VISI PAROKI:

Gereja Umat Allah yang dengan bimbingan Roh Kudus terus menerus membangun persekutuan sehati sejiwa, yang berpusat pada Yesus Kristus; berakar dalam komunitas jemaat Lingkungan, beriman mendalam, kokoh, dewasa, misioner dan memasyarakat

19 Mei 2007

PESAN PAUS PADA HARI KOMUNIKASI SEDUNIA 2007

"Anak-anak dan Media: Sebuah Tantangan Untuk Pendidikan"
PESAN BAPA SUCI BENEDICTUS XVIUNTUK HARI KOMUNIKASI SEDUNIA KE-41
Tema : Anak-anak dan Media - Sebuah Tantangan untuk Pendidikan
20 Mei 2007

Saudara dan Saudari yang terkasih,
1. Tema Hari Komunikasi Sedunia yang ke-41, ”Anak-anak dan Media: Sebuah Tantangan untuk Pendidikan”, mengajak kita untuk ber-refleksi atas dua pokok yang sangat penting yang berkaitan satu sama lain. Yang pertama adalah pembinaan anak-anak. Yang kedua, barangkali kurang nyata, namun tidak kalah pentingnya, adalah pembinaan media.

Aneka-ragam tantangan dalam menghadapi pendidikan dewasa ini sering dikaitkan dengan pengaruh media yang begitu menyeluruh di dunia kita ini. Sebagai suatu aspek dari gejala globalisasi, dan masih dipicu lagi dengan cepatnya perkembangan teknologi, media memang telah membentuk lingkungan budaya dengan sangat mendalam (bdk Paus Johanes Paulus II, Surat Apostolik Rapid Development, 3). Memang, sementara orang menegaskan, bahwa pengaruh formatif media ini telah menjadi saingan pengaruh sekolah, Gereja dan barangkali juga keluarga. ”Realitas, bagi banyak orang, adalah apa yang nyata dalam pandangan media” (Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Aetatis Novae, 4).

2. Hubungan antara anak-anak, media dan pendidikan dapat ditinjau dari dua sudut pandang: pembinaan anak-anak oleh media dan pembinaan anak-anak untuk dapat memberikan tanggapan yang sebaik-baiknya kepada media. Maka muncullah semacam ketimbalbalikan yang menunjuk kepada pertanggungjawaban dari media sebagai sebuah industri dan kepada kebutuhan untuk mengambil bagian secara aktif dan kritis dari pihak pembaca, pemirsa dan pendengar. Dalam kerangka ini, pelatihan untuk memanfaatkan media dengan sebaik-baiknya menjadi esensial bagi perkembangan anak-anak secara kultural, moral dan spiritual.

Bagaimanakah harus dilindungi dan dimajukan kebaikan-bersama ini? Mendidik anak-anak agar mereka dapat memilih dengan baik pemanfaatan media adalah tanggung jawab orangtua, Gereja dan sekolah. Peranan orangtua adalah yang paling penting. Mereka mempunyai hak dan kewajiban untuk memastikan, bahwa anak-anak mereka memanfaatkan media dengan bijak, yakni dengan melatih hati nurani anak-anak agar dapat mengungkapkan secara sehat dan objektif penilaian mereka yang nantinya akan menuntun mereka untuk memilih atau menolak acara-acara yang tersedia (lih. Paus Johanes Paulus II, Ekshortasi Apostolik Familiaris Consortio, 76). Dalam bertindak demikian, para orangtua seharusnya disemangati dan dibantu oleh sekolah dan paroki. Dengan demikian dipastikan, bahwa aspek peranan orangtua yang sukar tetapi sungguh memuaskan ini memang didukung oleh masyarakat yang lebih luas.

Media pendidikan seharusnya bersifat positif. Anak-anak yang diperhadapkan pada apa yang indah dan yang secara moral istimewa akan dibantu untuk mengembangkan apresiasi, kebijakan dan ketrampilan membuat pilihan untuk menentukan sikap. Disini pentinglah pengakuan akan nilai fundamental keteladanan orangtua dan pengakuan akan manfaat memperkenalkan kepada kaum muda pendidikan klasik bagi anak-anak di bidang kesusasteraan, kesenian dan musik yang sungguh mengangkat hati. Memang sastra populer akan senantiasa mendapatkan tempatnya dalam kebudayaan, namun godaan untuk menjadikannya hanya sebagai suatu sensasi, tidaklah boleh diterima, meskipun hanya secara pasif, terutama ditempat-tempat pembinaan. Keindahan, yang merupakan semacam cerminan keilahian, memberi inspirasi dan menghidupkan hati dan budi kaum muda, sedangkan yang buruk dan yang kasar memberi dampak depresi bagi sikap dan perilaku.

Pendidikan media, sebagaimana halnya dengan pendidikan pada umumnya, menuntut pembentukan dalam melaksanakan kebebasan. Inilah tugas yang mendesak. Begitu sering kebebasan ditampilkan sebagai upaya yang tak kunjung henti untuk mencari kesenangan atau mencari pengalaman-pengalaman baru. Kalau demikian, ini penghukuman bukannya pembebasan! Kebebasan sejati tidak pernah menghukum seseorang—khususnya seorang anak—untuk terus tak puasnya mengejar akan hal-hal yang baru. Dalam terang kebenaran, kebebasan yang otentik dialami sebagai jawaban definitif terhadap ”ya” Allah kepada manusia, yang memanggil kita untuk memilih, bukan secara sembarangan, tetapi secara tahu dan mau, apa saja yang baik, benar dan indah. Oleh karena itu, orangtua, sebagai garda depan kebebasan itu, sambil secara bertahap memberikan kepada anak-anak kebebasan yang semakin besar, membawanya sampai kepada sukacita mendalam dari kehidupan itu (lih. Sambutan pada Pertemuan Internasional Keluarga, Valencia, 8 Juli 2006).

3. Kerinduan mendalam para orangtua dan guru untuk mendidik anak-anak di jalan keindahan, kebenaran dan kebaikan, dapat didukung oleh industri media sampai pada taraf manakala ia mendukung martabat manusia yang fundamental, mendukung makna sejati nilai perkawinan dan hidup keluarga, dan mendukung secara positif pencapaian tujuan hidup manusia. Maka, kebutuhan bagi media yang memiliki komitmen bagi pembinaan yang efektif dan komitmen bagi nilai etis yang standard, dilihat dengan perhatian khusus dan bahkan dengan sangat mendesak, bukan saja oleh para orangtua dan guru, tetapi juga oleh semua yang memiliki rasa tanggungjawab kemasyarakatan.

Sambil menegaskan keyakinan, bahwa banyak orang yang terlibat dalam komunikasi sosial berkemauan untuk melakukan apa yang benar (lih. Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Ethics in Communications, 4), kami harus juga mengakui, bahwa mereka yang bekerja di bidang ini berhadapan dengan ”tekanan psikologis khusus dan dilema-dilema etik” (Aetatis Novae, 19), karena adakalanya mereka harus menyaksikan bahwa persaingan komersial telah memaksa para komunikator untuk menurunkan standard mutunya. Segala macam kecenderungan untuk menghasilkan program dan produksi, -termasuk film animasi dan video games,- yang dengan mengatasnamakan entertainment mengagungkan kekerasan dan memberikan potret tingkah laku yang anti-sosial atau yang merendahkan seksualitas manusia, adalah suatu kebejatan, dan hal itu harus semakin ditolak lagi, apabila program itu ditujukan bagi anak-anak dan remaja. Bagaimana dapat menjelaskan bahwa tayangan itu adalah suatu ”hiburan” kepada begitu banyak kaum muda yang pada kenyataannya sedang mengalami sendiri penderitaan karena kekerasan, eksplotasi dan pelecehan?

Dalam kaitan ini, hendaknya semua pihak berusaha sungguh-sungguh untuk merenungkan betapa kontrasnya pertentangan antara Kristus yang ”memeluk dan meletakkan tangan atas anak-anak itu dan memberkati mereka” (lih Mrk 10:16) dan dia ”yang menyesatkan anak-anak ini ... yang lebih baik digantungi batu pada lehernya ...” (lih. Luk 17:2). Sekali lagi saya menghimbau para pemimpin industri media untuk mendidik dan mendorong para produsen untuk menjaga kebaikan-bersama, untuk menjunjung tinggi kebenaran, untuk melindungi martabat manusia secara pribadi dan untuk memajukan penghargaan terhadap kebutuhan-kebutuhan keluarga.

4. Gereja sendiri, dalam terang warta keselamatan yang dipercayakan kepadanya, adalah juga guru umat manusia dan Gereja senantiasa menyambut baik kesempatan untuk dapat memberikan bantuan kepada para orangtua, para pendidik, para komunikator dan juga kaum muda itu sendiri. Program-program paroki dan sekolah-sekolah Gereja dewasa ini haruslah menjadi yang terdepan di bidang pendidikan media. Dan di atas semuanya itu Gereja rindu untuk dapat membagikan visinya terhadap penghargaan martabat manusia, yang adalah juga pusat dari semula komunikasi antar manusia yang mulia.

”Sambil melihat dengan mata Kristus, Saya dapat memberikan kepada orang lain, jauh lebih banyak daripada apa yang menjadi kebutuhan lahiriah mereka; Saya dapat menunjukkan kepada mereka cintakasih yang sangat mereka dambakan itu” (Deus Caritas Est, 18).

Dikeluarkan di Vatikan, pada tanggal 24 Januari 2007, pada Pesta St Fransiskus dari Sales.
BENEDICTUS XVI



KOMENTAR / RENUNGAN

”Pendidikan media, sebagaimana halnya dengan pendidikan pada umumnya, menuntut pembentukan dalam melaksanakan kebebasan. Inilah tugas yang mendesak .... Kebebasan sejati tidak pernah menghukum seseorang—khususnya seorang anak—untuk terus tak puasnya mengejar akan hal-hal yang baru. Dalam terang kebenaran, kebebasan yang otentik dialami sebagai jawaban definitif terhadap ”ya” Allah kepada manusia, yang memanggil kita untuk memilih, bukan secara sembarangan, tetapi secara tahu dan mau, apa saja yang baik, benar dan indah. Oleh karena itu, orangtua, sebagai garda depan kebebasan itu, sambil secara bertahap memberikan kepada anak-anak kebebasan yang semakin besar, membawanya sampai kepada sukacita mendalam dari kehidupan itu”.

Dalam pesannya itu Paus Benedictus XVI memusatkan perhatiannya pada pendidikan pada umumnya dan pada masalah bagaimana pembinaan yang sesungguhnya dapat membantu anak-anak untuk belajar hidup dengan sungguh-sungguh bebas. Santo Bapa memperhatikan, bagaimana pengetahuan tentang bagaimana mereka menghayati kebebasan itu dalam konteks masyarakat di mana mereka sendiri berada, dapat membantu mereka untuk memperkembangkan kebahagiaan yang mendalam dalam hidup mereka. Cita-cita ideal ini merupakan tantangan yang besar, tetapi serentak juga memberikan pemahaman pada pengaruh yang sangat hebat dari pesan-pesan media komunikasi. Karena alasan itulah Santo Bapa menghimbau para anggota Gereja, keluarga-keluarga dan sekolah-sekolah, untuk memberikan pendidikan yang sungguh-sungguh efektif dalam penggunaan media komunikasi.

Pentinglah memperhatikan, bagaimana Paus Benedictus XVI mengajak kita semua untuk berani memasuki dunia komunikasi dan memilih dengan bijak mana yang terbaik bagi kita dan bagi penerus-penerus kita kelak. Santo Bapa sama sekali tidak mengajak kita untuk melarikan diri dari kenyataan media komunikasi. Kita semua ada di dalamnya.

Bapa Suci mengingatkan kita, bahwa anak-anak memerlukan pendampingan sebanyak mungkin ketika mereka berhadapan dengan media, karena di sana ada risiko, bahwa kadang-kadang mereka mengalami kebingungan antara mana yang memang kenyataan dan mana yang hanya fiksi. Idealnya adalah: para orangtua, para pendidik dan komunitas-komunitas paroki sungguh paham akan bahasa dan teknik-teknik yang dipergunakan oleh media, agar dengan demikian mereka sungguh-sungguh dapat selektif terhadap tawaran media ini, lalu dengan demikian mereka dapat membantu anak-anak untuk mempertimbangkannya, lalu bisa memilih sendiri dengan baik. Kriteria umum yang didasarkan pada prinsip-prinsip keindahan, kebaikan dan kebenaran akan dapat memberikan tuntunan arahan dalam memilih program, isi atau bahkan videogames.

Salah satu tujuan utamanya adalah juga untuk menghindarkan kesempatan-kesempatan, di mana anak-anak dapat terbawa ke hal-hal atau situasi-situasi yang bisa memiskinkan atau bahkan memperdaya anak-anak dengan kedok kebebasan, atau anak-anak terbawa ke keinginan yang tak habis-habisnya untuk mencari hal-hal baru, yang tokh, lama-kelamaan, akan ternyata tidak bisa memuaskan mereka atau tidak memberikan kebahagiaan yang sejati. Yang paling ideal adalah bahwa anak-anak sendiri dimampukan untuk belajar bagaimana mereka dapat memilih sendiri yang paling baik bagi mereka, yang dapat membantu mereka untuk bertumbuh dalam kegembiraan dan kebahagiaan: ”Keindahan, yang merupakan semacam cerminan keilahian, memberi inspirasi dan menghidupkan hati dan budi kaum muda, sedangkan yang buruk dan yang kasar memberi dampak depresi bagi sikap dan perilaku.”. Keindahan, ”cerminan keilahian” ini, dapat membantu dan memberi inspirasi dalam penggunaan kebebasan secara bertanggung-jawab.

Pesan Paus itu juga terdiri dari himbauan kepada para pemimpin industri media untuk menunjukkan penghargaan kepada martabat manusia. Dengan menyadari akan sering terjadinya tekanan komersial yang hebat terhadap mereka yang bekerja di bidang ini, namun Pesan ini tetap menghimbau para produser: ”untuk menjaga kebaikan bersama, untuk menjunjung tinggi kebenaran, untuk melindungi martabat manusia secara pribadi dan untuk memajukan penghargaan terhadap kebutuhan-kebutuhan keluarga”.

Tidak ada komentar: