memakai pakaian kabung dan abu." (Mat 11:21)** Gereja Perdana mewariskan penggunaan abu untuk alasan simbolik yang sama. Dalam bukunya "De Poenitentia", Tertulianus (sekitar 160-220) menulis bahwa pendosa yang bertobat haruslah "hidup tanpa bersenang-senang dengan mengenakan kain kabung dan abu." Eusebius (260-340), sejarahwan Gereja perdana yang terkenal, menceritakan dalam bukunya "Sejarah Gereja" bagaimana seorang murtad bernama Natalis datang kepada Paus Zephyrinus dengan mengenakan kain kabung dan abu untuk memohon pengampunan. Juga, dalam masa yang sama, bagi mereka yang diwajibkan untuk menyatakan tobat di hadapan umum, imam akan mengenakan abu ke kepala mereka setelah pengakuan. Dalam abad pertengahan (setidak-tidaknya abad kedelapan), mereka yang menghadapi ajal dibaringkan di tanah di atas kain kabung dan diperciki abu. Imam akan memberkati orang yang menjelang ajal tersebut dengan air suci, sambil mengatakan "Ingat engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu." Setelah memercikkan air suci, imam bertanya, "Puaskah engkau dengan kain kabung dan abu sebagai pernyataan tobatmu di hadapan Tuhan pada hari penghakiman?" Yang mana akan dijawab orang tersebut dengan, "Saya puas." Dalam contoh-contoh di atas, tampak jelas makna abu sebagai lambang perkabungan, ketidakabadian dan tobat. Akhirnya, abu dipergunakan untuk menandai permulaan Masa Prapaskah, yaitu masa persiapan selama 40 hari (tidak termasuk hari Minggu) menyambut Paskah. Ritual perayaan "Rabu Abu" ditemukan dalam edisi awal Gregorian Sacramentary yang diterbitkan sekitar abad kedelapan. Sekitar tahun 1000, seorang imam Anglo-Saxon bernama Aelfric menyampaikan khotbahnya, "Kita membaca dalam kitab-kitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, bahwa mereka yang menyesali dosa-dosanya menaburi diri dengan abu serta membalut tubuh mereka dengan kain kabung. Sekarang, marilah kita melakukannya sedikit pada awal Masa Prapaskah kita, kita menaburkan abu di kepala kita sebagai tanda bahwa kita wajib menyesali dosa-dosa kita terutama selama Masa Prapaskah." Setidak-tidaknya sejak abad pertengahan, Gereja telah mempergunakan abu untuk menandai permulaan masa tobat Prapaskah, kita ingat akan ketidakabadian kita dan menyesali dosa-dosa kita. Dalam liturgi kita sekarang, dalam perayaan Rabu Abu, kita mempergunakan abu yang berasal dari daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya yang telah dibakar. Imam memberkati abu dan mengenakannya pada dahi umat beriman dengan membuat tanda salib dan berkata, "Ingat, engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu," atau "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil." Sementara kita memasuki Masa Prapaskah yang kudus ini guna menyambut Paskah, patutlah kita ingat akan makna abu yang telah kita terima: kita menyesali dosa dan melakukan silih bagi dosa-dosa kita. Kita mengarahkan hati kepada Kristus, yang sengsara, wafat dan bangkit demi keselamatan kita. Kita memperbaharui janji-janji yang kita ucapkan dalam pembaptisan, yaitu ketika kita mati atas hidup kita yang lama dan bangkit kembali dalam hidup yang baru bersama Kristus. Dan yang terakhir, kita menyadari bahwa kerajaan dunia ini segera berlalu, kita berjuang untuk hidup dalam kerajaan Allah sekarang ini serta merindukan kepenuhannya di surga kelak. Pada intinya, kita mati bagi diri kita sendiri, dan bangkit kembali dalam hidup yang baru dalam Kristus. Sementara kita mencamkan makna abu ini dan berjuang untuk menghayatinya terutama sepanjang Masa Prapaskah, patutlah kita mempersilakan Roh Kudus untuk menggerakkan kita dalam karya dan amal belas kasihan terhadap sesama. Bapa Suci dalam pesan Masa Prapaskah tahun 2003 mengatakan, "Merupakan harapan saya yang terdalam bahwa umat beriman akan mendapati Masa Prapaskah ini sebagai masa yang menyenangkan untuk menjadi saksi belas kasih Injil di segala tempat, karena panggilan untuk berbelas kasihan merupakan inti dari segala pewartaan Injil yang sejati." Beliau juga menyesali bahwa "abad kita, sungguh sangat disayangkan, terutama rentan terhadap godaan akan kepentingan diri sendiri yang senantiasa berkeriapan dalam hati manusia. Suatu hasrat berlebihan untuk memiliki akan menghambat manusia dalam membuka diri terhadap Pencipta mereka dan terhadap saudara-saudari mereka." Dalam Masa Prapaskah ini, tindakan belas kasihan yang tulus, yang dinyatakan kepada mereka yang berkekurangan, haruslah menjadi bagian dari silih kita, tobat kita, dan pembaharuan hidup kita, karena tindakan-tindakan belas kasihan semacam itu mencerminkan kesetiakawanan dan keadilan yang teramat penting bagi datangnya Kerajaan Allah di dunia ini. * Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria. Sumber: "Straight Answers: The Ashen Cross" by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2003 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com ** Ayat dikutip dari Kitab Suci Komunitas Kristiani, Edisi Pastoral Katolik. Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: "diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald."Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-18633732924007006772009-11-16T06:44:00.002+07:002009-11-16T06:52:09.201+07:00Lingkaran Adven: Lambang dan Maknanya<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghYgsM5U8A9K0z8YH8XGkCnbf55Fmpuj7g-3C1e177wUxO1MAaKogYFcBDJJMhqCScbaSx4yJBUOiF6hR3Fzo5sOhZle-EDJ83CV_-BV40gz_T-WXeqa7V8r1i4EK0f0YPn9B5TfIIxrew/s1600/3d3fca60.gif"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 252px; FLOAT: left; HEIGHT: 166px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5404481089018286866" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghYgsM5U8A9K0z8YH8XGkCnbf55Fmpuj7g-3C1e177wUxO1MAaKogYFcBDJJMhqCScbaSx4yJBUOiF6hR3Fzo5sOhZle-EDJ83CV_-BV40gz_T-WXeqa7V8r1i4EK0f0YPn9B5TfIIxrew/s320/3d3fca60.gif" /></a><br /><div><span style="font-size:180%;">Lingkaran Adven: Lambang dan Maknanya<br /></span>oleh: P. Francis J. Peffley<br />Pada Masa Adven, banyak keluarga memasang Lingkaran Adven di rumah mereka. Selain hiasan-hiasannya yang tampak semarak serta membangkitkan semangat, ada banyak sekali lambang yang terkandung di dalamnya, yang belum diketahui banyak orang.<br />Pertama, karangan tersebut selalu berbentuk lingkaran. Karena lingkaran tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir, maka lingkaran melambangkan Tuhan yang abadi, tanpa awal dan akhir.<br />Lingkaran Adven selalu dibuat dari daun-daun evergreen. Dahan-dahan evergreen, sama seperti namanya “ever green” - senantiasa hijau, senantiasa hidup. Evergreen melambangkan Kristus, Yang mati namun hidup kembali untuk selamanya. Evergreen juga melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita. Tampak tersembul di antara daun-daun evergreen yang hijau adalah buah-buah beri merah. Buah-buah itu serupa tetesan-tetesan darah, lambang darah yang dicurahkan oleh Kristus demi umat manusia. Buah-buah itu mengingatkan kita bahwa Kristus datang ke dunia untuk wafat bagi kita dan dengan demikian menebus kita. Oleh karena Darah-Nya yang tercurah itu, kita beroleh hidup yang kekal.<br />Empat batang lilin diletakkan sekeliling Lingkaran Adven, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven, yaitu masa persiapan kita menyambut Natal. Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang penantian bangsa Yahudi akan datangnya Sang Mesias, sementara dalam Perjanjian Baru mulai diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa Adven, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain mulai dinyalakan. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Adven setiap minggu dengan bertambah banyaknya lilin yang dinyalakan, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat. Semoga jiwa kita juga semakin menyala dalam kasih kepada Bayi Yesus.<br />Warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Warna ungu mengingatkan kita bahwa Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu “Gaudete”. “Gaudete” adalah bahasa Latin yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu) dan sedikit meledak dalam Masa Adven. Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih - masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar.<br />Pada kaki setiap lilin, atau pada kaki Lingkaran Adven, ditempatkan sebuah mangkuk berwarna biru. Warna biru mengingatkan kita pada Bunda Maria, Bunda Allah, yang mengandung-Nya di dalam rahimnya serta melahirkan-Nya ke dunia pada hari Natal.<br />Lingkaran Adven diletakkan di tempat yang menyolok di gereja. Para keluarga memasang Lingkaran Adven yang lebih kecil di rumah mereka. Lingkaran Adven kecil ini mengingatkan mereka akan Lingkaran Adven di Gereja dan dengan demikian mengingatkan hubungan antara mereka dengan Gereja. Lilin dinyalakan pada saat makan bersama. Berdoa bersama sekeliling meja makan mengingatkan mereka akan meja perjamuan Tuhan di mana mereka berkumpul bersama setiap minggu untuk merayakan perjamuan Ekaristi - santapan dari Tuhan bagi jiwa kita.<br />Jadi, nanti jika kalian melihat atau memasang Lingkaran Adven, jangan menganggapnya sebagai hiasan yang indah saja. Ingatlah akan semua makna yang dilambangkannya, karena Lingkaran Adven hendak mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal.<br />sumber : "The Symbolism of the Advent Wreath” by Father Peffley; Father Peffley's Web Site; www.transporter.com/fatherpeffley<br /><span style="font-size:78%;">Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Francis J. Peffley.”</span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-32129661158656763132009-08-17T05:52:00.005+07:002009-08-17T06:01:33.364+07:00Bukan Sekedar Katolik, Tapi Indonesia<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9qBKyQ79gPQF4za4Rr8kW3_N2bcNdE3yYOq1m0840lQZuKy2n-JuIfpvi4vy49RYB21HShBgFZKRiIE3Eevp4gFwaNKUZnQgWDUJjnMLIdBTDqg_LJrw8bgmocBHXvORTkuSUrOaSD8uZ/s1600-h/kami+tidak+takut.jpg"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 137px; FLOAT: left; HEIGHT: 129px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5370699837676328242" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9qBKyQ79gPQF4za4Rr8kW3_N2bcNdE3yYOq1m0840lQZuKy2n-JuIfpvi4vy49RYB21HShBgFZKRiIE3Eevp4gFwaNKUZnQgWDUJjnMLIdBTDqg_LJrw8bgmocBHXvORTkuSUrOaSD8uZ/s320/kami+tidak+takut.jpg" /></a><br /><div>Proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, tidak dipersiapkan satu atau dua hari. Sejak dibentuknya Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 29 April 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya pelaksanaan janji Jepang mengenai kemerdekaan Indonesia. Dalam pidato salah satu anggotanya, 31 Mei 1945, Soepomo menegaskan, “Negara Indonesia tidak didirikan atas nama agama. Negara Indonesia adalah negara persatuan Indonesia dan bukan berdasarkan agama Islam. Dengan sendirinya dalam urusan negara nasional yang bersatu, urusan agama akan terpisah dari urusan negara dan dengan sendirinya dalam negara yang demikian, seseorang akan merdeka memeluk agama yang disukainya. Baik golongan agama terbesar maupun yang terkecil akan merasa bersatu dengan negara”Dalam salah satu sidangnya tanggal, 1 Juni 1945, Soekarno mengertak, “Kita ini berani merdeka atau tidak ?...Saya mendengar uraian Paduka Tuan Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka !” yang kemudian disambut tepuk tangan riuh.Pada bagian lanjutan pidatonya, Soekarno menegaskan, “Kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui. Apakah itu ? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan ? Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan ? Apakah maksud kita begitu ? Sudah tentu tidak ! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Dengan semangat kemerdekaan itulah, Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI) didirikan pada tanggal 8 Desember 1945. Pada sambutan memperingati berdirinya PKRI ke-40, I.J. Kasimo mengingatkan bahwa orientasi dan tujuan perjuangan partai ialah bekerja sekuat-kuatnya untuk memperkembangkan kemajuan Republik Indonesia dan kesejahteraan rakyatnya. Meskipun kecil dari segi jumlah, kalangan Katolik tidak ingin menjadi pembonceng gratis atau free riders yang hanya mengejar kepentingan sendiri atau kelompok.Gereja sebagai lembaga dan negara tidak dapat hidup dalam isolasi absolute satu sama lain, demikian Jacques Maritian dalam bukunya, Man and the State. Kendati bersifat superior terhadap negara karena tujuan ultimnya bersifat supranatural dan karenanya melampaui tujuan temporal negara, Gereja tetap berada di dalam negara. Karena itu, apa yang dilakukan Gereja, suka atau tidak suka, berpengaruh langsung atau tidak langsung pada bangsa dan negara secara keseluruhan. Sebaliknya pun demikian. Apa yang dilakukan oleh negara juga membawa dampak bagi Gereja. Maka, terorisme, mahalnya biaya pendidikan, ketidakadilan struktural, sikap apolitis, gugatan terhadap Pancasila, klaim kebenaran agama dengan fanatisme picik, lunturnya toleransi, penyimpangan terhadap cita-cita Proklamasi, maraknya primordialisme sempit dan aneka persoalan bangsa ini, tidak menjadi keprihatinan Gereja karena merugikan umat Katolik, melainkan karena mengancam kemanusiaan, mengancam kesejahteraan umum dan mengancam NKRI. Dalam bingkai pemikiran tersebut kita memahami kata-kata Yesus, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”.(A.Luluk Widyawan Pr)</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-16414324691981391992009-07-06T18:24:00.001+07:002009-07-06T18:29:09.656+07:00Presiden Berkualitas, Pemilih BerkualitasBeberapa hari lagi kita akan memilih secara langsung presiden dan wakil presiden. Inilah pengalaman pemilihan presiden-wakil presiden secara langsung yang kedua. Di tengah waktu pencontrengan yang semakin dekat dan kepungan janji ketiga pasangan kandidat, ada baiknya kita catat pengalaman Pemilu Presiden 2004 dan belajar darinya.Ada setidaknya dua pelajaran penting dari Pemilu Presiden 2004: yakni menggejalanya tiga lapis otonomi politik dan masih kaburnya batas antara supporters (penyokong) dan voters (pemilih).<br />Tiga lapis otonomiPemilu Presiden 2004 menegaskan tiga kecenderungan otonomi politik. Pertama, para pemilih dalam pemilu presiden cenderung otonom berhadapan dengan partai politik yang mereka pilih dalam pemilu legislatif sebelumnya. Sekalipun parpolnya membangun koalisi menyokong pasangan kandidat tertentu, para pemilih secara otonom mengarahkan pilihan mereka pada pasangan yang mereka kehendaki.<br />Otonomi para pemilih itu merusak kalkulator parpol. Dalam putaran kedua pemilu presiden, pasangan Megawati Soekarnoputri- Hasyim Muzadi disokong oleh Koalisi Kebangsaan yang tambun. Namun, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla yang disokong Koalisi Kerakyatan yang berpostur jauh lebih kecil ternyata justru menang secara meyakinkan. Beberapa lembaga survei membuktikan bahwa kemenangan ini terbangun oleh otonomi para pemilih berhadapan dengan parpol pilihan mereka.<br />Kedua, otonomi pengurus partai di tingkat daerah berhadapan dengan pengurus partai di tingkat pusat. Pemilu Presiden 2004 ditandai secara menarik oleh pembelotan banyak pengurus daerah parpol terhadap pilihan politik yang diputuskan pengurus partai di tingkat pusat. Otonomi pengurus partai di tingkat daerah ini terjadi secara hampir merata di sejumlah partai.<br />Ketiga, otonomi para tokoh informal partai berhadapan dengan para tokoh yang secara formal duduk dalam kepengurusan partai itu. Keputusan politik yang diambil secara resmi oleh para pemimpin formal partai ditentang oleh para tokoh informal partai itu. Pembelotan ini bahkan tak dilakukan diam-diam, di bawah permukaan, tetapi ditegaskan sebagai sikap politik eksplisit.<br />Itulah tiga lapis otonomi yang berkembang secara masif dalam Pemilu Presiden 2004. Sekalipun tak lagi semasif itu, gejala serupa masih berkembang di tengah kompetisi politik sengit hari-hari ini.<br />Maka, atas nama ”teori” tiga lapis otonomi itu, kita tak bisa secara tergopoh-gopoh menyimpulkan bahwa Yudhoyono-Boediono, yang didukung koalisi partai paling tambun, dengan serta-merta akan melenggang menjadi pemenang. Kita tak bisa berasumsi bahwa suara semua partai penyokong koalisi dengan serta-merta akan berpindah menjadi gabungan suara pemilu presiden.<br />Terlepas bahwa Lingkaran Survei Indonesia—berdasarkan survei yang dibiayai Tim Sukses Yudhoyono-Boediono—sudah menegaskan kemenangan besar Yudhoyono-Boediono, pertarungan Pemilu Presiden 2009 belum sama sekali berakhir. Melihat dinamika politik hingga hari-hari ini, kemungkinan bagi pemilu dua putaran, bahkan kemungkinan bagi kekalahan Yudhoyono-Boediono, masih terbuka.<br />Pemilih versus penyokongPelajaran lain dari Pemilu Presiden 2004 adalah masih kaburnya batas antara penyokong dan pemilih. Demokrasi yang sehat dan matang menuntut kualifikasi para pemilih, bukan sekadar para penyokong. Akan tetapi, di mana pun, para pemilih tak pernah jatuh dari langit, melainkan harus dibangun melalui proses yang liat.<br />Penyokong mendukung kandidat presiden-wakil presiden dengan alasan loyalitas sentimental, semacam kesamaan asal daerah. Sementara itu, pemilih memilih kandidat berbasis kalkulasi, yakni pertimbangan mengenai seberapa jauh sang kandidat akan bekerja sejalan dengan harapan dan aspirasinya.<br />Penyokong menyokong kandidat presiden-wakil presiden karena kultus, sementara pemilih memilih karena pertimbangan. Semangat penyokong adalah mengabdi kepada kandidat, sementara pemilih mengajak kandidat membangun pertukaran (exchange).Maka, hubungan yang terbangun di antara penyokong dan kandidat adalah cenderung emosional dan irasional, bukan hubungan rasional sebagaimana terbentuk di antara pemilih dengan kandidat. Alhasil, ketika penyokong menawarkan dukungan yang terus terpelihara, pemilih justru mentransformasikan pilihan yang diambilnya menjadi tuntutan akuntabilitas atau pertanggungjawaban terhadap pejabat publik yang mereka pilih.<br />Dalam Pemilu Presiden 2004 kita masih melihat kaburnya batas di antara para penyokong dan pemilih itu. Sekalipun tidak disokong oleh data kuantitatif hasil survei, layak diduga bahwa penyokong masih lebih mudah dijumpai ketimbang pemilih.<br />Harapan warga, pemilu presiden menandai menegas dan menguatnya para pemilih dan melemahnya gejala para penyokong. Melalui penegasan dan penguatan inilah hasil pemilu yang lebih berkualitas akan dijamin. Sebab, tak pernah ada presiden berkualitas tanpa para pemilih berkualitas.<br /><br />Orang Katolik kebanyakan akan bertanya, siapa yang pantas dipilih? Atau pertanyaan menukik, Gereja menganjurkan memilih pasangan capres yang mana? Sekali lagi, Gereja Katolik tidak memiliki niat sedikitpun untuk mengarahkan umat pada pasangan capres tertentu. Gereja menyerukan supaya umat bertanggung jawab dengan tidak golput.<br /><br />Sebagai pembelajaran, umat dapat hedaknya memilih pasangan capres yang<br />mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mendukung dan membela Pancasila & Undang-Undang Dasar '45 sebagai dasar dan pedoman hidup Bangsa Indonesia yang tak dapat digantikan. Umat hendaknya cerdas memberikan suaranya kepada pasangan capres yang memiliki komitmen selaras dengan nilai-nilai ajaran sosial Gereja yang mengedepankan kebaikan hati, berpihak kepada kehidupan, memperjuangkan kesejahteraan umum, menjunjung tinggi solidaritas, subsidiaritas, hak asasi manusia, pluralisme, nasionalisme, kebangsaan, desentralisasi kekuasaan, otonomi daerah, mendukung kehidupan demokrasi, menolak kekerasan dan korupsi.<br /> Pada titik itulah tanggung jawab sejarah yang besar kita panggul beramai-ramai. Kita dihadapkan pada tuntutan sederhana belaka: menjadi pemilih yang bertanggung jawab atau tak memilih secara sama bertanggung jawabnya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-88186483961196432942009-06-23T00:18:00.001+07:002009-06-23T00:22:11.316+07:00menjawab "AMIN"Saya seorang pelayan luarbiasa komuni suci. Dalam membagikan Komuni, saya tercengang atas berbagai jawaban berbeda yang disampaikan umat sebagai tanggapan atas perkataan “Tubuh Kristus”. Sebagian besar orang menjawab, “Amin,” tetapi sebagian lainnya menjawab, “Aku percaya.” Adakah hal itu merupakan masalah?~ seorang pembaca di Great FallsJawab singkatnya adalah, “Ya, masalah.” Dalam Pedoman Umum Misale Romawi (2000), rubrik berikut sekali lagi dimaklumkan mengenai penerimaan komuni suci: “… Imam mengangkat sedikit dan menunjukkan Hosti kepada masing-masing orang yang menyambut sambil berkata: `Tubuh Kristus.' Masing-masing orang menjawab: `Amin,' lalu menyambutnya entah dengan lidah entah dengan tangan” (No. 161). Jawaban “Amin” yang sama juga dimandatkan apabila umat yang menyambut menerima Darah Mahasuci dari piala atau jika ia menerima Komuni Suci dengan pencelupan Hosti, yaitu imam mencelupkan Hosti Kudus ke dalam Darah Mahasuci dan meletakkan Sakreman di lidah mereka yang menyambut (lihat juga No. 286-7).Karena peraturan pokok di atas, muncul pertanyaan mengapa kata “Amin” begitu penting? Kata “Amin” dalam bahasa Ibrani berarti, “sungguh-sungguh,” “benar” atau “memang benar demikian”. Dalam Kitab Suci, “Amin” merupakan suatu penegasan yang khidmat dan suatu seruan pembenaran. “Amin” merupakan bukan hanya suatu pernyataan tegas dan serius, melainkan juga suatu pernyataan otoritas dari dia yang membuat pernyataan tersebut.Sebagai contoh, dalam Injil St Yohanes (6:53), Yesus mengatakan, “Amin, amin, Aku berkata kepadamu, jika kamu tidak makan daging Putra Manusia dan tidak minum DarahNya, kamu tidak memiliki hidup dalam dirimu.” Ayat tersebut dalam Kitab Suci terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, diterjemahkan sebagai, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya….” Di sini Tuhan dengan khidmad menekankan kebenaran dari apa yang Ia ajarkan.Dalam Kitab Wahyu (3:14) Yesus mengidentifikasikan DiriNya sebagai “Amin”: “Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah” sebab Ia senantiasa setia akan Sabda-Nya. Di sini, kata “Amin” menekankan otoritas Tuhan kita sebab Ia adalah kebenaran.Dan yang terakhir, dalam masa apostolik, kata “Amin” dipergunakan dalam liturgi sebagai tanggapan positif terhadap kebenaran keyakinan dan otoritas dengan mana keyakinan diajarkan.Oleh sebab alasan-alasan di atas, sejak masa Gereja perdana, “Amin” senantiasa merupakan jawaban yang tepat dari umat yang menyambut Ekaristi Kudus. Sebagai contoh, St Yustinus Martir (wafat thn 165) dalam tulisannya “apologiæ” (bab 65-66) mencatat bagaimana “Amin” merupakan tanggapan umat atas doa-doa dan puji syukur yang dipersembahkan imam dalam Doa Syukur Agung. “Amin” merupakan persetujuan umat bahwa Ekaristi Kudus adalah sungguh Tubuh dan Darah Kristus, bahwa imam memiliki otoritas untuk bertindak in persona Christi dalam merayakan Ekaristi, dan bahwa ajaran yang diwariskan oleh para rasul adalah sungguh ajaran Kristus. St Yustinus menulis, “Karena roti dan anggur ini - sesuai dengan satu ungkapan lama - di“ekaristi”kan, kita menamakan makanan ini ekaristi. Seorang pun tidak boleh mengambil bagian dalamnya, kecuali orang yang mengakui ajaran kita sebagai yang benar, telah menerima Pembaptisan untuk pengampunan dosa dan kelahiran kembali dan hidup sesuai dengan petunjuk Kristus. Sebab bukan sebagai makanan biasa ataupun minuman biasa kita menerima roti dan anggur ini; tetapi karena Yesus Kristus Juruselamat kita telah berinkarnasi oleh Sabda Allah dan telah memiliki baik daging dan darah demi keselamatan kita, maka juga, seperti telah diajarkan kepada kita, makanan yang telah diekaristikan oleh doa syukur agung yang ditetapkan oleh-Nya dan oleh perubahan yang dengannya darah dan daging kita dihidupi, adalah keduanya daging dan darah Yesus yang berinkarnasi itu.” Tanpa “Amin,” orang tidak boleh menerimanya.St Agustinus (wafat thn 430) dalam tulisannya “Sermones” (No. 272) mengajarkan, “Kalau kamu Tubuh Kristus dan anggota-anggota-Nya, maka Sakramen yang adalah kamu sendiri, diletakkan di atas meja Tuhan; kamu menerima Sakramen, yang adalah kamu sendiri. Kamu menjawab atas apa yang kamu terima, dengan `Amin' [Ya, demikianlah] dan kamu menandatanganinya, dengan memberi jawaban atasnya. Kamu mendengar perkataan `Tubuh Kristus', dan kamu menjawab `Amin'. Jadilah anggota Kristus, supaya Aminmu itu benar” (seperti dikutip dalam Katekismus Gereja Katolik, No 1396). Oleh sebab itu, kita wajib menyatakan “Amin” kita dengan keyakinan yang besar sebelum menyambut Ekaristi Kudus. Sungguh menyedihkan, sebagian orang memutuskan untuk mengubah tanggapannya menjadi “Aku percaya,” atau “Terima kasih,” atau “Ya, kami percaya” atau “Ya, saya.” Segala jawaban ini tidaklah tepat. Jika orang mengatakan, “Aku percaya,” apakah orang tersebut hanya percaya pada komuni kudus yang ia sambut, ataukah ia juga percaya pada Gereja semesta dan segala ajarannya seperti yang dimaksudkan oleh “Komuni”? Jika orang menjawab, “Terima kasih,” maka ia mengambil; tetapi apakah yang ia berikan? Jika orang menjawab, “Ya, kami percaya,” apakah yang dimaksudkannya adalah kelompoknya, jemaatnya, Gereja semesta atau konsepnya sendiri mengenai Gereja? Jika orang mengatakan “Ya, saya,” maka kita perlu menguncinya dalam tabernakel. Jawaban singkatnya adalah, “jawaban yang paling pantas, tepat dan satu-satunya yang sah saat menyambut Komuni Kudus adalah `Amin.'”. Amin. * Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Church in Potomac Falls.sumber : “Straight Answers: Answering 'Amen'” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2006 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.comDiperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”<br /><a href="http://www.facebook.com/photo.php?pid=2931672&op=1&view=all&subj=96750142439&aid=-1&oid=96750142439&id=91119074637"></a>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-46103684407536100332009-06-04T22:39:00.001+07:002009-06-04T22:42:13.009+07:00JANGAN CIPTAKAN NERAKA BAGI KAUM LEMAHApakah surga itu? Ternyata sebagian orang berpendapat, surga adalah ketika bisa punya uang Rp1,7 triliun seperti yang dimiliki Prabowo Subianto. Bayangkan, tiga ekor kuda miliknya saja konon seharga Rp9 miliar. Seorang buruh bergaji Rp800 ribu per bulan, butuh waktu 100 tahun lebih untuk bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Seorang buruh pabrik rokok di Kediri atau office boy di Jakarta mungkin butuh dua ratus tahun untuk bisa membeli ekornya saja. Jangankan dengan harta Prabowo, dengan harta para caprescawapres lain saja sudah sulit bagi sekitar 227 juta penduduk negeri ini untuk mengejar atau meraihnya. Misal Megawati yang hartanya naik Rp60 miliar (Seputar Indonesia, 20/5).Penulis mau bertanya pada para motivator yang doyan menggelar seminar tentang kekayaan, bagaimana bisa mendapatkan harta sebesar itu dalam beberapa tahun saja?Tak mengherankan bila banyak yang geleng-geleng kepala, benarkah jumlah kekayaan tiga capres-cawapres kita memang sebesar itu? Ada upaya untuk melebih-lebihkan atau mungkin justru ada kekayaan lain yang justru tidak dilaporkan ke KPK? Yang pasti, kalau tiap orang Indonesia memiliki kekayaan sebesar yang dimiliki tiga capres-cawapres itu, jelas negeri ini sudah menjadi surga di dunia sejak lama. Namun apa daya? Yang terjadi justru kebanyakan warga kita tak punya uang sehingga hidup sehari-hari sering jadi seperti di dalam neraka. Perlu diketahui, menurut Bank Dunia, setengah jumlah warga negeri ini ternyata mengonsumsi kurang dari USD2 per hari (kriteria miskin menurut Bank Dunia). Itu berarti separo dari 227 juta warga kita. Namun tentu banyak yang tidak terima dengan kriteria Bank Dunia. Pemerintah yakin jumlah orang miskin telah berkurang dari 40 juta ke 36 juta.Tragedi Balita Anak PKLRobert Chambers dalam bukunya Rural Development, Putting the Last First (1983) mengingatkan agar kita jangan terlalu percaya kepada hasil survei dan data statistik yang berkaitan dengan kemiskinan dan orang miskin. Apalagi, orang miskin itu bukan angka, tetapi pribadi-pribadi manusia yang martabatnya tak boleh dilecehkan.Terkait ini, memprihatinkan sekali kasus kematian Siti Khoiyaroh, balita 4,5 tahun, karena tertumpah kuah bakso orangtuanya ketika menghindar dari oprakan Satpol PP Surabaya. Kasus itu sungguh menggambarkan terjadinya konflik yang tidak seimbang antara PKL dan Satpol PP yang merepresentasikan kewenangan pemerintah daerah. Itu tidak hanya di Surabaya. Ada konflik yang terjadi antara penguasa yang punya seperangkat pressure yang legitimate berhadapan dengan rakyat lemah yang berupaya mengais rezeki untuk mempertahankan hidupnya. Seolah ada keharusan untuk menggunakan kekerasan menghadapi kehidupan yang penuh risiko, bahkan berujung kematian.Jatuhnya korban pada oprakan PKL jelas menambah kepedihan dan keprihatinan kita atas melodrama konflik dalam penertiban kaki lima baik yang besar (membongkar bangunan liar) maupun yang kecil seperti "menyapu" PKL. Hidup bisa menjadi seperti neraka bagi para PKL dan anak-anaknya. Sayangnya di tengah sikon demikian, pemimpin yang seharusnya bisa menjadi teladan moral bagi rakyat kecil kini makin jarang dijumpai. Mereka yang duduk di kursi kekuasaan selalu mencoba mengambil untung sebanyak-banyaknya demi kocek pribadi, parpol, atau kelompok sendiri. Lihat saja wacana koalisi antarparpol menjelang Pilpres 8 Juli, fokus utamanya tetap pada kekuasaan atau jabatan. Lalu bagaimana jabatan itu bisa dibagi-bagi alias politik dagang sapi yang hanya menguntungkan segelintir elite dan kelompoknya. Bonum commune atau kesejahteraan bersama hanya jargon karena tak menyentuh para PKL atau orang miskin. Sebagian besar wong cilik masih menghadapi neraka hidup sehari-hari. Akar dari neraka dunia seperti dialami korban gusur atau PKL korban Satpol PP sesungguhnya adalah egosentrisme. Bahwa diriku sendiri harus menjadi pusat perhatian. Orang lain atau siapa pun harus memperhatikan aku. Segala urusan dan perkara harus menguntungkan egoku. Bahkan dalam urusan beragama pun Tuhan dipaksa untuk menuruti semua keinginanku. Meski jumlah tempat ibadah luar biasa banyak dan terus dibangun di negeri ini, sesungguhnya orang tengah menuruti egosentrismenya, bukan berbakti kepada Tuhan. Memang nama Tuhan sering disebut, tetapi korupsi dan perilaku tak terpuji lain terus jalan. Dosa seolah gampang diputihkan. Tobat yang sering dikumandangkan hanya menjadi pemanis di bibir. Buktinya rekor korupsi negeri ini tetap tinggi, nomor dua setelah Filipina. Aneh bukan, Filipina dan Indonesia adalah dua negeri yang mengklaim religius tapi korup?Teladan YesusDalam perspektif iman Kristen, egosentrisme manusia yang terealisasi dalam dosalah yang mengakibatkan neraka di dunia. Bahkan dalam perspektif iman, egosentrisme dari dosa manusialah yang menyalibkan Yesus. Padahal selama hidup-Nya di dunia, Yesus aktif atau proaktif memberitakan bagaimana manusia harus hidup menurut standar Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga di mana hanya kepedulian dan sikap altruisme yang mendapatkan aksentuasi. Tidak aneh bila sepanjang hidup-Nya, Yesus sungguh memberikan harapan dan teladan betapa nilai-nilai surgawi sesungguhnya harus dimulai di dunia ini sehingga surga bukan hanya menjadi persoalan eskatologi belaka. Keempat Injil adalah saksi cara hidup surgawi dari Yesus entah lewat kata-kata maupun tanda-tanda yang dikerjakan-Nya, khususnya kepada orang-orang lemah seperti orang buta, lumpuh, dan miskin. Bahkan lewat salib-Nya, Yesus menunjukkan bagaimana kita seharusnya berkorban sampai tuntas untuk melawan dosa yang hanya menyediakan neraka bagi kita semua. Maka kuasa kematian tidak berlaku abai pada Yesus karena setelah Yesus mati hari Jumat sore, lalu bangkit hari Minggu pagi. Yesus bangkit dan hidup selama 40 hari, kemudian naik ke surga. Kalau kita para murid Yesus sungguh mau menghadirkan standar hidup ala di surga seperti pernah ditunjukkan-Nya 2.000 tahun silam, berarti masih ada harapan dan solusi untuk 1.001 problem seperti untuk mengentaskan saudara-saudara kita dari lumpur kemiskinan. Misalnya, para PKL seharusnya dicarikan tempat jualan, bukan diperlakukan seperti hewan. Para penghuni bangunan liar bisa dicarikan tempat tinggal yang pantas. Para penganggur, yang jumlahnya terus membengkak sekitar 11 juta akibat krisis keuangan global, bisa dicarikan lapangan kerja. Jika kita semua sungguh membuang atau meninggalkan ketamakan dan kerakusan, kemudian menjadikan solidaritas atau kepedulian sebagai gaya hidup sehari-hari, sebuah surga di dunia masih sangat mungkin untuk diwujudkan. Penulis kadang iri kepada Bill Gates yang bisa menyumbangkan 25% dari total kekayaannya untuk kegiatan amal atau riset kemanusiaan. Alangkah eloknya jika orang-orang kaya Indonesia juga terketuk hatinya untuk punya foundation guna membantu sesama yang lemah. Penulis mengimbau para elite, mari jangan menciptakan neraka bagi kaum lemah. Mari kita senantiasa mengupayakan surga bagi mereka.[okezone.com]Tom SaptaatmajaTeologUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-33340211261138569872009-05-21T14:02:00.003+07:002009-05-21T14:11:41.823+07:00RENUNGAN HARI KENAIKAN ISA ALMASIH, 21 MEI 2009Oleh : Goei Tiong Ann Jr * Menghadirkan Surga di Dunia Tidak terasa lumpur Lapindo hampir tiga tahun umurnya. Pada 29 Mei 2006, kali pertama lumpur menyembur di sumur Banjar Panji 1 Desa Siring, Porong. Awalnya semburan hanya kecil, lalu membesar hingga 150 ribu meter kubik per hari. Hingga dua tahun, semburan lumpur masih susah dihentikan. Apalagi, beberapa tanggul juga jebol hari-hari ini.Hampir tiga tahun sudah para korban merasakan pahit getir dalam posisi yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Rumah, sekolah, jalan desa, kuburan, sawah, atau ladang serta fasilitas lain ikut tenggelam. Rumah kontrakan, tempat pengungsian menemani hari-hari panjang dalam kesepian dan perasaan dipermainkan. Ganti rugi, sesuai Perpres No 14/2007, selalu dilanggar Minarak Lapindo. Pemerintah tidak hadir alias tak bisa berbuat apa-apa. Masa depan serbasuram.Ekonomi Libidinal Begitulah nasib manusia lumpur. Manusia yang martabatnya terjebur dalam lumpur akibat keserakahan dan arogansi libidinal mencari minyak. Jean Francois Lyotard, filsuf posmo asal Prancis dalam karyanya Libidinal Economy (1993) mengungkapkan bahwa kapitalisme telah mengalami transformasi ke arah kecenderungan baru yang disebut dengan "libido ekonomi" (libidinal economy atau libidonomics). Di sini diciptakan ruang bagi pelepasan hasrat, sehingga setiap orang harus dapat mengeksplorasi dan memasarkan setiap rangsangan libido guna memperoleh keuntungan maksimal. Dengan libido semacam itu pula, Lapindo telah mengksplorasi secara ekstrem semua kawasan di Blok Brantas, tidak peduli di situ padat penduduk, tidak peduli lingkungan akan rusak. Yang penting hanya "profit". Bahkan, meski telah jatuh korban nyawa akibat ledakan pipa di kawasan lumpur dan puluhan ribu jiwa terkatung-katung sementara yang lain mengungsi, para pemuja libidonomic masih mencoba mengalkulasi keuntungan yang bisa diraih. Tidak heran jika jeritan dan teriakan para korban lumpur pun tidak pernah sampai mengusik nurani mereka. Jika nurani mereka masih ada, penyelesaian bagi para korban lumpur tidak sampai bertele-tele dan berbelit-belit. Jika martabat manusia yang diprioritaskan, persoalan korban lumpur tidak akan terkatung-katung hingga tiga tahun. Oleh sebab itu, harus terus ada yang berani menyuarakan keberpihakan, empati, dan solidaritas kepada korban lumpur, meski ini sangat berisiko. Pada zamannya, Yesus pun mengkritik pedas terhadap Bait Allah yang justru dikenal sebagai medan perselingkuhan antara agama, politik, dan bisnis (bdk Luk 19:45-48). Yesus mengecam rendahnya kepekaan sosial terhadap sesama (bdk Luk 16:19-31). Memang, akibat kritik itu Yesus disalib dan wafat. Salib menjadi ungkapan solidaritasnya bagi kaum lemah. Tapi, tiga hari kemudian, Dia bangkit. Setelah 40 hari hidup di dunia pascawafatnya, Yesus naik ke surga seperti tengah diperingati hari ini.Entaskan dari Kehinaan Selama hidup di dunia, dengan kata-kata dan sabdanya, Yesus mencoba mengingatkan bahwa martabat manusia itu luhur, bukan seperti lumpur. Pasalnya, manusia diciptakan menurut citra surgawi atau sesuai gambar Allah sendiri (imago Dei). Dengan kenaikannya ke surga, Yesus juga menunjukkan bahwa seharusnya cara hidup kita tidak menjadikan dunia sebagai segala-galanya sehingga menghalalkan semua cara, termasuk mempermainkan martabat manusia seperti telah dilakukan Lapindo terhadap korban lumpur.Kemudian, kalau kita bicara soal surga, dalam perspektif Yesus dan iman Kristen, yang satu ini tidak hanya berdimensi eskatologis. Tapi, surga itu harus diupayakan mulai saat ini, sebagaimana bunyi doa, "Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga" (lihat Matius 6:9-13 dan Lukas 11:2-4). Kalau para muridnya mau peduli pada yang lemah, memperjuangkan martabat sesama yang dihinakan dan mengangkat mereka ke posisi yang lebih baik, surga mulai tercipta di dunia ini. Jadi, tidak perlu terobsesi hendak membangun gedung gereja atau balai paroki megah kalau di kiri kanan masih ada yang miskin, gizi buruk atau susah sekolah. Lebih baik uangnya dipakai untuk tabungan di surga kelak dengan saat ini berbuat sesuatu kepada kaum lemah agar mereka bisa beranjak atau terentas dari lumpur kehinaan dan kepapaan. Kemegahan gedung gereja bisa mendorong Gereja Katolik makin berkurang pengaruhnya seperti terjadi di Brazil. Paus Benediktus XVI pun mengecam pejabat gereja di Brazil yang kurang peka pada penderitaan kaum lemah karena lebih silau pada apa yang megah yang ditawarkan para pemilik modal. Akibat sikap itu, pejabat gereja di sana gagal melihat derita kaum papa yang butuh pertolongan segera. Padahal, pintu surga yang final akan dibuka hanya pada mereka yang semasa hidup di dunia mau peduli pada yang papa (Matius 25:1-140)Jadi, kaum lemah, khususnya para korban lumpur, seharusnya lebih diprioritaskan oleh gereja atau lembaga kegamaan lain sehingga mereka bisa beranjak dari neraka lumpur kehinaan. Kaum papa bisa menyanyikan kidung pujian bahwa ternyata surga sungguh bisa dirasakan dan dihadirkan di dunia ini, meski finalnya ada pada suatu masa kelak. <span style="font-size:85%;">(*)Goei Tiong Ann Jr, Rohaniwan dan Aktivis Lingkungan,Tinggal di Roma, Italia ( Jawa Pos Kamis,21 Mei 09)</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-18956861526365344922009-05-21T09:25:00.000+07:002009-05-21T09:29:25.388+07:00REFLEKSI HARI KEBANGKITAN NASIONAL 20 MEI 2009[ Jawa Pos Rabu, 20 Mei 2009 ]<br />Refleksi Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2009<br />Oleh: A.Mustofa Bisri<br /><br />Harapan di Hari Kebangkitan<br /><br />Meski kemudian ada kontroversi mengenai tonggak penetapannya, karena sudah telanjur ditetapkan, kita tetap memperingati Hari Kebangkitan Nasional (HKN) pada 20 Mei. Karena tonggak untuk ?penetapannya adalah kelahiran Boedi Oetomo (BO) pada 20 Mei 1908, peringatan HKN kali ini dianggap sebagai peringatan yang ke-101.<br /><br />Memang, sejak dan dalam tahun-tahun setelah berdirinya BO itu, organisasi dan pergerakan bertumbuhan di tanah air. Mulai yang bersifat lokal, kedaerahan, keagamaan, hingga politik. Semua komponen bangsa, mulai kota hingga desa, bangkit kesadaran ketanahairannya untuk melawan penjajahan. Sangat menarik bahwa di kalangan pesantren yang terkenal gigih melawan kolonialis lahir perhimpunan-perhimpunan yang sengaja menggunakan nama yang bermakna kebangkitan. Misalnya, Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang), Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Kiai), dan Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air).<br /><br />Allah telah menggerakkan hati dan pikiran bangsa yang begitu lama terjajah untuk bangkit. Menyadari betapa pedih dan menderitanya menjadi bangsa yang terjajah. Menyadari bahwa kondisi seperti itu harus disudahi. Bangsa ini pun gumregah, bangkit dari kejumudan untuk melawan penjajahan Belanda demi kemerdekaan.<br /><br />Kebangkitan bangsa itu kemudian mengkristal dalam Sumpah Pemuda 1928 yang menegaskan ke-Indonesia-an bangsa dan klimaksnya adalah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Kesadaran dan kebangkitan yang menggerakkan perjuangan bangsa itu akhirnya sampai ke pintu gerbang negara Indonesia merdeka.<br /><br />"Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, ?adil, dan makmur." Demikian salah satu pernyataan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Lalu, dilanjutkan, "Atas berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."<br /><br />Meski sudah sampai ke pintu gerbang, ternyata untuk benar-benar memasuki negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur masih memerlukan perjuangan yang panjang, yang menguras tenaga, pikiran, darah, dan air mata. Mempertahankan kemerdekaan ternyata tidak kalah berat daripada merebutnya.<br /><br />Rasanya baru kemarin, tapi ternyata sudah lebih seabad bangsa ini sadar dan bangkit. Pahit-getirnya perjuangan mempertahankan kemerdekaan sudah kita lalui sejak memasuki "pintu gerbang". Kita telah melalui masa-masa revolusi yang dahsyat, melalui orde-orde dan pemerintahan bangsa sendiri. Apakah kini kita sudah sampai atau masuk ke negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur?<br /><br />Apabila dulu hal itu -negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur-menjadi obsesi dan impian para pemimpin dan rakyat sehingga mereka bersedia berkorban apa saja demi memperjuangkannya, apakah kini hal tersebut masih menjadi obsesi dan impian para pemimpin dan rakyat kita? Dengan menyaksikan hiruk-pikuknya para tokoh berebut kursi kekuasaan, hiruk-pikuknya rakyat jelata berebut BLT atau pembagian zakat, diam-diamnya para koruptor nilep uang negara, diam-diamnya para politikus mengamplopi para pemilih, diam-diamnya tokoh masyarakat menerima "salaman tempel" para calon pemimpin, serta menyaksikan pertikaian antarpemimpin dan pertikaian antarrakyat, kita menjadi kecil hati. Jangan-jangan para pemimpin dan rakyat negeri ini justru masih belum kunjung merdeka, bahkan lebih terjajah daripada zaman dahulu.<br /><br />Memang, kita sudah lama merdeka dari penjajahan Belanda. Namun, penjajah demi penjajah masih terus menjajah kita. Atau, kita sendiri yang belum bisa melepaskan diri dari mental anak jajahan. Bahkan, sejak "dakwah" orde baru yang efektif -atas nama pembangunan ekonomi- untuk mencintai materi, sadar atau tidak, kita telah menjadi budak jajahan dunia dan materi.<br /><br />Hal tersebut diperparah oleh pemahaman tentang kemerdekaan dan kebebasan yang tidak pernah diluruskan yang berkembang sejak lengsernya penguasa pengekang kemerdekaan. Ibarat burung yang lama dikurung (selama lebih 30 tahun!) tiba-tiba dilepas, kebebasan pun membuatnya menabrak ke sana-kemari.<br /><br />Kemerdekaan kemudian diartikan sebagai kebebasan berbuat apa saja meski menabrak dan mengganggu kemerdekaan liyan. Bebas teriak, bebas nyolong, bebas selingkuh, bebas menipu, bebas nyuap, bebas menembak, bebas membakar, bebas merusak, bebas melanggar hukum, bebas apa saja.<br /><br />Kebebasan yang semacam itu akan menjadi malapetaka bila ditunggangi oleh kepentingan duniawi dan materi. Bahkan, kesadaran ketanahairan yang begitu kuat lebih seabad yang lalu kini seperti mulai memudar.<br /><br />Untung, mendengar janji-janji para capres-cawapres kita yang semuanya berniat memperbaiki Indonesia dan menyejahterakan rakyat, betapa pun kecil, kita masih boleh berharap bahwa semangat kebangkitan nasional masih menyala. Atau, justru para pemimpin yang berkompetisi untuk menjadi pemimpin bangsa saat ini akan memelopori kebangkitan nasional yang kedua sebagaimana diidam-idamkan oleh banyak tokoh. Sehingga praktik-praktik politik rendahan ala pasar hewan tidak lagi diteruskan.<br /><br />Mudah-mudahan Tuhan Yang Mahakuasa mengembalikan akal sehat para pemimpin dan bangsa ini, menolong mereka untuk menyadari ke-Indonesia-an mereka dan bahwa kekuasaan, sebagaimana hal-hal duniawi lainnya hanya wasilah (sarana), bukan ghayah (tujuan). Tujuan bangsa ini sejak awal ialah mencapai Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur yang diridai Allah SWT.<br /><br />Mudah-mudahan Allah merahmati dan menyelamatkan bangsa ini. Amin.<br /><br /><span style="font-size:85%;">*). KH Mustofa Bisri, budayawan, pengasuh Ponpes Raudlatut Tholibin, Rembang</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-68698100502943442212009-05-04T23:30:00.001+07:002009-05-04T23:34:12.499+07:00HARI KOMUNIKASI SOSIAL SEDUNIA KE 43Pesan Bapa Suci Benediktus XVIuntuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-43,24 Mei 2009<br /> ***<br />Teknologi Baru, Relasi Baru: Memajukan Budaya Menghormati, Dialog dan Persahabatan<br /> <br />Saudara dan Saudari Terkasih, <br />1. Mendahului Hari Komunikasi Sedunia yang akan datang, Saya ingin menyampaikan kepada anda beberapa permenungan mengenai tema yang dipilih untuk tahun ini yakni Teknologi Baru, Relasi Baru: Memajukan Budaya Menghormati, Dialog dan Persahabatan. Sesungguhnya teknologi digital baru sedang membawa pergeseran yang hakiki terhadap perilaku-perilaku komunikasi juga terhadap ragam hubungan manusia. Pergeseran itu secara istimewa dialami oleh kaum muda yang bertumbuh bersama teknologi baru dan telah merasakan dunia digital sebagai rumah sendiri. Mereka berusaha memahami dan memanfaatkan peluang yang diberikan olehnya, sesuatu yang bagi kita orang dewasa seringkali dirasakan cukup asing. Dalam pesan tahun ini, Saya ingat akan mereka yang dikenal sebagai generasi digital, dan Saya ingin berbagi dengan mereka, khususnya tentang gagasan-gagasan menyangkut potensi ulung teknologi baru demi mamajukan pemahaman dan rasa kesetiakawanan manusia. Teknologi baru sesungguhnya merupakan anugerah bagi umat manusia dan kita mesti memberikan jaminan bahwa manfaat yang dimilikinya tentu dipergunakan untuk melayani semua manusia secara pribadi dan komunitas, teristimewa mereka yang kurang beruntung dan menderita.<br />(Manfaat Media Baru)<br />2. Akses terhadap telpon seluler dan komputer yang kian mudah disertai dengan jangkauan dan penyebaran internet secara meluas sampai ke wilayah jauh dan terpencil telah menjadikan internet sebagai prasarana jalan bagi penyampaian berbagai jenis pesan. Sungguh sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh generasi-generasi sebelumnya. Daya dasyat media baru ini telah digenggam oleh orang-orang muda dalam mengembangkan jalinan, komunikasi dan pengertian di antara individu maupun secara bersama. Mereka telah beralih ke media baru sebagai sarana berkomunikasi dengan teman-teman, berjumpa dengan teman-teman baru, membangun paguyuban dan jejaring, mencari informasi dan berita, serta sarana berbagi gagasan dan pendapat. Budaya baru ini membawa banyak manfaat bagi komunikasi, antara lain keluarga-keluarga tetap bisa berkomunikasi meski terpisah oleh jarak yang jauh, para pelajar dan peneliti memperoleh peluang lebih cepat dan mudah kepada dokumen, sumber-sumber rujukan dan penemuan-penemuan ilmiah sehingga mereka mampu bekerja secara bersama meski dari tempat yang berbeda. Lebih dari itu, kodrat interaktif yang dihadirkan oleh berbagai media baru mempermudah pembelajaran dan komunikasi dalam bentuk yang lebih dinamis dan pada akhirnya memberikan sumbangsih bagi perkembangan sosial.<br />(Jangan hanya terpukau dengan kecanggihan teknis media baru. Media baru sebagai jawaban mendasar kerinduan umat manusia untuk berkomunikasi)<br />3. Kita tidak perlu terlalu terpukau dengan kehebatan media baru dalam menjawab kerinduan manusia dalam berkomunikasi dan berelasi dengan sesama, karena sesungguhnya, hasrat berkomunikasi dan bersahabat ini berakar dari kodrat kita yang paling dalam sebagai manusia dan tak boleh dimengerti sebagai jawaban terhadap berbagai inovasi teknis. Dalam terang amanat Kitab Suci, hasrat untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain, pertama-tama harus dimengerti sebagai ungkapan peran-serta kita akan kasih Allah yang komunikatif dan mempersatukan, yang ingin menjadikan seluruh umat manusia sebagai suatu keluarga. Tatkala kita ingin mendekati orang lain, tatkala kita ingin mengetahui lebih banyak tentang mereka dan membuat kita dikenal oleh mereka maka saat itulah kita sedang menjawab panggilan Allah, yakni panggilan yang terpatri dalam kodrat kita sebagai mahkluk yang diciptakan seturut gambar dan rupa Allah, Allah komunikasi dan persekutuan.<br />( Hasrat mendasar manusia adalah berkomunikasi)<br />4. Hasrat saling berhubungan dan naluri komunikasi yang melekat dalam kebudayaan masa kini sungguh dipahami sebagai ungkapan kecenderungan mendasar dan berkelanjutan manusia modern untuk menjangkau keluar serta mengupayakan persekutuan dengan orang lain. Tatkala kita membuka diri terhadap orang lain, kita sedang memenuhi hasrat kita yang terdalam dan menjadi lebih sungguh manusia. Pada dasarnya, mengasihi adalah hal yang dikehendaki oleh Sang Pencipta. Dalam hal ini, Saya tidak berbicara tentang hubungan sekilas dan dangkal, tetapi tentang kasih yang sesungguhnya, yang menjadi inti ajaran moral Yesus: "Kasihilah TuhanAllahmu dengan sepenuh hati, dengan seluruh jiwa raga, dengan seluruh akal budimu dan dengan seluruh kekuatanmu" dan " kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri" (bdk. Mrk 12:30-31). Dalam terang pemahaman ini, merenungi makna teknologi baru sungguh penting, agar kita tidak sekadar menaruh pehatian pada kemampuannya yang tak dapat diragukan itu, tetapi terutama pada kwalitas isi yang disebarkan melalui media tersebut. Saya ingin mendorong semua orang yang berkehendak baik yang sedang bergiat di lingkungan komunikasi digital masa kini untuk sungguh membaktikan diri dalam memajukan budaya menghomati, dialog dan persahabatan.<br />Oleh karena itu, mereka yang bergiat dalam pembuatan dan penyebaran isi media baru harus benar-benar menghormati martabat dan nilai pribadi manusia. Apabila teknologi baru dipergunakan untuk melayani kebaikan pribadi dan masyarakat, semua penggunanya akan mengelakkan tukar menukar kata dan gambar yang merendahkan umat manusia, keintiman hubungan seksual, atau yang mengeksploitasi orang lemah dan menderita.<br />( Media baru sebagai gelanggang berdialog)<br />5. Teknologi baru juga membuka jalan untuk dialog di antara orang-orang dari berbagai negara, budaya dan agama. Gelanggang digital baru yang disebut jagat maya, memungkinkan mereka untuk bertemu dan saling mengenal kebiasaan dan nilai-nilai mereka masing-masing. Perjumpaan-perjumpaan yang demikian, jika ingin berhasil guna, menuntut bentuk pengungkapan bersama yang jujur dan tepat disertai sikap mendengar dengan penuh perhatian dan penghargaan. Bila dialog bertujuan untuk memajukan pertumbuhan pengertian dan sikap setia kawan, ia harus berakar pada ikhtiar mencari kebenaran sejati dan bersama. Hidup bukanlah sekadar rangkaian peristiwa dan pengalaman. Hidup adalah sebuah pencarian kebenaran, kebaikan dan keindahan. Untuk maksud inilah maka kita membuat pilihan; untuk maksud inilah maka kita meragakan kebebasan kita, dengan maksud inilah-yakni dalam kebenaran, dalam kebaikan dan dalam keindahan-kita menemukan kebahagiaan dan sukacita. Kita tidak boleh membiarkan diri diperdaya oleh orang-orang yang memandang kita semata-mata sebagai konsumen sebuah pasar, yang dijejali dengan aneka ragam kemungkinan, yang mengubah pilihan menjadi barang, kebaruan mengganti keindahan dan pengalaman sukyektif menggantikan kebenaran.<br />(Persahabatan 'on-line' dan persahabatan riil)<br />6. Gagasan tentang persahabatan telah mendapat pemahaman baru oleh munculnya kosa kata jaringan sosial digital dalam beberapa tahun belakangan ini. Gagasan ini merupakan suatu pencapaian yang paling luhur dalam budaya manusia. Dalam dan melalui persahabatan, kita bertumbuh dan berkembang sebagai manusia. Karena itu, persahabatan yang benar harus selalu dilihat sebagai kekayaan paling besar yang dapat dialami oleh pribadi manusia. Dengan ini, kita mestinya hati-hati memandang remeh gagasan atau pengalaman persahabatan. Sungguh menyedihkan apabila hasrat untuk mempertahankan dan mengembangkan persahabatan 'on-line' mengorbankan kesempatan untuk keluarga, tetangga serta mereka yang kita jumpai dalam keseharian di tempat kerja, di tempat pendidikan dan tempat rekreasi. Apabila hasrat akan jalinan maya berubah menjadi obsesi, maka hasrat itu akan memarjinalkan pribadi dari interaksi sosial sehari-hari sekaligus menghambat pola istirahat, keheningan dan permenungan yang berguna bagi perkembangan kesehatan manusia.<br />7. Persahabatan adalah kekayaan terbesar manusia, tetapi nilai ulungnya bisa hilang apabila persahabatan itu dipahami sebagai tujuan itu sendiri. Sahabat harus saling mendukung dan saling memberi dorongan dalam mengembangkan bakat dan pembawaan mereka serta memanfaatkannya demi pelayanan umat manusia. Dalam konteks ini, sungguh membanggakan bila jejaring digital baru beriktiar memajukan kesetiakawanan umat manusia, damai dan keadilan, hak asasi manusia dan penghargaan terhadap hidup manusia serta kebaikan ciptaan. Jejaring ini dapat mempermudah bentuk-bentuk kerjasama antar manusia dari konteks geografis dan budaya yang berbeda serta membuat mereka mampu memperdalam rasa sepenanggungan demi kebaikan untuk semua. Karena itu, secara tegas kita harus menjamin bahwa dunia digital, dimana jejaring serupa itu dapat dibangun, adalah dunia yang sungguh terbuka untuk semua orang. Sungguh menjadi tragedi masa depan umat manusia apabila sarana baru komunikasi yang memungkinkan orang berbagi pengetahuan dan informasi dengan cara yang lebih cepat dan berdayaguna, tidak terakses oleh mereka yang terpinggirkan secara ekonomi dan sosial, atau apabila ia hanya membantu memperbesar kesenjangan yang memisahkan orang miskin dari jejaringan baru itu yang justru dikembangkan bagi pelayanan sosialisasi manusia dan penyebaran informasi.<br />(Pesan khusus untuk kaum muda: menginjil di dunia digital)<br />8. Saya bermaksud menyimpulkan pesan ini dengan menyampaikan secara khusus kepada orang muda katolik untuk mendorong mereka memberikan kesaksian iman dalam dunia digital. Saudara dan Saudari terkasih, Saya meminta kepada anda sekalian untuk memperkenalkan nilai-nilai yang melandasi hidup anda ke dalam lingkungan budaya baru yakni budaya teknologi komunikasi dan informasi. Pada awal kehidupan gereja, para rasul bersama murid-muridnya mewartakan kabar gembira tentang Yesus kepada dunia orang Yunani dan Romawi. Sudah sejak masa itu, keberhasilan karya evangelisasi menuntut perhatian yang seksama dalam memahami kebudayaan dan kebiasaan bangsa-bangsa kafir sehingga kebenaran Injil dapat menjamah hati dan pikiran mereka. Demikian juga pada masa kini, karya pewartaan Kristus dalam dunia teknologi baru menuntut suatu pengetahuan yang mendalam tentang dunia jika teknologi itu dipergunakan untuk melayani perutusan kita secara berdayaguna.<br />9. Kepada anda kalian, orang-orang muda, yang memiliki hubungan spontan terhadap sarana baru komunikasi, supaya bertanggungjawab terhadap evangelisasi 'benua digital' ini. Pastikan untuk mewartakan Injil ke dalam dunia jaman sekarang dengan penuh semangat. Kamu mengetahui kecemasan dan harapan mereka, cita-cita dan kekecewaan mereka. Hadiah terbesar yang dapat kalian berikan kepada mereka adalah berbagi dengan mereka "kabar gembira" Allah yang telah menjadi manusia, yang menderita, wafat dan bangkit kembali untuk menyelamatkan semua orang. Hati umat manusia sedang haus akan sebuah dunia dimana kasih meraja, dimana anugerah dibagikan dan dimana jati diri ditemukan dalam bentuk persekutuan yang saling menghargai. Iman kita mampu menjawab harapan-harapan itu. Semoga kamu menjadi bentaraNya! Ketahuilah, Bapa Suci memberkati anda dengan doa dan berkatnya<br />Vatikan, 24 Januari 2009, pesta Santo Fransiskus de Sales<br />Paus Benediktus XVI <span style="font-size:78%;">(</span><a href="http://www.mirifica.net/"><span style="font-size:78%;">www.mirifica.net</span></a><span style="font-size:78%;">)</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-52601887830446100842009-04-09T10:55:00.001+07:002009-04-09T10:57:45.251+07:00KAMIS PUTIH, PERAYAAN KESETIAANGereja merayakan misteri keselamatan yang diwujudkan Kristus pada hari-hari terakhir-Nya. KAMIS PUTIH : Misa Perjamuan Tuhan: Gereja mengakhiri masa Prapaskah , memulai Trihari Suci dan memperingati perjamuan malam terakhir Tuhan (pendirian/institusi Sakramen Ekaristi). Saat itu Yesus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya sendiri dalam rupa roti dan anggur yang diberikan-Nya kepada para murid-Nya (perintah cinta persaudaraan). Yesus juga memerintahkan mereka dan para penggantinya dalam imamat untuk melestarikan kurban itu (tugas sakramen imamat).Peristiwa Liturgis hari ini : Yang khas pada hari ini: 1. Mengenangkan Perjamuan Tuhan di Senakel dan dengan demikian memperingati lahirnya EKARISTI, kekhasan gereja Katolik. Maka Tabernakel kita kosongkan sejak awal Misa sebagi lambang bahwa pada hari ini komuni suci baru lahir.2. Sesudah homili ada upacara PEMBASUHAN KAKI (dalam bahasa Latin di sebut RITUS MANDATUM) sebagai satu kesatuan dalam ritus SABDA. Ini merupakan peragaan dari inti Injil hari ini. Mengapa disebut ‘mandatum’? karena melalui upacara ini Tuhan memberikan MANDAT kepada kita semua agar melakukan hal yang sama dilakukan Tuhan sebagai ciri khas dan watak(KARAKTER) bagi setiap orang KAtolik. Di Paroki kita, mereka yang dijadikan lambang para rasul adalah Bapak-bapak dari keluarga yang telah merayakan perkawinan di atas 30 tahun. Bagi paroki kita, perayaan ini kita hayati sebagai perayaan KESETIAAN TUHAN DALAM KELUARGA Umat Allah. Arti dari pembasuhan kaki ini adalah : Pelayanan, pengampunan dan cinta Kasih Tuhan Yesus bagi para murid-Nya dan bagi kita semua. Kita berharap turunnya berkat bagi setiap keluarga di paroki kita, bahwa inti/jiwa dari kesetiaan suami isteri adalah sikap pelayanan, pengampunan dan ambil bagian dalam cinta Tuhan yang berkorban demi keselamatan keluarga. Keluarga yang setia, kita semua tahu, bukanlah keluarga yang tidak punya masalah. Setiap keluarga selalu punya banyak masalah bahkan luka-luka. Namun kesetiaan adalah wujud CINTA yang melampaui segala sakit dan luka. Orang yang mendapat berkah puluhan tahun tetap setia adalah mereka semua yang tetap bertahan untuk mencintai pasangan meskipun ada luka. Luka bukan sebagai alasan untuk bercerai/ lari. Setiap luka adalah bentuk korban silih bagi keutuhan keluarga. Keutuhan jauh lebih penting dibandingkan semua masalah dalam keluarga. Dengan demikian kesetiaan adalah keutuhan keluarga yang mengalahkan egoisme (kepentingan dan kebahagiaan diri sendiri). Ada contoh dari burung PELIKAN, burung yang sekarang hampir punah, mengapa burung ini adalah sangat langka? Itulah sebabnya burung ini sering dijadikan relief penghias Altar atau mimbar Sabda.Burung Pelikan ketika anaknya berumur beberapa minggu, sampai menjelang sayapnya dapat untuk terbang, mereka memberi makanan pada anaknya dengan darahnya sendiri. Sang induk mencucuk dadanya yang lunak hingga keluar darah untuk dicecap oleh anak-anaknya, jikalau tidak mencukupi maka induk tersebut rela sampai mati di samping anak-anaknya untuk dimakan dagingnya dan mencukupi bagi tenaga anak-anak sampai bisa terbang dan mencari makan sendiri. Sebuah pengorbanan sampai tuntas demi kehidupan anak-anaknya.Anda sekalian, para ibu, sebenarnya juga sedang melaksanakan ritus pengorbanan Anda ketika Anda menyusui bayi Anda; mengalirkan cinta yang menghidupkan melalui darang daging yang mengalir dari dada Anda.Ibu yang menyusui anak adalah lambang suci dari PEMBERIAN DIRI dalam keluarga. Setelah usia anak mencukupi, maka air susu berganti rupa dengan : menasihati, memandikan, memberi makan (rejeki), perhatian, menyekolahkan, membina kerohanian, mengajarkan kerukunan dan aneka kebajikan.Upacara pembasuhan kaki para Rasul, perjamuan roti dan anggur serta pemberian diri di kayu salib tiada lain suatu pengajaran dan mandat sekaligus teladan pemberian diri Tuhan Yesus bagi kita. Sehingga pengampunan, kerendahan hati dan bahkan darah-dagingnya mengalir dalam diri kita sebagai sumber kehidupan baru.Ada beberapa contoh yang baik dalam keluarga:a. Memang ada orang yang boros dan tak bisa mengelola uang dengan baik, tetapi tidak sedikit bapak menyerahkan semua gaji kepada isteri, tanpa menyembunyikan sepeserpun. Ibu sebagai manager keuangan rumah tangga. Anak-anak diajak menghitung kebutuhan keluarga (pemasukan dan pengeluaran), sehingga anak mengerti kondisi keluarga.b. Petani pada saat menuai panenan, mendapat rejeki, maka yang dibelanjakan pertama kali adalah uang sekolah dan baju bagi anaknya.c. Keluarga yang berusaha untuk dapat: makan malam bersama, berdoa bersama, renungan KS dan doa malam bersama dan diakhiri dengan berkat bagi isteri dan anak-anak. Lalu hari minggu, berangkat misa bersama-sama.d. Ketika hidung anaknya pilek dan tersumbat di malam hari, sang bapak/ibu menyedot dengan mulutnya sendiri lendir di hidung anaknya. (Mo Dik)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-8245923891015323702009-04-02T21:08:00.001+07:002009-04-02T21:13:39.253+07:00AMBIL BAGIAN DALAM PEMILU 2009Kita mengambil bagian dalam Pemilu sebagai warga Negara yang bertanggung jawab dan sekaligus sebagai warga Gereja yang taat kepada Tuhan, demikian seruan Para Uskup sebagai Waligereja Indonesia berkenaan dengan rangkaian Pemilu pada tahun ini.<br /><br />Ada alasan untuk mengamini seruan para Uskup antara lain karena, pertama, Pemilu ketiga di era reformasi tahun kali ini berbeda dengan Pemilu sebelumnya. Pemilu tahun 1999 tidak mencerminkan kedaulatan rakyat, karena anggota DPR / DPRD dipilih oleh partai politik, demikian pula Presiden dan Wakilnya dipilih oleh partai politik. Pemilu tahun 2004 maju selangkah, karena anggota DPR / DPRD masih dipilih oleh partai politik, meskipun Presiden dan Wakilnya dipilih langsung. Pemilu tahun ini kita semua dapat memilih langsung anggota DPR / DPRD serta Presiden dan Wakilnya yang artinya terbuka peluang bahwa kedaulatan rakyat.