VISI PAROKI:

Gereja Umat Allah yang dengan bimbingan Roh Kudus terus menerus membangun persekutuan sehati sejiwa, yang berpusat pada Yesus Kristus; berakar dalam komunitas jemaat Lingkungan, beriman mendalam, kokoh, dewasa, misioner dan memasyarakat

17 Agustus 2009

Bukan Sekedar Katolik, Tapi Indonesia


Proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, tidak dipersiapkan satu atau dua hari. Sejak dibentuknya Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 29 April 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya pelaksanaan janji Jepang mengenai kemerdekaan Indonesia. Dalam pidato salah satu anggotanya, 31 Mei 1945, Soepomo menegaskan, “Negara Indonesia tidak didirikan atas nama agama. Negara Indonesia adalah negara persatuan Indonesia dan bukan berdasarkan agama Islam. Dengan sendirinya dalam urusan negara nasional yang bersatu, urusan agama akan terpisah dari urusan negara dan dengan sendirinya dalam negara yang demikian, seseorang akan merdeka memeluk agama yang disukainya. Baik golongan agama terbesar maupun yang terkecil akan merasa bersatu dengan negara”Dalam salah satu sidangnya tanggal, 1 Juni 1945, Soekarno mengertak, “Kita ini berani merdeka atau tidak ?...Saya mendengar uraian Paduka Tuan Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka !” yang kemudian disambut tepuk tangan riuh.Pada bagian lanjutan pidatonya, Soekarno menegaskan, “Kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui. Apakah itu ? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan ? Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan ? Apakah maksud kita begitu ? Sudah tentu tidak ! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Dengan semangat kemerdekaan itulah, Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI) didirikan pada tanggal 8 Desember 1945. Pada sambutan memperingati berdirinya PKRI ke-40, I.J. Kasimo mengingatkan bahwa orientasi dan tujuan perjuangan partai ialah bekerja sekuat-kuatnya untuk memperkembangkan kemajuan Republik Indonesia dan kesejahteraan rakyatnya. Meskipun kecil dari segi jumlah, kalangan Katolik tidak ingin menjadi pembonceng gratis atau free riders yang hanya mengejar kepentingan sendiri atau kelompok.Gereja sebagai lembaga dan negara tidak dapat hidup dalam isolasi absolute satu sama lain, demikian Jacques Maritian dalam bukunya, Man and the State. Kendati bersifat superior terhadap negara karena tujuan ultimnya bersifat supranatural dan karenanya melampaui tujuan temporal negara, Gereja tetap berada di dalam negara. Karena itu, apa yang dilakukan Gereja, suka atau tidak suka, berpengaruh langsung atau tidak langsung pada bangsa dan negara secara keseluruhan. Sebaliknya pun demikian. Apa yang dilakukan oleh negara juga membawa dampak bagi Gereja. Maka, terorisme, mahalnya biaya pendidikan, ketidakadilan struktural, sikap apolitis, gugatan terhadap Pancasila, klaim kebenaran agama dengan fanatisme picik, lunturnya toleransi, penyimpangan terhadap cita-cita Proklamasi, maraknya primordialisme sempit dan aneka persoalan bangsa ini, tidak menjadi keprihatinan Gereja karena merugikan umat Katolik, melainkan karena mengancam kemanusiaan, mengancam kesejahteraan umum dan mengancam NKRI. Dalam bingkai pemikiran tersebut kita memahami kata-kata Yesus, "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”.(A.Luluk Widyawan Pr)

Tidak ada komentar: