VISI PAROKI:

Gereja Umat Allah yang dengan bimbingan Roh Kudus terus menerus membangun persekutuan sehati sejiwa, yang berpusat pada Yesus Kristus; berakar dalam komunitas jemaat Lingkungan, beriman mendalam, kokoh, dewasa, misioner dan memasyarakat

09 November 2007

Membina Anak Hari Ini

Harus diakui, jumlah anak di Paroki St. Maria Annuntiata, Sidoarjo sangatlah banyak. Data kasar menunjukkan, setiap perayaan Natal dan Paskah harus disediakan bingkisan Natal sebanyak 1.500 bungkus. Hampir setiap bulan ada 10-15, anak-anak dibaptis menjadi warga Gereja baru.
Dalam kunjungan ke wilayah-wilayah, banyaknya jumlah anak ini juga terungkap. Sayang, data pasti dan mendekati sekalipun belum bisa didapat. Memang, salah satu kelemahan ada perkara data. Di beberapa wilayah, banyaknya anak diikuti dengan pembinaan BIAK yang bagus. Hal ini tentu menggembirakan. Namun di beberapa wilayah lainnya, banyaknya anak justru diikuti dengan pembina yang loyo. Padahal dalam catatan, ada 100 orang yang pernah diikutkan dalam Sekolah Bina Iman yang difasilitasi Keuskupan. Rupanya, perlu ada keaktifan bagi pembina anak-anak untuk kembali memperhatikan mereka.

Selain itu, anak-anak dianggap sebagai faktor ketidak-khusukan misa pada misa Minggu. Anak-anak dianggap sebagai sumber keributan, suka berlari-lari, berjalan-jalan ke panti imam dan membuat suasana misa tidak mengenakkan bagi umat tertentu. Hal ini kembali mencuatkan wacana untuk memperhatikan anak-anak, khususnya pada saat misa.

Beberapa cara sudah ditempuh, mulai dari menempatkan mereka di luar, lalu ke pinggir semakin dekat dengan toilet yang tidak mengenakkan bagi anak. Selain upaya mengadakan sekolah minggu pada misa kedua jam 08.00. Rupanya tidak ada artinya bagi sebagian orang, bahkan ada yang memilih misa di tempat lain, daripada misa di Parokinya sendiri. Ada pula tawaran memfungsikan para petugas tata tertib. Usulan ini bisa saja diterima, tanpa meninggalkan pembinaan dari dalam yang menekankan kalau anak ke Gereja untuk misa, berdoa. Dan lagi ke Gereja berbeda dengan pergi ke Mal atau ke alun-alun.

Akhirnya muncul wacana pembinaan dan penanaman nilai serta betapa pentingnya peran orang tua untuk menjadi pembina utama bagi anak. Anak harus disadarkan bahwa ke Gereja untuk menghadap Tuhan dan berdoa, selama misa anak harus didampingi, ditegur dan diarahkan supaya bis mengikuti misa dengan baik.

Orang tua memang pada lapis pertama pembinaan dan pendampingan iman anak. Ada lapis lain yang harus ditempuh, ialah melalui pendidikan agama / iman di sekolah masing-masing. Maka, sekolah harus memberikan pengajaran agar anak-anak tahu apa artinya mengikuti Perayaan Ekaristi di Gereja. Tak kalah pentingnya, pembinaan melalui bina iman anak. Maka, dalam konteks paroki, anak-anak menjadi tanggungjawab lingkungan dan wilayah masing-masing serta Sub Seksi Bina Iman Anak Paroki untuk mendapatkan pembinaan.

Anak-anak bagaimanapun adalah masa depan Gereja. Anak adalah aset. Anak sebenarnya jauh lebih mudah dibina dan diarahkan. Berbeda dengan orang berusia 26 tahun ke atas yang memang secara teori sangat sulit untuk berubah. Maka, kesempatan yang baik ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendampingi anak-anak. Mumpung mereka masih anak-anak, masih bisa dibina dan diarahkan. Yesus sendiri mengatakan, “Biar anak-anak, datang kepadaKu”. Kita sebagai umat paroki hendaknya menjadi fasilitator agar anak-anak dapat berjumpa dan bertemu Yesus, dalam arti mengalami Yesus dalam masa kecil mereka. Kelak, jika mereka menjadi remaja dan dewasa, mereka akan melihat sendiri, betapa berharga dan berartinya pembinaan di masa anak-anak mereka. Hal itu akan membekas dalam kehidupan mereka yang berakibat positif dalam perjalanan iman mereka berikutnya. Dengan demikian, pembinaan anak di masa kini, adalah terwujudnya Gereja yang berkualitas di masa depan.

Ada 2 hal yang penting dalam pedagogi anak, yaitu pendekatan positif dan teladan. Pendekatan positif didasarkan pada Allah menghadapi anak-anakNya selalu dengan bersikap positif, dengan menaruh kepercayaan baik, dengan kehendak baik. Bersikap positif dalam arti menghargai lebih dahulu nilai-nilai positif yang ada dalam diri anak-anak, menaruh harapan akan potensi mereka, peka terhadap kemampuan-kemampuan mereka. Ini merupakan hal dasar yang mereka miliki inilah yang kemudian dikembangkan, ditambahkan, digandakan, dibantu pertumbuhannya. Hindarilah mengatakan atau memarahi anak-anak dengan teriakan-teriakan: bodoh, otakmu kosong, kampungan, tolol dan lain-lain. Teladan, bukan instruksi merupakan sikap Yesus sendiri. Yesus banyak perumpamaan dalam pengajaranNya, namun lebih banyak pula ia menggunakan contoh-contoh konkret bahkan mempraktekkan langsung apa yang diajarkan. Ini sangat penting dalam bina iman anak. Mereka tidak membutuhkan kuliah tentang Allah pengampun, Allah rahim, tetapi mereka memerlukan bagaimana mengalami pengampunan, kerahiman itu, entah lewat perilaku sang guru dan contoh / kesaksian hidup yang nyata. Tuhan itu kongkrit, iman itu kongkrit, bukan teori, bukan angan-angan, bukan impian. Katekis, pembina BIAK, orang tua, guru yang tak mampu memberikan contoh adalah guru yang gagal dan tidak mampu mengajarkan Tuhan yang konkret. (A. Luluk Widyawan, Pr)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sebaiknya digali lagi kesulitan yang dihadapi para pembina, sebab ada juga keluhan karena macetnya ide ketika menghadapi anak didik yang mengalami kejenuhan.

Mungkin bisa dilakukan 'tukar ngajar' antar sekolah minggu, sehingga akan muncul inspirasi baru, sebagai bekal mengajar di tempat asal.

(jojo hans)