<br /><br />Kedua, Pemilu tahun ini berbeda dengan Pemilu di zaman Orde Baru sistemnya tidak taat azas langsung umum bebas dan rahasia. Di masa itu pilihan golput pantas karena sistem yang buruk. Kini sistem Pemilu sudah lebih baik, maka jika kita tidak ambil bagian aktif, maka akan tertinggal dan dipinggirkan. Romo Magnis Suseno, SJ mengatakan, “Kita tidak sedang memilih yang terbaik karena memang tidak ada yang cukup baik, namun kita menghindari yang lebih buruk”. Maka meskipun pesimis, sebagai orang beriman yang memiliki harapan kita patut menggunakan hak pilih kita agar hal yang buruk tidak menimpa kita.<br /><br />Ketiga, patut diingat pula, jumlah umat Katolik di Indonesia memang kecil, 3,1 persen, yang ikut Pemilu ada kemungkinan jumlahnya lebih kecil. Maka dengan mengambil bagian dalam Pemilu, kita menunjukkan bahwa kita tidak mau pemerintah dan DPR menjadi lemah karena tidak didukung rakyat. Selain karena ada kemungkinan kecurangan jika kita tidak memanfaatkan hak pilih, hak itu akan dimenfaatkan untuk kepentingannya sendiri.<br /><br />Pertanyaan yang sering muncul, kita memilih siapa? Jawabannya terbuka, kita memilih setiap orang atau partai yang sadar pluralisme, sadar kesetaraan dan sadar nasionalisme ke-Indonesiaan. Orang Katolik harus berpihak pada partai yang mengedepankan keutamaan demokrasi, seperti keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan umum. Secara spesifik, pilihlah caleg atau partai yang nasionalis, apalagi mengingat jika partai tidak memenuhi 2,5 % suara akan terhapus. Dalam hal ini khusus bagi caleg Katolik hendaknya mengedepankan nilai-nilai tersebut sehingga pantas dipilih karena perjuangan nilai politik orang Katolik demi seluruh rakyat, demi kesejahteraan umum (bonum commune).<br /> Cukup menggembirakan bahwa di Keuskupan Surabaya, khususnya di daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo ada 7 orang caleg untuk DPR RI, 11 orang caleg untuk DPRD I dan 5 orang caleg untuk DPRD II. Mereka ini yang diharapkan dapat memperjuangankan aspirasi umat dalam rangka memperjuangkan nilai kesejahteraan umum. Karena itu, seperti surat edaran Uskup Surabaya, maka gunakan hak pilih (tidak golput), dengan orientasi orang dan pilihlah caleg Katolik yang berkualitas dengan cerdas, sesuai hati nurani. Sehingga harapan hidup yang lebih baik kita semua dapat terwujud. Selamat mencontreng. (A. Luluk Widyawan, Pr)Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-24607754205492548182009-03-29T08:02:00.003+07:002009-03-29T08:11:02.415+07:00PELANTIKKAN DEWAN PASTORAL PAROKI 2009-2012<div align="center"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz_LW1uWlI7PTCkboMDJd93ALgm3LWNVrbwjEuRZGh6-lJOT9kDAmNQGx129SNwgz1YmrDN4FULXRB2hC0L94CVi5uPfJKk_dkRg5jo3P476LT7rgvohX0EBBgZ0C_t3E17jeUKYVBGZh3/s1600-h/Ignatius+Yohanes+Tresno+Budiyanto.jpg"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 86px; FLOAT: left; HEIGHT: 112px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5318409896076342994" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz_LW1uWlI7PTCkboMDJd93ALgm3LWNVrbwjEuRZGh6-lJOT9kDAmNQGx129SNwgz1YmrDN4FULXRB2hC0L94CVi5uPfJKk_dkRg5jo3P476LT7rgvohX0EBBgZ0C_t3E17jeUKYVBGZh3/s320/Ignatius+Yohanes+Tresno+Budiyanto.jpg" /></a> SAMBUTAN KETUA DEWAN PASTORAL PAROKI 2009 – 2012<br />Dalam rangka pelantikkan Pengurus Gereja Katolik<br />“ SANCTA MARIA ANNUNTIATA “<br />Sidoarjo<br /></div>Romo Vikep Surabaya Selatan Rm Lusius, Romo Kepala Paroki Rm Luluk, Romo Nyoto, Para Suster dan Para Undangan yang saya hormati, serta Bapak / Ibu dan Sdr – sdri yang terkasih.<br />Sungguh kita patut bersyukur dan berterima kasih begitu dalam kepada Tuhan, yang telah melimpahkan rahmat Nya kepada kita sekalian, karena kita merasa bahagia dan bangga atas kelimpahan rahmat Nya diacara pelantikan pengurus Gereja Katolik Sancta Maria Annuntiata 2009 – 2012.<br /><br />Terima kasih banyak kami ucapkan kepada yang Mulia Bapak Uskup Surabaya, Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono Pr. Yang telah memberikan kepercayaan dan melantik pengurus gereja Katolik Sancta Maria Annuntiata Sidoarjo periode 2009-2012.dengan mengutus Romo Vikep. Hal ini berarti akan memaknai kita dalam mengemban visi dan misi gereja , memajukan pelayanan ,serta mendewasakan iman umat, juga umat paroki yang telah memilih pengurus-pengurusnya secara demokratis yang berarti pilhan Allah sendiri ( vox populi vox dei), sehingga kepengurusan ini sangat diterima dan diharapkan umat. Kami ucapkan juga terimakasih kepada Dewan Pastoral Paroki pendahulu kami yang telah melayani umat dengan sangat baik<br /><br />Bapak / ibu / sdr-sdri yang terkasih, dalam situasi krisis financial global yang sudah sangat terasa sampai di sekitar kita saat ini yang berdampak langsung dalam kehidupan umat paroki, di mana umat sekarang membutuhkan pelayanan-pelayanan kita yang lebih lebih baik lagi, lebih tanggap melihat dan mendengar, lebih bermakna dan dengan penuh cinta kasih sesuai ajaran Kristus sendiri. Gereja Katolik Sancta Maria Annuntiata kemarin 25 Maret 2009 telah berulang tahun yang ke 14 , hal ini Umat diharapkan semakin dewasa dan sadar akan tugas panggilannya, semakin mengikuti Kristus secara penuh dalam menjawab dan mewartakan kabar gembira penyelamatan Nya. Berati pula umat semakin sadar dan mandiri dalam sarana-prasarana pengelolaan pengembangan umat paroki. Semua ini membutuhkan partisipasi umat, kerja sama yang baik, persatuan dan kesatuan, serta saling mengajak untuk meningkatkan pelayanan kita<br /><br />Demikian, kami ucapkan banyak terima kasih, kepada Umat Paroki juga Dewan Pastoral Paroki pendahulu kami yang telah bekerja dengan kasih serta Bapak / Ibu / Sdr-Sdri yang telah mempersiapkan , menyumbang tenaga, waktu, pikiran dan materinya sehingga terjadi pelantikan pengurus gereja hari ini. Semoga Tuhan melimpahkan Berkat dan Rahmat Nya kepada kita sekalian.Amin.<br /><br />Sidoarjo, 26 Maret 2009<br /><br /><br />Ign Y. Tresno Budiyanto SE,MM<br /><span style="font-size:78%;">KETUA DEWAN PASTORAL PAROKI </span><br /><span style="font-size:78%;">GEREJA KATOLIK SIDOARJO</span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8085336678380606250.post-87246483315348386332009-02-18T06:35:00.003+07:002009-02-18T06:45:10.007+07:00PERATURAN PANTANG & PUASA KEUSKUPAN SURABAYA 2009<span style="color:#ff9900;">PERATURAN PANTANG & PUASA<br />KEUSKUPAN SURABAYA TAHUN 2009<br />(Dibacakan sesudah pembacaan Surat Gembala Prapaska)<br /></span><br />Sesuai dengan ketentuan Kitab Hukum Kanonik (Kanon No. 1249 – 1253) dan Statuta Keuskupan Regio Jawa No. 111, maka ditetapkan :<br />1. Hari Puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Hari Pantang dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama masa Prapaskah sampai dengan Jumat Agung.<br />2. Yang wajib berpuasa ialah semua orang katolik yang berumur 18 sampai awal tahun ke-60. Yang wajib berpantang ialah semua orang katolik yang berumur genap 14 tahun ke atas.<br />3. Puasa (dalam arti yuridis) berarti makan kenyang hanya sekali sehari. Pantang (dalam arti yuridis) berarti memilih pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok.<br />Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani dengan dosa bila melanggarnya.<br />4. Salah satu ungkapan tobat ialah Aksi Puasa Pembangunan (APP) yang diharapkan mempunyai nilai pembaharuan pribadi dan nilai solidaritas tingkat paroki, keuskupan dan nasional. Hendaknya di setiap paroki diadakan kegiatan sosial konkret yang membantu masyarakat umum, seperti misalnya mengadakan beasiswa, Pengobatan untuk umum, donor darah, Pasar Murah dan lain-lain.<br />e. Hasil pengumpulan dana selama APP, hendaknya selekas mungkin diserahkan kepada Romo Bendahara Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Surabaya, paling lambat tanggal 30 April 2009.<br />5. Hendaknya diusahakan agar masa tobat sungguh menjadi masa pembaharuan rohani umat dengan diselenggarakan pendalaman bahan APP di lingkungan, wilayah, paroki dan kelompok-kelompok kategorial, rekoleksi, retret, ibadat jalan salib, meditasi dan sebagainya.<br />Surabaya, 11 Januari 2009<br /><br /><br />Mgr. V.. Sutikno Wisaksono<br />Uskup Surabaya<br /><br /><br /><br /><strong><span style="color:#ffcc00;"><span style="font-size:180%;">TAHBISAN DIAKON</span><br /></span></strong>Tanggal 3 Maret 2008 jam 10.00 WIB, Uskup Surabaya akan mentahbiskan 5 orang frater menjadi diakon Keuskupan Surabaya di Seminari Menengah St. Vincentius A. Paulo, Blitar mereka adalah:<br /><br />1. Fr. Yakobus Budi Nuroto asal paroki St. Yusup, Blitar<br />2. Fr. Yohanes Chrisostomus Herman Wisanjaya asal paroki St. Petrus, Tuban<br />3. Fr. FX Kurnia Yudatama asal paroki St. Maria, Jombang<br />4. Fr. Yohanes Rudi Ananda asal paroki St Yusup, Blitar<br />5. Fr. Aloysius Agus Wijatmiko asal paroki GembaLa Yang Baik, Abepura, Jayapura<br />Barangsiapa mengetahui halangannya harap melaporkan kepada Keuskupan Surabaya.Unknownnoreply@blogger.com0