Di hari menjelang Natal, dalam kamar pengakuan dosa, sesudah memberikan berkat, saya mengajak dialog seorang anak. “Nanti di hari Natal kamu melakukan tindakan apa untuk orang tuamu, sebagai tebusan dosa?” Anak kecil itu diam dan senyum-senyum. “Ayo coba sebutkan”, tantang saya lagi. Lalu jawaban spontan dia, “Mau memberi hadiah”. Saya kejar lagi, “Hadiah apa?” Kembali anak itu diam, senyum-senyum sambil berpikir. Tiba-tiba jawabannya spontan lagi, “Belum tahu, pokoknya hadiah”. Lalu saya Tanya lagi, “Terus beli hadiah, uangnya dari mana?”. Kali ini dia tertawa kecil, tersipu-sipu malu. Kemudian menatap lagi dan mengucapkan, “Hadiah saya, doa untuk orang tua”. Saya mengangguk setuju dan mengatakan bagus. “Benar ya jangan bohong”, kata saya lagi sambil mempersilahkannya meninggalkan kamar pengakuan. Anak itu berlalu sambil mengucapkan terima kasih.
Berbicara tentang hadiah, ada kisah di hari Natal, tentang seorang anak kecil berkeinginan memberikan hadiah untuk orang tuanya. Kebetulan anak ini masih seusia SD, namun hanya hidup bersama bapaknya saja. Tidak ada saudara dan ibunya sudah lama meninggal. Hidup sendiri sering membuat orang tuanya stress, menjadi ayah sekaligus ibu baginya bukan hal yang mudah. Karena itu bapak itu sering marah. Marah yang tanpa sadar juga berimbas pada anak kecilnya. Namun, karena berniat baik ingin memberikan kasih kepada bapaknya daripada marah, membalas sikap kasar dengan kelembutan,maka muncullah ide memberi hadiah untuk sang bapak. Dengan harapan bapaknya senang dan semakin sayang kepadanya.
Hadiah itu dibungkus sebuah kotak kecil. Kotak kecil itu dibungkus sederhana dengan kertas koran. Pada malam Natal, di saat yang dirasa tepat, anak itu menghampiri bapaknya yang sedang duduk nonton televisi. “Pak ini ada hadiah buat bapak. Bapak boleh buka”. Seketika itu juga diraihnya hadiah itu, dibuka bungkus koran dan dibuka kotak. Tak disangka, tak ada apa-apa dalam kotak itu, kosong. Maka bangkitlah amarah sang bapak. “Anak kurang ajar. Kamu beri bapak kado Natal kosong..!!” bentak bapak itu sambil melempar hadiah itu keluar rumah.
Dengan getir, anak itu memunggut hadiah yang baru saja dibuang oleh bapaknya. Diambilnya dalam suasana hujan dan hadiah itu sudah belepotan lumpur. Kemudian ia mendekat ke bapaknya sambil berkata, “Pak, bapak jangan marah. Saya tadi mengisi kotak itu dengan sejuta ciuman. Ciuman itu tanda sayang saya buat bapak. Mengapa bapak marah dan membuangnya? Ini tanda cinta saya buat bapak.” Mendengar perkataan anaknya, mendadak bapak itu menyesal dan memeluk anaknya dan menghujani pipi mungil anaknya dengan ciuman penuh kasih sayang sambil meminta maaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar