VISI PAROKI:

Gereja Umat Allah yang dengan bimbingan Roh Kudus terus menerus membangun persekutuan sehati sejiwa, yang berpusat pada Yesus Kristus; berakar dalam komunitas jemaat Lingkungan, beriman mendalam, kokoh, dewasa, misioner dan memasyarakat

15 Desember 2007

Menanti

Alkisah di pintu masuk kapal, berdirilah Nuh dan Yesus.
“Tuhan, saatnya kita berangkat...”, kata Nuh seraya hendak mengangkat sauh
“Tunggu dulu. Masih ada yang kita tunggu,” sahut Yesus sambil menyaksikan ke arah tangga, ”Kamu lihat, masih ada sepasang siput jantan dan betina yan sedang berjalan masuk ke kapal”, kata Yesus lagi.
”Ya, saya melihat. Tapi berapa lama lagi kita menunggu Tuhan. Bagaimana jika banjir bandang segera datang, ” Nuh mulai cemas
”Kita harus menunggu. Apapun kejadiaannya kita harus menunggu”, kata Yesus menegaskan.

Dan sepasang siput itu tetap berjalan pelan menuju ke arah pintu masuk kapal. Pelan sekali. Namun pasti. Berjalan dengan keyakinan bahwa mereka berdua tak akan tertinggal kapal. Meskipun tidak tahu dan tidak melihat, bahwa di pintu masuk Yesus masih setia menunggu.

Masa adven adalah masa penantian. Adven memiliki akar kata bahasa Latin, ad venire, yang artinya menantikan kedatangan. Adven kemudian dimengerti sebagai masa penantian, ialah penantian kedatangan. Kedatangan siapa ? Ya, kedatangan Yesus di Hari Raya Natal.

Di masa penantian kedatangan, kita menempatkan diri sebagai subyek. Kita menantikan Yesus yang akan dirayakan di Hari Raya Natal. Yesus sebagai obyek. Satu-satunya modal berharga kita di masa penantian, persis seperti sepasang siput itu, ialah iman dan keyakinan.

Betapa berharganya iman itu. Dan betapa kita seharusnya mengucap syukur masih memiliki iman. Iman itulah yang tanpa sadar menggerakkan kita untuk melakukan serangkaian persiapan. Entah persiapan lahir maupun persiapan batin. Tanpa iman, tidak mungkin kita repot-repot, mengeluarkan tenaga, waktu dan biaya untuk menyambut Hari Raya Natal. Memang, tanpa iman sebenarnya kita bisa melakukan itu semua, namun apa artinya ? Apa bedanya dengan orang-orang beriman yang bisa melakukan kebaikan yang sama ? Lebih aneh, jika kita memiliki iman menantikan kedatangan Yesus, tetapi tidak melakukan apa-apa.

Dalam konteks persiapan secara batin, telah berlangsung Minggu Adven yang akan berakhir pada Minggu Adven yang keempat. Di lingkungan-lingkungan telah difasilitasi dengan ibadat Adven. Secara khusus, akan diadakan penerimaan sakramen rekonsiliasi yang menyempurnakan masa penantian dengan kembali berdamai dengan Allah. Perdamaian dengan Allah diwujudkan secara nyata dalam bentuk silih. Rupa silih atas perdamaian dengan Allah tampak dalam konteks persiapan lahir. Bentuknya yaitu berbuat amal dan kebaikan. Pengedaran amplop aksi Natal perlu dimaknai sebagai sarana pertobatan itu. Berdamai dengan Allah, konsekuensinya berdamai dengan sesama dalam karya amal kasih.

Kembali kepada kedua siput dalam kisah di atas. Mereka berdua seperti kita yang memiliki iman menantikan saatnya kedatangan Tuhan. Namun sebenarnya, jelas sekali siapa yang menanti, siapa yang menjadi subyek dan obyek. Yesus adalah subyek, kita inilah obyek yang dinantikanNya. Yang sebenarnya menanti ialah Yesus sendiri. Yesus menanti meskipun kita berjalan sangat lambat. Yesus tetap setia menunggu, meskipun kita tahu jenuhnya menunggu. Ia mendahului kita menjadi manusia dalam misteri inkarnasi. Yesus mau menjadi manusia untuk memberi tahu kepada kita jalan keselamatan. Yesus telah lebih dulu menunggu di depan pintu. Yesus telah lebih dulu menanti dengan sabar. Sayang sekali kita tidak melihatnya ketika repot dengan berbagai urusan.

Hari ini kita memasuki Minggu Adven ketiga. Masih ada kesempatan. Ia masih menunggu dan memberi kesempatan kepada kita. Kesempatan untuk berdamai dengan Allah, kesempatan untuk berdamai dengan sesama, kesempatan untuk berbuat silih, kesempatan untuk memperbaiki diri agar pantas merayakan Natal dengan damai dan gembira. Belum terlambat. Yesus pun masih setia menanti, ketika kita berpikir bahwa kitalah yang menatikanNya.

(A. Luluk Widyawan, Pr).

Tidak ada komentar: